Minggu, 27 Desember 2009

PEMBAHARUHAN DI INDIA/PAKISTAN

PEMBAHARUHAN DI INDIA/PAKISTAN

PENDAHULUAN


Pada permulaan abad ke-19 imperium Mughal di anak Benua Indo-Pakistan secara pasti memasuki fase keruntuhan. Walaupun nama dan bayangannya masih tetap nampak, khususnya di Delhi untuk setengah abad kemudian, namun kekuasaanya yang riil telah musnah. Kerajaan-kerajaan kecil, seperti Rajput, Jat, Maratha, Sikh serta lainnya, yang muncul akibat kerapuhan para emperor Mughal setelah Awrangzeb, secara bertahap dilindas oleh East India Company yang mulai membentuk koloninya di Indo – Pakistan pada tahun 1757. Setelah pemberontakan 1857, imperium Mughal secara resmi bertekuk lutut di bawah penjajahan Inggeris.
Dengan runtuhnya imperium Mughal, masyarakat Muslim Indo-Pakistan pun ikut runtuh. Kemegahan budaya, intelektual dan kekuasaan mereka memudar dengan cepat. Sebaliknya, orang-orang Hindu, yang pada masa kejayaan Islam di anak benua India merupakan masyarakat kelas bawah, kecuali pada Akbar, kini mulai mendominasi seluruh lapangan kehidupan. Hal ini memang bertentangan dengan sejarah masa lalu mereka.

Akan tetapi, “penganakemasan” orang Hindu oleh Inggeris serta kurangnya respons kaum muslimin terhadap kekuasaan dan institusi-institusi Inggris, ditambah lagi dengan ketidakmampuan warisan keagamaan tradisional dalam menjawab tantangan zaman mengakibatkan tenggelamnya masyarakat Muslim Indo-Pakistan. Inilah yang menandai mulainya sejarah kontemporer umat Muslim di anak benua India .


PEMBAHASAN



A. Gerakan Mujahidin Dan Sekolah Deoband

1. Gerakan Mujahidin

Ta`rif Jama’at Islami adalah sebuah jama’ah Islam modern yang mememfokuskan aktifitasnya utuk menegakkan syari’at Islam dan menerapkannya dalam kehidupan nyata. Jama’at Islami tergolong gigih membendung berbagai bentuk aliran sekuleristik yang berusaha keras mendominasi seluruh negeri. Pertama Pendiri Abu al-A’la al-Maududi adal ah pendiri Jama’at Islami. Ia dilahirkan di kota Aurangabad di wilayah Hyderabad. Memulai pendidikannya di wilayah asuhan orang tuanya sendiri Sayid Ahmad Hasan. Keturunannya dari keluarga Qutb al-Din Maudud. Keluarga ini terkenal degan keteguhannya dalam memegang dan kedudukan rohaninya yang tinggi.

Aktifitas dakwah Maududi berawal di dunia jurnalistik pada tahun 1918 M. pada tahun 1920 M beliau membentuk sebuah front jurnalistik yang bertujuan memerdekakan ummat Islam dan menyampaikan Islam. Karir jurnalistiknya sering berpindah-pindah dalam berbagai surat kabar. Ia pernah menjadi penulis direktur dan pemimpin redaksi.

Bukunya Jihad Dalam Islam yang beredar tahun 1928 M berpengaruh luas dan mendalam dalam membangkitkan semangat perlawanan menentang Inggris kaum Berhalaisme dan musuh-musuh Islam di mana saja.

Tahun 1933 M. Ia menerbitkan majalah Turjuman Al-Qur’an dari Hyderabad Deccan. Motto majalah ini adalah “Wahai ummat Islam embanlah dakwah Al-Qur’an bergeraklah dan terbanglah menjelajah dunia.”

Melalui majalah ini Maududi mentransfer pemikiran-pemikirannya ke segenap ummat Islam di anak benua India-Pakistan. Ini merupakan langkah awal yang meratakan jalan menuju berdirinya Jama’at Islami di kemudian hari.

Tahun 1937?1938 M Maududi tinggal di Lahore memenuhi panggilan Dr. Mohammad Iqbal. Di Bathankot ia bersama Iqbal mendirikan sebuah Lembaga Researc Islam. Lembaga ini menjadi tempat pengkaderan dan tempat dia mengarang buku. Namun beberapa lama kemudian sejak kedatangan Maududi Iqbal berpulang menghadap Ilahi.

Melalui majalah Turjuman Al-Qur’an Maududi menyerukan para ulama dan tokoh-tokoh Islam supaya menghadiri konferensi yang dilaksanakan pada tanggal 26 Agustus 1941 M/1360 H di Lahore. Konferensi ini dihadiri 75 orang dilegasi yang mewakili beberapa negara bagian india. Dalam konferensi inilah Jama’at Islami didirikan dan Maududi terpilih menjadi pemimpinnya.

Ketika itu anak benua india dikuasai Inggris. Maududi mengeluarkan fatwanya yang berani. Ia mengharmkan bekerja utk berbakti kepada kekuatan penjajah. Fatwa inilah yang menyebabkan Jama’at Islami menghadapi serangan dahsyat dari pihak penjajah sejak awal berdirinya.

Tanggal 28 Agustus 1947 M Pakistan lahir sebagai negara merdeka yang memisahkan diri dari negara India negara berhala. Kemudian disusul dgn munculnya kepemimpinan Jama’at Islami baru di India. Jama’at menyatakan kemerdekaan dgn sendirinya. Tujuannya tak lain adalah memudahkan urusan-urusan administratif. Jama’at Islami dgn berdikari mendirikan kamp-kamp penampungan Muhajirin Muslimin dan kepada mereka di beri bantuan sampai merasa aman dan damai.

Dalam hidupnya Maududi berkali-kali dijebloskan ke dalam penjara krn keberanian dan sikapnya melawan orang-orang yang menentang penerapan hukum Islam di Pakistan. Ia pernah dijatuhi hukuman mati tetpi kemudian mendapatakan keringanan.Penjara-demi penjara dimasukinya namun tidak membuatnya mundur dari sikap dan perjuangannya. Bahkan hal itu semakin memperkuat keyakinannya terhadap dakwah dan prinsip-prinsip Islam.

Jama’at Islami banyak membantu Muhajirin Kasmir dalam perjuangannya melawan India. Mereka dilengkapi dgn amunisi puskesmas-puskesmas dan kamp-kamp pengungsi.Nopember 1971 M Pakistan pecah menjadi dua. Bagian barat tetap disebut Pakistan dan bagian timur disebut Bangladesh. Perpecahan itu telah mengguncang Maududi.

Sejak Nopember 1972 M atas permohonan sendiri Maududi mengundurkan diri dari jabatan ketua jama’at krn pertimbangan kesehatannya. Beliau selanjutnya lbh banyak menekuni studi dan menulis terutama merampungkan kitabnya Tafhum Al-Qur’an. Jabatan ketua jama’at sesudahnya dipegang oleh Miyan Thufail Muhammad.27 Pebruari 1979 M ia mendapat hadiah King Faisal Fondation dalam bidang pengkhidmatan terhadap Islam. Hadiah tersebut didonasikan utk membangun sebuah lembaga ilmu pengetahuan Islam di Lahore.

1 Dzulqa’idah 1399 H/22 September 1979 M Maududi wafat setelah menjalani operasi di New York. Jenazahnya dibawa ke Lahore. Ucapan ta’ziyahpun berdatangan dari seluruh dunia Islam.Dalam bidang dakwah Maududi telah mewariskan kader-kader kepustakaan dan karya tulis yang tidak sedikit. karya-karyanya telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan dicetak berulang kali. (Farhan, hal.112-135:1986)



2. Sekolah Deobend

Deobandi (Urdu: دیو بندی devbandī) adalah Islam Sunni [1] Paham gerakan politik yang timbul dan memulai dari India dan Pakistan dan kemudian menyebar ke negara-negara lain, seperti Afganistan, Afrika Selatan, dan Inggris dengan kedatangan imigran dari Asia Selatan.

Nama Deobandi berasal dari kata “Deva” dan “Ban”, sebuah hutan belantara di bagian provinsi utara India, (Uttar Pradesh) India, di mana sekolah Darul Uloom “Darul ‘Ulum” Deoband yang didirikan oleh Maulana Qasim Nanautavi, Maulana Kifayatullah berada. Deobandi mengikuti fiqh dari Abu Hanifa dan Aqidah dari Abu Mansur Maturidi [1], secara historis Deobandi mengadopsi pemikiran Shah Wali-Allah, pembaharu Islam di anak benua India pada abad ke delapanbelas yang menggabungkan semua disiplin ilmu agama seperti: Teologi, ilmu Logika (Mantiq), Fiqh, Tasawwuf, Tafsir, Hadith dan Filsafat. Dalam tempo kurang lebih seratus tahun Madrasah Deobandi telah berhasil mencetak ratusan siswa yang ikut mengembangkan ilmu keislaman di Asia Selatan.

·

Umumnya para alumni siswa dari Deobandi seusai menamatkan pendidikannya banyak menggunakan nama tambahan di belakang namanya semisal Maulana Shafi’ Usmani Deobandi, Maulana Kifayatullah Deobandi dsb. Kerekatan nama pendidikan ini dengan para alumninya merupakan tolok-ukur dalam berbagai gerakan yang dibentuk oleh para alumni, beberapa organisasi yang berafiliasi kepada paham politik Deobandi, di antaranya adalah: Jam’iyat Ulama-e-Islam (JUI), sebuah organisasi politik sosial yang terkemuka di Pakistan kemudian berubah menjadi Jam’iyat Ulama-e-Islam dari Fazlur Rahman (JUIF) dan Jam’iyat Ulama-e- Islam dari Samiul Haque (JUIS), pada pemilu 2002 partai ini tergabung dalam koalisi partai-partai Islam Majlis Muttahida Amal (MMA) gabungan dari berbagai sekte di Pakistan, seperti: Deobandi, Ahlul Hadith, Brelvi, Shi’ah dan Jama’at Islami.
syari’at Tauhid Wassunnah Sebuah gerakan Da’wah yang berkiblat kepada Deobandi didirikan oleh Maulana Hussain Ali pada tahun 1957 di Provinsi Punjab. Hingga saat ini organisasi ini bekerja dalam penegakkan Tauhid dan penerapan Sunnah, serta menentang hal-hal yang dianggap bid’ah dan khurafat. Organisasi ini juga merupakan organisasi tandingan atas faham politik dari organisasi Barelwi yang berkembang pesat diseluruh provinsi Pakistan khususnya pada provinsi Sind (Murray, hal. 232-250:1990)



B. Sayyid Ahmad Khan dan Gerakan Aligarh

Sayyid Ahmad Khan lahir di Delhi pada tahun 1817 dan menurut keterangan ia berasal dari keturunan Husein, cucu Nabi Muhammad melalui Fatimah dan Ali. Neneknya Sayyid Hadi adalah Pembesar Istana di zaman Alamghir II (1754- 1759). Ia mendapat didikan tradisional dalam pengetahuan agama dan di samping Bahasa Arab ia juga belajar Bahasa Persia. Sayyid Ahmad Khan adalah orang yang rajin membaca. Ketika usianya 18 tahun ia bekerja pada Serikat India Timur, kemudian bekerja pula sebagai hakim, tetapi pada tahun 1846 ia pulang kembali ke Delhi untuk meneruskan studi.

Pada masa Pemberontakan 1857 ia berusaha mencegah terjadinya kekerasan dan banyak menolong orang Inggris dari pembunuhan. Pihak Inggeris menganggap ia telah banyak berjasa dan ingin membalas jasa tersebut, tetapi hadiah yang dianugerahkan Inggeris ditolaknya, ia hanya menerima Gelar Sir dari pemerintahan Inggeris dari berbagai hadiah yang ditawarkan tersebut. Hubungannya dengan pihak Inggeris sangat baik dan inilah yang dipergunakannya untuk kepentingan ummat Islam India.

Ahmad Khan berpendapat bahwa usaha peningkatan kedudukan dan kesejahteraan ummat Islam India dapat diwujudkan melalui kerja sama dengan Inggeris sebagai penguasa di India. Dalam fikirannya, menentang kekuasaan Inggeris tidak akan membawa kebaikan bagi ummat Islam India tetapi akan menjadikan umat Islam semakin mundur serta akan jauh ketinggalan dari masyarakat Hindu India. Selain itu dasar ketinggian dan kekuatan Barat, termasuk di dalamnya Inggeris, adalah ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Sehingga untuk mendapatkan kemajuan, ummat Islam harus pula menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi modern itu. Jalan yang harus ditempuh ummat Islam memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperlukan itu bukanlah bekerja sama dengan Hindu dalam menentang Inggeris tetapi memperbaiki dan memperkuat hubungan baik dengan Inggeris.

Untuk mewujudkan cita-citanya, ia menerbitkan majalah “Tahzib al-Akhlak”. Pada tahun 1875, ia mendirikan lembaga pendidikan Muhammedan Anglo Oriental College (MAOC) yang kemudian berkembang menjadi Universitas Aligarh. Untuk mengukuhkan ide-idenya ia mendirikan All India Muhammadan Education Conference (1886). Ia juga tercatat sebagai anggota parlemen di Legislatif Council selama empat tahun (1878 – 1882).

Beberapa hasil karya Sayyid Ahmad Khan adalah Atsar al-Sanadid (1874) yang merupakan hasil penelitiannya tentang arkeologi di Delhi dan sekitarnya, Essay on life of Muhammad (1870), Tafsir al-Qur’an sebanyak 6 jilid, Ibthal al-Ghulami (1890) dan Tabyin al-Kalam (1860). Selain itu juga menulis dua buku Tarikh Sarkhasi Bignaur (1858) dan Asbab Baghawad Hind (1858). Dari hasil karyanya ini terihat pula bahwa Sayyid Ahmad Khan termasuk penulis yang produktif.
Ahmad Khan mengakhiri perjuangannya dengan berpulangnya ke rahmatullah pada tanggal 27 Maret 1898 setelah menderita sakit beberapa lama dalam usia 81 tahun, dan dimakamkan di Aligarh.

Atas usaha usahanya dan atas sikap kooperatif yang ditunjukkannya terhadap Inggeris, Sayyid Ahmad Khan akhirnya berhasil dalam merobah pandangan Inggeris terhadap ummat Islam India. Sementara itu kepada ummat Islam dianjurkan agar tidak bersikap melawan tetapi sikap berteman dan bersahabat dengan Inggeris. Cita citanya untuk menjalin hubungan baik antara Inggeris dan ummat Islam dimaksudkan agar ummat Islam dapat merobah nasib dari kemunduran. Keinginan ini telah dapat diwujudkan Sir Sayyid pada masa hidupnya.( Lapidus, hal.37-44:1989 ).



Ide-Ide Pembaharuan

Sayyid Ahmad Khan melihat bahwa ummat Islam India mundur karena tidak mengikuti perkembangan zaman. Ummat Islam tidak menyadari bahwa peradaban Islam masa klasik telah runtuh dan digantikan peradaban modern yang berasal dari dunia Barat. Dasar peradaban baru ini ialah ilmu pengetahuan dan tekhnologi sebagai pondasi kokoh bagi kemajuan dan kekuatan orang Barat modern yang berasal dari hasil pemikiran manusia. Oleh karena itu akal bagi Sayyid Ahmad Khan mendapat penghargaan tinggi, namun bagi sebahagian kalangan ummat Islam tradisional pada masanya berpegang teguh bahwa kekuatan akal bukan tidak terbatas.
Oleh karena itu, Ahmad Khan percaya pada kekuatan dan kebebasan akal, sungguhpun mempunyai batas, ia percaya pada kebebasan dan kemerdekaan manusia dalam menentukan kehendak dan melakukan perbuatan. Dengan kata lain, ia mempunyai faham qa¬dariah (free will and free act) dan tidak faham jabariah atau fatalisme. Manusia menurutnya dianugerahi Tuhan daya daya, seperti daya berfikir, yang disebut akal, dan daya fisik untuk mewujudkan kehendaknya. Manusia mempunyai kebebasan untuk mempergunakan daya daya yang diberikan Tuhan kepadanya itu.

Ahmad Khan menolak pula faham taklid bahkan tidak segan segan menyerang faham ini. Sumber ajaran Islam menurut pendapatnya hanyalah al-Qur’an dan Hadis. Pendapat ulama di masa lampau tidak mengikat bagi ummat Islam dan di antara pendapat mereka ada yang tidak sesuai lagi dengan zaman modern.
Secara sederhana bentuk-bentuk ide pembaharuan Sayyid Ahmad Khan dapat pula dikembangkan sebagai berikut :

1. Bidang Keagamaan

Salah satu warisan keagamaan yang ditinjau dan diperbaharui kembali, dan sangat fundamental serta mencakup seluruh aspek Islam, adalah tafsir al-Qur’an. Untuk kegiatan ini, anak benua Indo-Pakistan dapat berbangga diri, karena amat produktif dalam menelorkan mufassir liberal dan radikal semisal Sayyid Ahmad Khan ini.

Pembaharuan penafsiran al-Qur’an yang dilakukan adalah berusaha mengadaptasikan ajaran-ajaran al-Qur’an dengan tuntutan-tuntutan zaman modern. Ini terwujud dengan terbitnya volume pertama dari enam jilid tafsir karya Ahmad Khan pada tahun 1880.

Sayyid Ahmad Khan berpendapat bahwa al-Qur’an dan hadis merupakan sumber hukum Islam. Ia sangat selektif dalam menerima hadis. Dengan munculnya hadis-hadis palsu, ia berpandangan bahwa tugas kaum muslimin sekarang dalam memelihara hadis adalah merumuskan “standar penilaian modern terhadap hadis-hadis” ia tidak menjelaskan standar tersebut. Oleh karena itu, ia hanya menerima hadis yang sesuai dengan nash dan ruh al-Qur’an, yang sesuai dengan akal dan pengalaman manusia, dan yang tidak bertentangan dengan hakikat-hakikat sejarah. Berkaitan dengan pembagian hadis kepada Mutawatir, Masyhur dan Ahad, ia berpendapat bahwa hadis Mutawatir dapat diterima, hadis Masyhur tidak dapat diterima kecuali setelah diadakan penelitian, sedangkan hadis Ahad tidak dapat diterima sama sekali.
Menurut Sayyid Ahmad Hadis yang dapat diterima tersebut dibagi kepada dua bagian yaitu hadis yang berkaitan dengan agama dan hadis yang berkaitan dengan dunia. Hadis yang berkaitan dengan ruang lingkup agama bersifat mengikat dan wajib diikuti, sedangkan hadis yang berkaitan dengan perkara dunia, tidak termasuk tugas kerasulan secara mutlak dan hanya berlaku khusus bagi kondisi dan keadaan bangsa Arab pada masa nubuwwah, dan tidak mengikat bagi seluruh kaum muslimin.

Berkaitan dengan permasalahan fiqh, Sayyid Khan mempunyai pandangan tersendiri yang mendekatkan antara perkara-perkara dan dengan pemahaman peradaban barat, antara lain dalam masalah jihad, bunga bank, poligami dan had.







2. Bidang Pendidikan

Sebagai telah disebut di atas, Sayyid Ahmad Khan beranggapan bahwa jalan bagi ummat Islam India untuk melepaskan diri dari kemunduran dan selanjutnya mencapai kemajuan, adalah dengan memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern Barat. Untuk mencapai tujuan ini maka sikap mental ummat yang kurang percaya kepada kekuatan akal, kurang percaya pada kebebasan manusia dan kurang percaya pada adanya hukum alam, harus dirobah terlebih dahulu. Perobahan sikap mental itu diusahakannya melalui tulisan-tulisan dalam bentuk buku dan artikel artikel dalam majalah Tahzib Al Akhlaq. Usaha melalui pendidikan juga tidak dilupakannya, bahkan pada akhirnya ke dalam lapangan inilah dicurahkannya perhatian dan usahanya. Salah satu jalan yang efektif untuk merobah sikap mental suatu bangsa menurut Sir Sayyid haruslah melalui pendidikan.

Pada tahun 1861 Sayyid Ahmad Khan mendirikan Sekolah Inggeris di Muradabad. Di tahun 1876 ia mengundurkan diri sebagai pegawai Pemerintah Inggeris dan sampai akhir hayatnya di tahun 1898, ia mementing¬kan pendidikan ummat Islam India. Di tahun 1878, ia mendirikan sekolah Muhammedan Anglo Oriental College (MAOC) di Aligarh yang merupakan karyanya yang bersejarah dan berpengaruh dalam upaya memajukan ummat Islam India. Sekolah itu mempunyai peranan penting dalam kebangkitan ummat Islam India, dan sekiranya tidak karena lembaga pendidikan tersebut ummat Islam India di Pakistan sekarang akan lebih jauh lagi ketinggalan dari ummat-ummat lain..

MAOC dibentuk sesuai dengan model sekolah di Inggeris dan bahasa yang dipakai di dalamnya ialah Bahasa Inggeris. Direkturnya berbangsa Inggeris sedang guru dan staffnya banyak terdiri atas orang Inggeris. Ilmu pengetahuan modern merupakan sebahagian besar dari mata pelajaran yang diberikan dengan tidak mengabaikan pendidikan agama. Sedangkan pada sekolah Inggeris yang diasuh Pemerintah pendidikan agama tidak diajarkan. Dalam sistem pendidikan di MAOC pendidikan agama Islam dan ketaatan siswa menjalankan ajaran agama mendapat prioritas yang utama. Keistimewaan lainnya, sekolah tersebut terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat, baik Hindu, Parsi dan Kristen, bukan hanya bagi orang Islam.
Sebelumnya pada tahun 1869/1870 Sayyid Ahmad Khan telah berkunjung ke Inggeris, untuk mempelajari sistem pendidikan Barat. Sekembalinya dari kunjungan itulah ia membentuk Panitia Peningkatan Pendidikan Ummat Islam. Salah satu tujuan panitia tersebut adalah menyelidiki sebab-sebab ummat Islam India sedikit sekali memasuki sekolah sekolah Pemerintah. Di samping itu dibentuk pula Panitia Dana Pembentukan Perguruan Tinggi Islam.
Di tahun 1886 ia juga membentuk Muhammedan Educational Conference dalam usaha mewujudkan pendidikan nasional yang seragam bagi ummat Islam India. Program dari lembaga ini yakni menyebarluaskan pendidikan Barat di kalangan ummat Islam, menyelidiki pendidikan agama yang diberikan di sekolah sekolah Inggeris yang didirikan oleh kalangan Islam serta menunjang pendidikan agama yang diberikan di sekolah sekolah swasta. Pada tahun itu juga diterbitkan pula jurnal mingguan “Aligarh Institut” yang menyebarluaskan informasi dan problematika mengenai seputar pengetahuan, pendidikan dan kebudayaan, serta lembaga ini juga melakukan kegiatan penterjemahan buku Inggeris ke Bahasa India.

Pada tahun 1920 MAOC ini berkembang menjadi Universitas Aligarh yang secara berlanjut meneruskan tradisi sebagai pusat gerakan pembaharuan Islam India. Universitas inilah yang menjadi penggerak utama terwujudnya pembaharuan di kalangan umat Islam India. (Harun.hal 73-74:1994)



3. Bidang Sosial Politik

Dalam bidang politik ide Sayyid Ahmad Khan ini merupakan refleksi dari gejolak sosial politik yang terjadi antara umat Islam dan Inggris pada tahun 1857. Pemikirannya inilah yang dituangkan dalam buku karangannya Asbab Baghawat Hind yang berisi tentang usaha Sayyid Ahmad Khan untuk meyakinkan pihak Inggris, bahwa umat Islam tidak terlibat pemberontakan itu.

Dalam usahanya, ia meyakinkan pihak Inggeris bahwa dalam Pemberontakan 1857 ummat Islam tidak memainkan peranan utama, Ahmad Khan mengeluarkan panflet yang berisikan penjelasan tentang faktor penyebab pecahnya pemberontakan tersebut. Di antara faktor penyebab tersebut adalah :

1) Intervensi Inggeris dalam soal keagamaan seperti pendidikan agama Kristen yang diberikan kepada yatim piatu di panti panti yang diasuh oleh orang Inggeris, pembentukan sekolah sekolah missi Kristen, dan penghapusan pendidikan agama dari perguruan perguruan tinggi.

2) Tidak turut sertanya orang orang India, baik Islam maupun Hindu, dalam lembaga lembaga perwakilan rakyat, sehingga berakibat :

a) Rakyat India tidak mengetahui tujuan dan niat Inggeris yang sebenarnya dan menganggap Inggeris datang untuk merobah agama mereka menjadi Kristen.

b) Pemerintah Inggeris tidak mengetahui keluhan keluhan rakyat India.

c) Pemerintah Inggeris tidak berusaha mengikat tali persahabatan dengan rakyat India, sedang kestabilan dalam pemerintahan bergantung pada hubungan baik dengan rakyat. Sikap tidak menghargai dan tidak menghormati rakyat India membawa akibat yang tidak baik.



Lebih lanjut, Sayyid Ahmad Khan menyatakan bahwa di antara golongan Islam yang ikut serta dalam pemberontakan 1857 adalah mereka yang kerap kali melakukan perbuatan tidak baik dan tercela serta perbuatan kriminal. Dan jika hanya segelintir ummat Islam yang bersalah tidaklah pada tempatnya pula untuk menetapkan keseluruhan ummat Islam India bertanggung jawab terhadap pemberontakan tersebut. Dengan demikian tidak pada tempatnya Pihak Inggeris menaruh rasa curiga terhadap ummat Islam India. Sikap Sayyid dalam bidang politik terlihat pula pada pertengahan kedua dari abad ke-19, ketika rasa nasionalisme India telah mulai timbul dan terbentuknya Partai Kongres Nasional India di tahun 1885. Sayyid Ahmad Khan menjauhkan diri dari gerakan ini, dengan alasan bahwa bahasa yang dipakai Kongres terhadap Pemerintah Inggris kurang sopan. Menurut Rayendra Prasadia, ia pada mulanya adalah penyokong nasionalisme India. la pemah menerangkan bahwa Hindustan merupakan negara bagi orang Hindu dan dalam kategori Hindu termasuk orang India Islam dan orang India Kristen. Tetapi akhimya ia dipengaruhi oleh Mr. Back, salah satu Direktur MAOC yang berpendapat bahwa pendidikan ummat Islam India belum sampai ke taraf yang membuat mereka akan dapat mengambil keuntungan dari permainan dalam bidang politik. Sebaliknya turut campur dalam bidang politik akan merugikan ummat Islam India. Sayyid Ahmad Khan memang berpendapat bahwa pendidikanlah satu satunya jalan bagi ummat Islam India untuk mencapai kemajuan. Kemajuan tidak akan dicapai melalui jalan politik.

Oleh karena itu ia menganjurkan supaya ummat Islam India jangan turut campur dalam agitasi politik yang dilancarkan Partai Kongres. Usaha usaha untuk merobah sikapnya terhadap Partai Kongres tidak berhasil. Ia berkeyakinan bahwa anggota kasta kasta dan pemeluk agama agama yang berlainan di India tidak bisa disatukan menjadi satu bangsa. Tujuan dan cita cita mereka saling berlainan. Wujud Partai Kongres Nasional India sebenarnya tidak mempunyai dasar. Gerakan yang dijalankan Partai Kongres, demikian ia selanjutnya menjelaskan, bukan hanya akan merugikan bagi ummat Islam, tetapi juga bagi seluruh India.

Dalam ide politik yang ditimbulkan Sayyid Ahmad Khan di atas telah kelihatan pengertian bahwa ummat Islam merupakan satu ummat yang tidak dapat membentuk suatu negara dengan ummat Hindu. Umat Islam harus mempunyai negara tersendiri. Bersatu dengan ummat Hindu dalam satu negara akan membuat minoritas Islam yang rendah kemajuannya, akan lenyap dalam mayoritas Hindu yang lebih tinggi kemajuannya. Di sini telah dapat dilihat bibit dari ide Pakistan yang muncul kemudian di abad ke-20.

Dari usaha-usaha pembaharuan Sayyid Ahmad Khan terlihat yang paling menonjol adalah dalam bidang pendidikan. Terlihat sikapnya terhadap pendidikan ummat Islam memang terlihat sangat mengagumkan, namun pengaruh tersebut tidak terbatas dalam bidang pendidikan saja. Melalui buku karangannya dan tulisan¬-tulisannya Tahzib al-Akhlaq ide ide pembaharuan yang dicetuskannya menarik perhatian golongan terpelajar Islam India. Penafsiran penafsiran baru yang diberikannya terhadap ajaran-ajaran Islam lebih dapat diterima golongan terpelajar ini dari pada tafsiran tafsiran lama.



C. Aligarh dan Pengaruhnya bagi Pembaharuan India-Pakistan

Malapetaka hebat yang melanda India, yaitu Pemberontakan tahun 1857 telah berlalu. Pemberontakan itu merupakan akibat dari keinginan akan adanya pendidikan di India, dan akibat dari kenyataan bahwa Bangsa India tidak memahami hak Pemerintah, yang sasarannya adalah kita ini, terhadap kita dan tidak mengerti tentang kewajiban kita terhadapnya. Selain ini semua, juga terdapat keinginan akan adanya hubungan antara para penguasa dan rakyat dalam hal keinginan untuk memperoleh pendidikan itu. Pada saat ini, universitas universitas yang didirikan di India dengan tujuan mendirikan pendidikan tingkat tinggi. Kebanyakan para negarawan menyetujui adanya pendidikan tingkat tinggi itu dan menganggapnya sebagai kewajiban pemerintah, sementara sebagian kecil di antara mereka bersikap menentangnya. Akan tetapi, tak seorang pun yang berfikir bahwa bersamaan dengan pendidikan itu, latihan yang baik pun diperlukan, sebab tak seorang pun dapat meningkatkan dirinya sebagai manusia (beradab) hanya dengan pendidikan semata mata, demikian juga dengan pendidikan itu saja sikap moralnyapun tidak dapat ditingkatkan, bahkan dia akan menjadi semacam kuda bengal yang tidak mau dikendalikan oleh penunggangnya.

Demikianlah keadaan masyarakat India masa itu, tidak dipungkiri walaupun dengan berbagai ide pembaharuan yang ditelorkan oleh pembaharu-pembaharu seperti Sir Sayyid dan rekan-rekannya, namun sikap mental tak bisa sepenuhnya terpengaruh dengan ide pembaruaan tersebut. Hal ini akan terbukti dengan sejarah Aligarh selanjutnya pasca Sir Sayyid.

Setelah Sir Sayyid wafat pada tanggal 24 Maret tahun 1898, ide ide pembaharuan yang dicetuskan Sir Sayyid Ahmad Khan dianut dan disebarkan selanjutnya oleh pengikut dan pada akhirnya lahirlah sebuah gerakan yang disebut Gerakan Aligarh yang berpusat MAOC sendiri.

Ada beberapa tokoh Aligarh yang berpengaruh dan melanjutkan ide-ide pembaharuan yang dicetuskan Sayyid Ahmad Khan, di antaranya:



Nawab Muhsin al-Muluk

Setelah Sayyid Ahmad Khan wafat, maka kepemimpinan Aligarh pindah ke tangan Sayyid Mahdi Ali, yang dikenal dengan nama Nawab Muhsin Al Mulk (1837 1907). Pada mulanya ia adalah pegawai Serikat India Tiffluk, kemudian menjadi pembesar di Hyderabad. Ia pernah berkunjung ke Inggeris untuk keperluan Pemerintah Hyderabad. Di tahun 1863 ia berkenalan dengan Sayyid Ahmad Khan dan antara keduanya terjalin tali persahabatan yang erat. la banyak rnenulis artikel Tahzib Al Akhlaq dan kemudian juga di majalah yang diterbitkan MAOC la pindah ke Aligarh dan menetap di sana mulai pari tahun 1893.

Pada tahun 1897 ia menggantikankan kedudukan Sayyid Ahmad Khan di MAOC Ia mempunyai jasa yang besar dalam menyebarkan ide ide Sayyid Ahmad Khan yang dilakukannya melalui Muhammedan Educational Conference. Jasanya dalam memajukan MAOC terlihat dengan bertambah banyaknya jumlah murid lembaga pendidikan tersebut.

Muhsin al-Mulk berhasil membuat golongan ulama India merobah sikap keras terhadap Gerakan Aligarh. Sebagaimana diketahui bahwa Deoband yang banyak menghasilkan ulama ulama India tradisional, mempunyai sikap yang tidak kooperatif dengan Inggeris, sedang Sayyid Ahmad Khan terkenal dengan sikap pro Inggeris. Jadi antara MAOC terdapat perbedaan bukan hanya dalam soal-soal keagamaan saja tetapi, juga mengenai sikap politik.

Muhsin al-Mulk tidak hanya membawa para ulama dekat dengan Aligarh, lebih jauh ia mampu menarik beberapa lawan politik pendiri Perguruan Tinggi tersebut. Ia adalah orang yang paling cinta damai, namun ia dihadapkan juga kepada kontraversi Hindu-Urdu yang telah ada sejak akhir-akhir kehidupan Sayyid Ahmad. Inilah yang pada akhirnya menyebabkan ia mengundurkan dari Perguruan Tinggi tersebut. Ia wafat 16 Oktober 1907, dan dikuburkan di samping kuburan Sir Sayyid di Aligarh. (merry, hal.274-281:1990)



KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas mengenai pembaharuan di India/Pakisan bahwa, dapat di simpulkan syari’at Tauhid Wassunnah Sebuah gerakan Da’wah yang berkiblat kepada Deobandi didirikan oleh Maulana Hussain Ali pada tahun 1957 di Provinsi Punjab. Hingga saat ini organisasi ini bekerja dalam penegakkan Tauhid dan penerapan Sunnah, serta menentang hal-hal yang dianggap bid’ah dan khurafat. Organisasi ini juga merupakan organisasi tandingan atas faham politik dari organisasi Barelwi yang berkembang pesat diseluruh provinsi Pakistan khususnya pada provinsi Sind
Ide-ide pembaharuan;
1. Bidang Agama
2. Bidang Pendidikan
3. Sosial Politik

Di antara faktor penyebab sosial politik:

a. Intervensi Inggeris dalam soal keagamaan seperti pendidikan agama Kristen yang diberikan kepada yatim piatu di panti panti yang diasuh oleh orang Inggeris, pembentukan sekolah sekolah missi Kristen, dan penghapusan pendidikan agama dari perguruan perguruan tinggi.

b. Tidak turut sertanya orang orang India, baik Islam maupun Hindu, dalam lembaga lembaga perwakilan rakyat, sehingga berakibat:

1) Rakyat India tidak mengetahui tujuan dan niat Inggeris yang sebenarnya, dan

2) Menganggap Inggeris datang untuk merobah agama mereka menjadi Kristen.

3) Pemerintah Inggeris tidak mengetahui keluhan keluhan rakyat India.

c. Pemerintah Inggeris tidak berusaha mengikat tali persahabatan dengan rakyat India, sedang kestabilan dalam pemerintahan bergantung pada hubungan baik dengan rakyat. Sikap tidak menghargai dan tidak menghormati rakyat India membawa akibat yang tidak baik.



DAFTAR PUSTAKA







· Murray Thurston Titus, Islam in India and Pakistan, University of California Press (1990)



· Farhan, Al-Islam Pusat Kumunikasi dan Informasi Islam Indonesia, PT. Mutiara Bandung: 1986.



· Nasution, Harun. Pembaharuan Dalam Islam, Sejarah pemikiran dan gerakan. Jakarta : Bulan Bintang, 1992..com/msg01642.html



· Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, terj. Ghufran A. Mas’adi, judul asli: A History of Islamic Societies, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999, Jilid ke-3
--------------------------------------------

MAKALAH

PEMBAHARUHAN DI INDIA/PAKISTAN





Disusun Oleh:

Amrullah:(0829002)

Adli: (08290 )



DOSEN PEMBIMBING:

Muhtarom, M.Pd.I





FAKULTAS TARBIYAH JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG

2009

Sabtu, 12 Desember 2009

Pembaharuan Di India-Pakistan; Sayyid Amir Ali, Iqbal, Jinnah, Abu Kalam Azat, Dan Abul A’la Maudidi

PEMBAHARUAN DI INDIA-PAKISTAN; SAYYID AMIR ALI, IQBAL, JINNAH, ABU KALAM AZAT, DAN ABUL A’LA MAUDIDI

Pendahuluan

Pembaharuan di India Pakistan sebagaimana yang dilakukan oleh Sayyid Amir Ali dkk. Telah memberikan kontribusi yang berpengaruh bagi perkembangan di India Pakistan . Pemikiran pertama yang kembali kesejarah lama untuk membawa bukti bahwa agama islam adalah agama rasional dan agama kemajuan ialah Sayyid Amir Ali. Bukannya The Sfirit Of Islam di cetak pertama kali di tahun 1891, dalam bukunya itu ia kupas ajaran-ajaran islam mengenai tauhid, ibadat, hari akhirat, kedudukan wanitaperbudakan, sistem politik, dan sebagainya. Dan sebagaimana pembaharuan Iqbal, Jinnah, Abu Kalam Azat dan Abu A’la Al-maududi juga memberikan kontribusi yang sangat penting bagi di India Pakistan



PEMBAHARUAN DI INDIA-PAKISTAN; SAYYID AMIR ALI, IQBAL, JINNAH, ABU KALAM AZAT, DAN ABUL A’LA MAUDIDI


A. SAYYID AMIR ALI

Sayyid Amir Ali berasal dari keluarga syiah yang di zaman Nadir syah (1736-1747) pindah dari khurusan di persia di india . Keluarga itu kemudian bekerja di di istana Raja mughal. Sayyid Amir Ali lahir pada tahun 1849, dan meninggal pada usia tujuh puluh sembilan pada tahun 1928. pendidikanya diperoleh di perguruan tinggi muhsiniyya yang berada di dekat kalkulta. (Nasution,1996:181)
Di tahun 1869 ia pergi keinggris untuk meneruskan studi dan selesai pada tahun 1873 dengan memproleh keserjanaan dalam bidanghukum. Selesai dari studi ia kembali ke indiadan pernah bekerja sebagai pemerintah inggris, pengcara, hakim dan guru besar dalam hukum islam.
Di tahun 1877 ia membentuk National muhammedan association. Sebagai persatuan umat islam India , dan tujuannya ialah untuk membela kepentingan umat islam dan untuk melatih mereka dalam dunia politik. Dan pada tahun 1883 ia di angkat menjadi salah satu dari ke tiga anggota Majlis Wakil Raja Ingris di india.. Ia adalah satu-satunya anggota islam pada majelis itu.
Di tahun 1904, ia meninggalkan india dan menetap untuk selama-lamanya di inggris. Setelah berdiri liga muslim india di tahun 1906 ia membentuk perkumpulan itu di london. Tetapi dalam gerakan khalifah yang di lancarkan Muhammad Ali di india untuk mempertahankan wujud khalifah di istambul yang hendak di hapuskan kemal attaturk, ia turut mengambil bahagian yang aktif dari london.
Sayyid Amir Ali berpendapat dan berkenyakinan bahwa islam bukanlah agama yang membawa kepada kemunduran. Sebaliknya islam adalah agama yang membawa kepada kemajuan dan untuk membuktikan hal itu ia kembali kesejarah islam kelasik. Karena ia banyak menonjolkan kejayaan islam di masa lampau ia di cap penulis-penulis Orientalis, seorang apologis, seorang yang memuja dan rindu kepada masa lampau dan mengatakan kepada lawan : kalau kamu sedang maju sekarang, kami juga pernah mempunyai kemajuan di masa lampau.
Pemikiran pertama yang kembali kesejarah lama untuk membawa bukti bahwa agama islam adalah agama rasional dan agama kemajuan ialah Sayyid Amir Ali. Bukannya The Sfirit Of Islam di cetak pertama kali di tahun 1891, dalam bukunya itu ia kupas ajaran-ajaran islam mengenai tauhid, ibadat, hari akhirat, kedudukan wanitaperbudakan, sistem politik, dan sebagainya. (Nasution, 1996 : 183.)

B. IQBAL

Jika ingin memahami iqbal dn sinifikasinya pesannya, kita perlu mengetahui kondisi anak benua India selama masa hidup Iqbal suatu masa yang berpuncak pada iqbal sendiri. Kita tidak akan mengerti makna pesan iqbal sesungguhnya tanpa menelaah ini, melodi lagunya, dan nyala batin yang membuatnya terus-menerus berjuang. Anak benua India mengalami fase paling sulit dalam sejarahnya selama masa hidup Iqbal.(ali,2003:3) Iqbal berasal dari keluarga miskin, dengan mendapatkan beasiswa dia mendapat pendidikan bagus. Keluarga Iqbal berasal dari keluarga Brahmana Kashmir yang telah memluk agama Islam sejak tiga abad sebelum kelahiran Iqbal, dan menjadi penganut agama Islam yang taat. (mizan,1995:173)
Pada usia sekolah, Iqbal belajar Al Qur’an di surau. Disinilah Iqbal banyak hapal ayat-ayat Al Qur’an yang selanjutnya jadi rujukan pengembangan gagasannya dalam pembaharuan keislamannya.
Selanjutnya di meneruskan ke Scottish Mission School, Sialkot . Disini dia bertemu guru ternama sekaligus teman karib ayahnya, Sayid Mir Hasan. Pengaruh Mir Hasan ini sangat kuat pada dirinya ini dibuktikannya dengan menolak pemberian gelar Sir oleh pemerintah inggris pada tahun 1922, sebelum gurunya mendapat gelar kehormatan pula, yaitu Syams al- ‘Ulama.
Dalam sebuah sajaknya Iqbal mengakuinya :
Cahaya dari keluarga Ali yang penuh berkah
Pintu gerbangnya dibersihkan senatiasa
Bagiku bagaikan Ka’bah
Nafasnya menumbuhkan tunas keinginanku, penuh gairah hingga menjadi kuntum bunga yang merekah indah
Daya kritis tumbuh dalam diriku oleh cahayanya yang ramah
Pada tahun 1895 Iqbal menyelesaikan pelajarannya di Scottish dan pergi ke Lahore. Disini ia melanjutkan studi Government College gurunya adalah - Sir Thomas Arnold. Disini dia mendapatkan dua kali medali emas karena baiknya bahasa Inggris dan Arab karena kejeniusannya pula dia menjadi mahasiswa kesayangan Sir Thomas Arnold. Arnoldlah yang mendorongnya agar -melanjutkan pendidikannya ke Inggris karena melihat kejeniusan Iqbal. Setelah selesai di Government College Iqbal belajar ke Eropa pada tahun 1905. Dari sini pengembangan intelektual Iqbal dimulai. (mizan,1995:43)
Iqbal memilih melanjutkan di Cambridge University, Inggris, ia belajar filsafat dengan Mc. Taggart, kemudian mengambil gelar doktor (Ph.D) di Munich, Jerman dan lulus pada tahun1908 dengan disertasi berjudul The development of Methapysics of Persia. Didalam disertasi inilah Iqbal mengkritik tajam ajaran tasawwuf dengan mengatakan tidak mempunyai dasar yang kukuh dan historis dalam ajaran Islam yang murni. Iqbal melihat ada nilai-nilai baik yang transendental yang tak dimiliki oleh Eropa. Barat, menurut Iqbal, kehilangan semangat spritual dan terlalu menumpukan pada rasio dalam menjawab setiap problematika.”Meskipun ia mengakui Eropa baik, tapi ia yakin Islam lebih baik . Dia kembali dari Eropa sebagai Pan-Islamis bahkan bisa dikatakan sebagai puritan. Perubahan spritual dan ideologis Iqbal makin dalam dari nasionalis menjadi kampiun kebangsaan Muslim dia merasa yakin bahwa antara Hindu dan Islam harus punya negara masing-masing secara terpisah dan tindakannya sendiri sudah jelas.
PEMIKIRAN IQBAL TENTANG SUMBER HUKUM ISLAM
a. AL-QUR’AN
Sebagai seorang Islam yang di didik dengan cara kesufian (mizan,1944:44) , Iqbal percaya kalau al-Qur’an itu memang benar diturunkan oleh Allah kepada - Nabi Muhammad dengan perantara Malaikat Jibril dengan sebenar-benar percaya, kedudukannya adalah sebagai sumber hukum yang utama dengan pernyataannya “The Qur’an is a book which emphazhise ‘deed’ rather than ‘idea’ “ (al Qur’an adalah kitab yang lebih mengutamakan amal daripada cita-cita) . Namun demikian dia menyatakan bahwa bukanlah al – Qur’an itu suatu undang-undang. Dia dapat berkembang sesuai dengan perubahan zaman, pintu ijtihad tidak pernah tertutup.
Tujuan sebenarnya al Qur’an adalah - membangkitkan kesadaran manusia yang lebih tinggi dalam hubungannya dengan Tuhan dan alam semesta, Qaur’an tidak memuatnya secara detail maka manusialah dituntut pengembangannya.Ini didalam rumusan fiqh dikembangkan dalam prinsip ijtihad, oleh iqbal disebut prinsip gerak dalam struktur Islam. Disamping itu al – Qur’an memandang bahwa kehidupan adalah satu proses cipta yang kreatif dan progresif. Oleh karenanya, walaupun al – Qur’an tidak melarang untuk mempertimbangkan karya besar ulama terdahulu, namun masyarakat juga harus berani mencari rumusan baru secara kreatif dan inovatif untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang mereka hadapi.. “ Akibat pemahaman yang kaku terhadap pendapat ulama terdahulu, maka ketika masyarakat bergerak maju, hukum tetap berjalan di tempatnya”.
Akan tetapi, kendatipun Iqbal sangat menghargai perubahan dan penalaran ilmiah dalam memahami al Qur’an, namun dia melihat ada dimensi-dimensi didalam al Qur’an yang sudah merupakan ketentuan yang baku dan tidak dapat dirubah serta harus dikonservasikan, sebab ketentuan itu berlaku konstan. Menurutnya para mullah dan sufi telah membawa umat Islam jauh dari maksud al Qur’an sebenarnya. Pendekatan mereka tentang hidup menjadi negatif dan fatalis. Iqbal mengeluh ketidakmampuan umat Islam India dalam mamahami - al -Qur’an disebabkan ketidakmampuan terhadap memahami bahasa Arab dan telah salah impor ide-ide India ( Hindu ) dan Yunani ke dalam Islam dan - al-Qur’an. Dia begitu terobsesi untuk menyadarkan umat islam untuk lebih progresif dan dinamis dari keadaan statis dan stagnan dalam menjalani kehidupan duniawi. Karena berdasarkan pengalaman, agama Yahudi dan Kristen telah gagal menuntun umat manusia menjalani kehidupan. Kegagalan Yahudi disebabkan terlalu mementingkan segi-segi legalita dan kehidupan duniawi. Sedangkan Kristen gagal dalam memberikan nilai-nilai kepada pemeliharaan negara, undang-undang dan organisasi, karena lebih mementingkan segi-segi ritual dan spritual saja. Dalam kegagalan kedua agama tersebut al-Qur’an berada ditengah-tengah dan sama-sama mementingkan kehidupan individual dan sosial ;ritual dan moral. Al-Qur’an mengajarkan keseimbangan kedua sisi kehidupan tersebut, tanpa membeda-bedakannya. Baginya antara politik pemerintahan dan agama tidak ada pemisahan sama sekali, inilah yang dikembangkannya dalam merumuskan ide berdirinya negara Pakistan yang memisahkan diri dari India yang mayoritas Hindu.
Pandangan Iqbal tentang kehidupan yang equilbirium antara moral dan agama ; etik dan politik ; ritual dan duniawi, sebenarnya bukanlah hal yang baru dalam pemikiran Islam. Namun, dalam perjalanan sejarah, pemikiran demikian terkubur bersama arus kehidupan politik umat Islam yang semakin memburuk, terutama sejak keruntuhan dan kehancuran Bagdad, 1258. sehingga masyarakat Islam tidak mampu lagi menangkap visi dinamis dalam doktrin Islam - (al-Qur’an).
Akhirnya walaupun tidak ditegaskan kedalam konsep oleh para mullah lahirlah pandangan pemisahan antara kehidupan dunia dan agama yang menyeret umat untuk meninggalkan kehidupan duniawi, akibatnya, hukum pun menjadi statis dan al-Qur’an tidak mampu di jadikan sebagai referensi utama dalam hal menjawab setiap problematika.
Inilah yang terjadi dalam lingkungan sosial politik umat Islam. Oleh sebab itu, Iqbal ingin menggerakkan umat Islam untuk kreatif dan dinamis dalam menghadapi hidup dan menciptakan perubahan-perubahan dibawah tuntunan ajaran al – Qur’an. Nilai-nilai dasar ajaran al – Qur’an harus dapat dikembangkan dan digali secara serius untuk dijadikan pedoman dalam menciptakan perubahan itu. Kuncinya adalah dengan mengadakan pendekatan rasional al – Qur’an dan mendalami semangat yang terkandung didalamnya, bukan menjadikannya sebagai buku Undang-undang yang berisi kumpulan peraturan-peraturan yang mati dan kaku.
Akan tetapi, kendatipun Iqbal sangat menghargai perubahan dan penalaran ilmiah dalam memahami al – Qur’an, namun ia melihat ada dimensi-dimensi didalam al – Qur’an yang sudah merupakan ketentuan yang baku dan tidak dapat dirubah serta harus di konservasikan ( pertahankan), sebab ketentuan itu berlaku konstan.18
b. AL-HADIST
Sejak dulu hadist memang selalu menjadi bahan yang menarik untuk dikaji. Baik umat Islam maupun kalangan orientalis. Tentu saja maksud dan titik berangkat dari kajian tersebut berbeda pula. Umat Islam didasarkan pada rasa tanggung jawab yang begitu besar terhadap ajaran Islam. Sedangkan orientalis mengkajinya hanya untuk kepentingan ilmiah. Bahkan terkadang hanya untuk mencari kelemahan ajaran Islam itu lewat ajaran Islam itu sendiri.
Kalangan orientalis yang pertama kali melakukan studi tentang hadist adalah Ignaz Goldziher. Menurutnya sejak masa awal Islam dam masa-masa berikutnya , mengalami proses evolusi, mulai dari sahabat dan seterusnya hingga menjadi berkembang di mazhab-mazhab fiqih. Iqbal menyimpulkan bahwa dia tidak percaya pada seluruh hadist koleksi para ahli hadist. (Iqbal, 1994 : 74-75)
Iqbal setuju dengan pendapat Syah Waliyullah tentang hadist, yaitu cara Nabi dalam menyampaikan Da’wah Islamiyah adalah memperhatikan kebiasaan, cara-cara dan keganjilan yang dihadapinya ketika itu. Selain itu juga Nabi sangat memperhatikan sekali adat istiadat penduduk setempat. Dalam penyampaiannya Nabi lebih menekankan pada prinsip-prinsip dasar kehidupan sosial bagi seluruh umat manusia, tanpa terikat oleh ruang dan waktu. Jadi peraturan-peraturan tersebut khusus untuk umat yang dihadapi Nabi. Untuk generasi selanjutnya, pelaksanaannya mengacu pada prinsip kemaslahatan. Dari pandangan ini Iqbal menganggap wajar saja kalau Abu hanifah lebih banyak mempergunakan konsep istihsan dari pada hadist yang masih meragukan kualitasnya. Ini bukan berarti hadist-hadist pada zamannya belum dikumpulkan, karena Abdul Malik dan Al Zuhri telah membuat koleksi hadist tiga puluh tahun sebelum Abu Hanifah wafat. Sikap ini diambil Abu Hanifah karena ia memandang tujuan-tujuan universal hadist daripada koleksi belaka.
Oleh karenanya, Iqbal memandang perlu umat Islam melakukan studi mendalam terhadap literatur hadist dengan berpedoman langsung kepada Nabi sendiri selaku orang yang mempunyai otoritas untuk menafsirkan wahyu-Nya. Hal ini sangat besar faedahnya dalam memahami nilai hidup dari prinsip-prinsip hukum Islam sebagaimana yang dikemukakan al – Qur’an.
Pandangan Iqbal tentang pembedaan hadist hukum dan hadist bukan hukum agaknya sejalan dengan pemikiran ahli ushul yang mengatakan bahwa hadist adalah penuturan, perbuatan dan ketetapan Nabi saw.yang berkaitan dengan hukum; seperti mengenai kebiasaan-kebiasaan Nabi yang bersifat khusus untuknya, tidak wajib diikuti dan diamalkan.
C. JINNAH
Muhammad Ali Jinnah adalah anak seorang saudagar dan lahir di Karachi pada tanggal 25 Desember 1876. Di masa remaja ia telah pergi ke London untuk meneruskan studi dan di sanalah ia memperoleh kesarjanaannya dalam bidanghukum di tahun 1896. Pada tahun itu juga ia kembali ke India dan bekerja sebagai pengacara di Bombay. Tiada lama sesudah itu ia menggabungkan diri dengan Partai Kongres.
Pada tahun 1913 itu juga Jinnah dipilih menjadi Presiden Liga Muslimin. Pada waktu itu ia masih mempunyai keyakinan bahwa kepentingan umat Islam India dapat dijamin melalui ketentuan-ketentuan tertentu dalam Undang-Undang Dasar. Untuk itu ia mengadakan pembicaraan dan perundingan dengan pihak Kongres Nasional India. Salah satu hasil dari perundingan ialah perjanjian Lucknow 1916. menurut perjanjian itu ummat Islam India akan memperoleh daerah pemilihan terpisah dan ketentuan ini akan dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar India yang akan disusun kelak kalau telah tiba waktunya. (Nasution,1996:197)

Selanjutnya dalam Konferensi Meja Bundar London yang diadakan pada tahun 1930-1932 ia menjumpai hal-hal yang menimbulkan perasaan kecewa dalam dirinya. Ia memutuskan mengundurkan diri dari lapangan polotik dan menetap di London. Di sana ia bekerja sebagai pengacara. Dalam pada itu Liga Muslimin perlu pada pimpinan baru lagi aktif, maka di tahun 1934 ia diminta pulang oleh teman-temannya dan pada tahun itu juga ia dilih menjadi Ketua tetap dari Liga Muslimin. Dibawah pimpinan Jinnah kali ini, Liga Muslimin berobah menjadi gerakan rakyat yang kuat.

Dengan adanya perkembangan ini ummat Islam India, tiba-tiba mulai sadar, demikian Al-Biruni menulis, bahwa apa yang ditakutkan Sir Sayyid Ahmad Khan dan Vigar Al-Mulk sebelumnya, sekarang mulai menjadi kenyataan, kekuasaan Hindu mulai terasa. Para Perdana Menteri Punjab, Bengal dan Sindi juga mulai mengadakan kerjasama dengan Jinnah. Sokongan ummat Islam India kepada Jinnah dan Liga Muslimin bertambah kuat lagi dan ini ternyata dari hasil pemilihan 1946. di Dewan pusat (Central Assembly) seluruh kursi yang disediakan untuk golongan Islam, dapat diperoleh oleh Liga Muslimin. Kedudukan Jinnah dalam perundingan dengan Inggris dan Partai Kongres Nasional India mengenai masa depan Ummat Islam India bertambahkuat.


Di tahun 1942 Inggris telah mengeluarkan janji akan memberi kemerdekaan kepada India sesudah Perang Dunia 11 selesai. Pelaksanaannya mulai dibicarakan dari tahun 1945.
Dalam pada itu diputuskan untuk mengadakan sidang Dewan Kostitusi pada bulan Desember 1946, dan Jinnah melihat bahwa dalam suasana demikian sidang tidak bisa diadakan dan oleh karena itu meminta supaya ditunda. Setahun kemudian keluarlah putusan Inggris untuk menyerahkan kedaulatan kepada dua Dewan Konstitusi, satu untuk Pakistan dan satu untuk India. Pada tanggal 14 Agustus 1947 Dewan Konstitusi Pakistan dibuka dengan resmi dan keesokan harinya 15 Agustus 1947 Pakistan lahir sebagai negara bagi ummat Islam India. Jinnah diangkat menjadi Gubernur Jenderal dan mendapat gelar Qaid-i-Azam (pemimpin Besar) dari rakyat Pakistan.
Pembaharuan-pembaharuan di India mempunyai peranan masing-masing, disengaja atau tidak, dalam perwujudan Pakistan. Sayyid Ahmad Khan denganm idenya tentang pentingnya ilmu pengetahuan, Sayyid Amir Ali dengan idenya bahwa Islam tidak menentang kemajuan modern, dan Iqbal dengan ide dinamikanya, amat membantu bagi usaha-usaha Jinnah dalam menggerakan ummat Islam India, yang seratus tahun yang lalu masih merupakan masyarakat yang berada dalam kemunduran, untuk menciptakan negara dan masyarakat Islam modern di anak benua India.noerhayati. (wordpress.com/2008/06/02/tokoh-tokoh-islam)

D. ABU KALAM AZAT
Kendatipun dia menjadi ikon nasionalisme sekular di India saat ini, Azad sebenarnya lahir di Mekkah pada 1888 dan tinggal di sana sampai berusia tujuh tahun. Ayahnya Khairuddin, seorang tokoh sufi berasal dari Calcutta (sekarang Kolkata) West Bengal, dibujuk oleh murid-murid sufinya yang dari Calcutta untuk kembali ke kota itu. Di bawah pengawasan ketat ayahnya, Azad melanjutkan mempelajari ilmu-ilmu agama, walaupun dia kurang suka dengan cara dan metode restriktif dan otoritarian dalam pengajaran silabusnya.
Oleh karena itu, atas prakarsa sendiri, Azad muda secara diam-diam mempelajari juga buku-buku dalam bahasa Urdu dan syair-syair Persia dan bahkan belajar memainkan sitar. Selama masa itu dia juga mengalami suatu rasa muak terhadap sikap ‘penyembahan’ murid-murid sufi terhadap ayahnya yang menjadi mursyid (urdu pir) dan lenyapnya kemauan untuk menggantikan posisi ayahnya sebagaimursyidkelak.
Pada umur tigabelas tahun, Azad betul-betul tidak betah belajar agama dan mulai rajin membaca karya-karya pemikir Islam moderat Sir Syed Ahmad Khan. Namun demikian, rasionalisme Sir Syed malah semakin memperkuat keraguan Azad muda tentang agama. Dan saat itulah yakni dari umur 14 sampai 22 tahun, menurut penuturannya sendiri, dia mengalami masa-masa menjadi atheis. Dalam kurun waktu masa remajanya dia tampak akrab dengan tokoh revolusi Hindu Bengal. Gabungan dari perjalanan singkatnya ke Timur Tengah dan kemampuannya membaca buku-buku berbahasa Arab akhirnya membawanya ke dalam ide-ide reformis Sheikh Muhammad Abduh, Mesir dan nasionalisme dan anti-imperialisme-nya Mustafa Kamal.
Setelah periode kekeringan spiritual ini, Azad, pada akhir 1909, merasakan pengalaman mistikal/emosional yang memperbarui rasa keimanannya pada agama dan mengubah kepribadiannya secara dramatis. Menyusul ‘konversi’-nya ini, karir Azad mulai tinggal landas pada 1912 dengan terbitnya jurnalnya dalam bahasa Urdu Al-Hilal. Dengan bahasa yang khas, jurnal Al-Hilal mengajak umat untuk kembali pada ajaran Islam ‘murni’ dan pada waktu yang sama, menuntut kemerdekaan India. Melalui interpretasinya terhadap Islam, Azad ingin mengajak Muslim India dalam platform gerakan kemerdekaan dan bekerja sama dengan umat Hindu. Kendati sebelumnya sangat mengagumi Sir Syed Ahmad Khan, Azad menjadi pengeritik keras atas sikap politik loyalis Sir Syed dan Aligarh University.
Berbeda dengan apa yang dinyatakan dalam sejumlah historiografi di India dan Pakistan, kerja sama Hindu-Muslim bukanlah sesuatu yang diadopsi Azad berdasarkan kelayakan (expediency) atau setelah pertemuannya dengan Mahatma Gandhi. Walaupun jurnalnya ambigu dalam metode kerja sama spesifik dan pengaturan politik pasca merdeka, kesatuan Hindu-Muslim menjadi idenya yang parsial sejak awal. Hal ini terbukti dari esainya yang tajam pada 1910 tentang tokoh sufi moderat Sarmad. Akan tetapi, ada senandung revivalis pada Al-Hilal yang oleh para kritikus di kemudian hari dikatakan sebagai menimbulkan kesadaran komunal di kalangan Muslim tertentu, kendati cara-cara retorik dipakai untuk membangkitkan kalangan Muslim keluar dari kemalasan politik (Ian Henderson Douglas:1993).
Ketika Perang Dunia I berkecamuk di Eropa, pemerintahan Inggris, menganggap jurnal Al-Hilal penghasut, mengusir Azad dari Bengal dan diasingkan di Ranchi selama tiga setengah tahun. Beberapa minggu setelah bebas, dia bertemu Mahatma Gandhi di Delhi untuk pertama kalinya; menerima program non-koperasi-nya Gandhi dan menjadi tokoh Muslim pertama di India yang mendeklarasikan diri sebagai aliansi Mahatma Gandhi. Pembunuhan masal di Jallianwala Bagh membuat seluruh orang India marah, tetapi Muslim India juga gelisah melihat cara pemerintahan Inggris mengatasi empirium Turki dan Pergerakan Khilafat dalam waktu Perang Dunia I. Setelah konsultasi dengan Azad, Gandhi membujuk Congress untuk menuntut perlindungan terhadap Khilafat sebagai bagian dari tuntutan nasional untuk kemerdekaan. Hubungan yang tumpang tindih antara Congress dan Khilafat Confrence berujung pada dibawanya Muslim India dalam jumlah besar ke dalam pergerakan kemerdekaan.
Pada 1921 kesatuan Hindu-Muslim di India tampaknya mencapai puncak keakraban. Tidak lama kemudian Azad-pun ditangkap. Kendatipun solidaritas berhasil dicapai secara impresif, namun terbukti berumur pendek; ketika Azad dibebaskan pada 1923, India mengalami gelombang kuat kerusuhan komunal. Di samping adanya faktor-faktor penting lain, Muslim India terhenyak dari angan-angan mereka karena adanya kebijakan pemerintahan Turki untuk menghapus Khilafat. Akibat ambigu dari Pergerakan Khilafat telah mengundang kritik dari kritikus sejarah di kemudian hari terhadap usaha-usaha Azad yang ‘mencampur’ agama dengan politik. Dengan memakai argumen Qur’an secara tidak sistematis guna mendukung Pergerakan Khilafat dan kerja sama Hindu-Muslim, dikatakan bahwa Azad secara kurang hati-hati telah menanamkan politik identitas pada kalangan Muslim dan membiarkan beberapa idenya disalahpahami oleh kepentingan-kepentingan komunal.
Azad mulai menyadari bahwa dalam politik dia hanya dapat terpandu oleh prinsip-prinsip umum agamanya dan oleh pengetahuannya akan sejarah Muslim India, bukan oleh perintah-perintah tekstual Qur’an yang spesifik. Pada waktu itu, dia juga semakin aktif dalam panggung Congress, dan kapabilitas mediatornya secara luas telah mencegah terjadinya perpecahan dalam partai Congress antara konstitusionalis semacam Motilal Nehru dan non-koperasionis seperti Vallabhai Patel. Walaupun dia terus melanjutkan usaha-usahanya untuk membawa berbagai organisasi Muslim sejalan dengan Congress dan terlibat dalam pergerakan kemerdekaan, namun pada 1928 perbedaan serius mencuat antara Congress dan sejumlah organisasi semacam Muslim League dan Khilafat Conference berkenaan dengan laporan Nehru. Azad terpaksa memutuskan hubungan dengan kedua organisasi Muslim tersebut.
Pada 1930, Congress mendeklarasikan kemerdekaan penuh sebagai tujuan pergerakan nasional, dan pemberontakan sipil berlanjut dengan penuh semangat menyusul Salt March-nya Gandhi yang terkenal. Azad ditahan dua kali berturut-turut selama periode ini, dan kemudian dilepas pada 1936 bersama kalangan pemimpin Congress yang lain. Dalam masa-masa penahanannya inilah Azad, yang akrab dipanggil Maulana (Jawa kyai), berhasil menyelesaikan edisi pertama karyanya yang terkenal Tarjuman al-Qur’an, terjemahan dan tafsir Qur’an dalam bahasa Urdu. Edisi kedua yang diperluas terbit pada 1940-an. Terjemahan dan tafsirnya yang belum rampung ini menjadi pernyataan teologisnya yang paling definitif, walaupun kontroversial, tentang bagaimana semestinya sikap keberagamaan Muslim India dalam suasana pluralitas agama dan sekularitas politik. Oleh karena itu, dia mengartikulasikan sebuah Islam yang ramah terhadap bentuk-bentuk lain monoteisme, khususnya Hinduisme, dan yang menekankan pada sikap etika kebaikan yang umum (Rajmohan Gandhi: 1986). Kendati karyanya merupakan usaha besar untuk menanamkan etos liberal pada Islam, patut disayangkan ternyata Tarjuman al-Qur’an tidak mendapat sambutan dan pengaruh besar seperti yang dia harapkan. Kontroversi yang ditimbulkan oleh karyanya ini, khususnya dari kalangan ulama yang mendukungnya secara politis, menghilangkan aspirasinya untuk menelorkan karya yang lebih besar dan komprehensif dalam pembaruan agama dan reinterpretasi.
Menyusul meninggalnya M.A. Ansari pada 1936, Azad menjadi tokoh Muslim paling berpengaruh di Congress. Pada 1939 dia terpilih menjadi Presiden partai Congress, walaupun dia bukan Muslim pertama yang menduduki posisi itu. Pada periode 1930-an Muslim League di bawah kepemimpinan Ali Jinnah mendapat angin, yang disebabkan antara lain oleh kekecewaan sebagian kalangan Muslim atas sikap pemerintahan propinsi yang dipimpin Congress. Pidato kepresidenan Azad dalam sesi Ramgarh partai Congress pada 1940 — yang terjadi hanya selang beberapa hari sebelum Pakistan Resolution-nya Jinnah yang historik — di samping mengartikulasikan pandangan kalangan Muslim nasionalis, juga menjadi pernyataan klasik tentang sekularisme India dan penolakannya atas teori dua negara.
Sayangnya, di samping terperangkap dalam ketegangan antara Hindu dan Muslim komunalis, Azad pada saat ini menjadi korban kampanye kebencian oleh lawan-lawan politiknya yang Muslim yang cukup berpengaruh. Akibatnya banyak kalangan agama, dan kalangan terdidik moderat yang awalnya menghargai kepribadian dan ide-ide pembaruannya berbalik menentangnya. Kendati dia mampu menarik ribuan massa dengan kemampuan orasinya apabila diperlukan, akan tetapi rasa kebanggaannya dan kepribadiannya yang elegan mencegahnya untuk mengkonter lawan-lawan politiknya secara publik. Watak aristokratik dan intelektualitasnya juga membuatnya tidak terjun langsung pada kalangan massa Muslim ketika intervensi semacam itu dibutuhkan.
Azad ditahan untuk yang kelima kalinya pada 1940, menyusul kampanye terbatas pemberontakan sipil, dan dibebaskan setahun kemudian. Pada 1942, menyusul Pergerakan Quit India yang lebih komprehensif, dia bersama kalangan pimpinan Congress yang lain, ditahan lagi. Begitu dibebaskan pada 1946, Azad tetap menempati posisi sebagai Presiden partai Congress sepanjang tahun-tahun Perang. Selama masa kepemimpinannya, dia mencoba mendorong Congress untuk mencari solusi atas ketakutan kalangan Muslim dan berusaha membuat sejumlah konsesi dengan Muslim League yang dipimpin Ali Jinnah guna menghindari pecahnya India, tetapi sikap bersikeras Jinnah dan sejumlah kesalahan yang dilakukan Congress membuat pecahnya India menjadi dua negara tidak dapat terhindarkan lagi.
Azad, walaupun dengan agak ragu-ragu, akhirnya melepaskan kursi kepresidenan partai Congress pada 1946, dengan harapan bahwa hal ini akan membuka jalan rekonsiliasi antara Congress dan Muslim League; karena selama ini Muslim League menolak mengakui kehadiran seorang Muslim dalam Congress. Dia bahkan menolak kursi kabinet pemerintahan koalisi yang terbentuk pada tahun itu, tetapi pada 1947, atas desakan Gandhi, dia menjadi Menteri Pendidikan. Azad menentang keras rencana Lord Mounbatten, viceroy Ratu Inggris di India, untuk memecah India (Syeda Saiyidain Hameed: 1998). Tetapi pada Maret tahun itu juga, pemisahan (partition) itu tak terelakkan lagi; polarisasi dalam tubuh pemerintahan interim yang terdiri dari Congress dan Muslim League, dan meningkatnya kekerasan komunal di seluruh India semakin tak terkendali. Kendatipun, sebagaimana Gandhi, dia terpaksa menerima pemisahan itu, tetapi jauh dalam relung hatinya dia tidak dapat menyembunyikan kekecewaan dan sakit hatinya atas peristiwa partition dan pertumpahan darah yang terjadi setelahnya.
Menyusul Kemerdekaan India, dia memegang jabatan Menteri Pendidikan selama sepuluh tahun. Dan walaupun bukan seorang administrator yang efektif, tetapi selama masa jabatannya sempat membuat beberapa kebijakan penting seperti mengadakan pendidikan teknis bagi perempuan dan orang dewasa, pendirian akademi sastra, dan menolak membuang bahasa Inggris sebagai bahasa nasional. Sebagaimana pada masa-masa sebelumnya, dia tetap tidak dapat memproyeksikan dirinya dalam kesalihan mistis seperti, umpamanya, Baba Farid yang dibutuhkan untuk menarik massa Muslim dan Hindu padanya; tetapi kepercayaannya pada pluralisme agama dan butuhnya sebuah pandangan humanistik semakin berkembang. Dia bahkan secara terbuka sering menyatakan dalam sejumlah pidatonya akan adanya persamaan antara pemikiran Veda dan Sufi. Masa-masa terakhirnya ditandai dengan kesedihan dan kesepian, sebuah konsekuensi logis dari kehidupan yang dilalui secara sangat individualistik. Maulana Abul Kalam Azad wafat pada 1958 akibat stroke dan dikebumikan dalam sebuah tempat terhormat di Old Delhi dekat Jama Masjid..
Membandingkan Azad dengan Ali Jinnah adalah sebuah ironi. Azad, yang memiliki keilmuan Islam mumpuni memilih pandangan nasionalisme sekuler berdasarkan sensibilitas religius personal, sementara Ali Jinnah, seorang modernis dengan didikan agama yang minimal, memilih jalan perjuangan berdirinya negara Islam yang terpisah hanya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan politik praktis.


E. ABUL A’LA MAUDIDI
Pada usia sebelas tahun, Maududi masuk sekolah di Aurangabad. Di sini ia mendapatkan pelajaran modern. Namun, lima tahun kemudian ia terpaksa meninggalkan sekolah formalnya setelah ayahnya sakit keras dan kemudian wafat. Yang menarik, pada saat itu Maududi kurang menaruh minat pada soal-soal agama, ia hanya suka politik. Karenanya, Maududi tidak pernah mengakui dirinya sebagai ‘alim. Kebanyakan biografi Maududi hanya menyebut dirinya sebagai jurnalis yang belajar agama sendiri. Semangat nasionalisme Indianya tumbuh subur. Dalam beberapa esainya, ia memuji pimpinan Partai Kongres, khususnya Mahatma Gandhi dan Madan Muhan Malaviya. (arifrahmanlubis.files.wordpress.com/2008/.../abul-ala-al-maudidi-biograpy.pdf)
Pada 1919 dia ke Jubalpur untuk bekerja di minggua partai pro Kongres yang bernama Taj. Di sini dia jadi sepenuhnya aktif dalam gerakan khilafah, serta aktif memobilisasi kaum muslim untuk mendukung Partai Kongres.Kemudian Maududi kembali ke Delhi dan berkenalan dengan pemimpin penting Khilafah seperti Muhammad ‘Ali. Bersamanya, Maududi menerbitkan surat kabar nasionalis, Hamdard. Namun itu tidak lama. Selama itulah pandangan politik Maududi kian religius. Dia bergabung dengan Tahrik-I Hijrah (gerakan hijrah) yang mendorong kaum muslim India untuk meninggalkan India ke Afganistan yang dianggap sebagai Dar al-Islam (negeri Islam).
Pada 1921 Maududi berkenalan dengan pemimpin Jami’ati ‘Ulama Hind (masyarakat ulama India). Ulama jami’at yang terkesan dengan bakat maududi kemudian menarik Maududi sebagai editor surat kabar resmi mereka, Muslim. Hingga 1924 Maududi bekerja sebagai editor muslim. Disinilah Maududi menjadi lebih mengetahui kesadaran politik kaum muslimin dan jadi aktif dalam urusan agamanya. Namun, saat itu tulisan-tulisannya belum juga mengarah pada kebangkitan Islam.
Di Delhi, Maududi memiliki peluang untuk terus belajar dan menumbuhkan minat intelektualnya. Ia belajar bahasa Inggris dan membaca karya-karya Barat. Jami’at mendorongnya untuk mengenyam pendidikan formal agama. Dia memulai dars-I nizami, sebuah silabus pendidikan agama yang populer di sekolah agama Asia Selatan sejak abad ke delapan belas. Pada 1926, ia menerima sertifikat pendidikan agama dan jadi ulama.
Runtuhnya khilafah pada 1924 mengakibatkan kehidupan Maududi mengalami perubahan besar. Dia jadi sinis terhadap nasionalisme yang ia yakini hanya menyesatkan orang Turki dan Mesir, dan menyebabkan mereka merongrong kesatuan muslim dengan cara menolak imperium ‘Utsmaniah dan kekhalifahan muslim. Dia juga tak lagi percaya pada nasionalisme India. Dia beranggapan bahwa Partai Kongres hanya mengutamakan kepentingan Hindu dengan kedok sentimen nasionalis. Dia ungkapkan ketidaksukaannya pada nasionalisme dan sekutu muslimnya.
Sejak itu, sebagai upaya menentang imperialisme, Maududi menganjurkan aksi Islami, bukan nasionalis. Ia percaya aksi yang ia anjurkan akan melindungi kepentingan muslimin. Hal ini memberi tempat bagi wacana kebangkitan.
Pada 1925, seorang Muslim membunuh Swami Shradhnand, pemimpin kebangkitan Hindu. Swami memancing kemarahan kaum muslimin karena dengan erang-terangan meremehkan keyakinan kaum muslimin. Kematiannya Swami menimbulkan kritik media massa bahwa Islam adalah agama kekerasan. Maududi pun bertindak. Ia menulis bukunya yang terkenal mengenai perang dan damai, kekerasan dan jihad dalam Islam, Al Jihad fi Al Islam. Buku ini berisi penjelasan sistematis sikap Muslim mengenai jihad, sekaligus sebagai tanggapan atas kritik terhadap Islam. Buku ini mendapat sambutan hangat dari kaum muslimin. Hal ini semakin menegaskan Maududi sebagai intelektual umat.
Sisa terakhir pemerintahan muslim pada saat itu kelihatan semakin tidak pasti. Maududi pun berupaya mencari faktor penyebab semakin pudarnya kekuasaan muslim. Dia berkesimpulan, selama berabad-abad Islam telah dirusak oleh masuknya adat istiadat lokal dan masuknya kultur asing yang mengaburkan ajaran sejatinya. Karenanya Maududi mengusulkan pembaharuan Islam kepada pemerintahan saat itu, namun tidak digubris. Hal ini mendorong Maududi mencari solusi sosio-politik menyeluruh yang baru untuk melindungi kaum muslimin.
Gagasannya ia wujudkan dengan mendirikan Jama’at Islami (partai Islam), tepatnya pada Agustus 1941, bersama sejumlah aktifis Islam dan ulama muda. Segera setelah berdiri, Jama’ati Islami pindah ke Pathankot, tempat dimana Jama’at mengembangkan struktur partai, sikap politik, ideologi, dan rencana aksi.
Sejak itulah Maududi mengosentrasikan dirinya memimpin umat menuju keselamatan politik dan agama. Sejak itu pula banyak karyanya terlahir di tengah-tengah umat. Ketika India pecah, Jama’at juga terpecah. Maududi, bersama 385 anggota jama’at memilih Pakistan. Markasnya berpindah ke Lahore, dan Maududi sebagai pemimpinnya. Sejak itu karir politik dan intelektual Maududi erat kaitannya dengan perkembangan Jama’at. Dia telah "kembali" kepada Islam, dengan membawa pandangan baru yang religius.







Kesimpulan


Menurut Sayyid Amir Ali, Pemikiran pertama yang kembali kesejarah lama untuk membawa bukti bahwa agama islam adalah agama rasional dan agama kemajuan. Ideologis Iqbal bahwa antara Islam dan Hindu harus mempunyai masing-masing negara yang terpisah karena tidak mungkin dapat di satukan. Jinnah juga melakukan pembaharuan demi kemajuan islam modern, Abu Kalam Azat Membandingkan Azad dengan Ali Jinnah adalah sebuah ironi. Azad, yang memiliki keilmuan Islam mumpuni memilih pandangan nasionalisme sekuler berdasarkan sensibilitas religius personal, sementara Ali Jinnah, seorang modernis dengan didikan agama yang minimal, memilih jalan perjuangan berdirinya negara Islam yang terpisah hanya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan politik praktis. Abu A’la Maududi berkesimpulan, selama berabad-abad Islam telah dirusak oleh masuknya adat istiadat lokal dan masuknya kultur asing yang mengaburkan ajaran sejatinya. Karenanya Maududi mengusulkan pembaharuan Islam kepada pemerintahan saat itu, namun tidak digubris. Hal ini mendorong Maududi mencari solusi sosio-politik menyeluruh yang baru untuk melindungi kaum muslimin.



DAFTAR PUSTAKA


Khamene’i, Ali dkk. 2003, Iqbal Dalam Pandangan Pemikir Syi’ah. Jakarta : Islamic Center Jakarta.

Nasution, Harun. 2003, Pembaharuan Dalam Islam. Jakarta : PT Bulan Bintang.

Nasution, Harun. 1996, Pembaharuan Dalam Islam. Jakarta : PT Bulan Bintang.

Noerhayati.wordpress.com/2008/06/02/tokoh-tokoh-islam


Muzani, Syaiful.1995, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun Nasution. Bandung : Mizan.

Ensiklopedi Islam. (PT. Ichtiar Baru Van Hoeve. Jakarta . 2003).

)))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))
Disusun Oleh
Syawaluddin (08 29 012)
Efsa Polozi (08 29 020)


Dosen Pembimbing :
Muhtaraom, M.Pd.I

Gerakan Revitalisme Pasca Mustafa Kemal

 Gerakan Revitalisme Pasca Mustafa Kemal




BAB I
PENDAHULUAN

Turki adalah negara dimana kekhalifahan terbesar Islam pernah ada disana, yakni Turki Ustmani. Oleh karena itu, keterikatan bangsa Turki terhadap Islam sangat kuat. Islam sudah menyatu dalam kehidupan nasional rakyat Turki. Namun, kejayaan Turki Ustmani ada masanya, dan setelah runtuhnya kejayaan Turki Ustmani, seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern memasuki dunia Islam, muncullah gerakan-gerakan pembaharuan di Turki. Pembaharuan-pembaharuan tersebut bertujuan membawa umat Islam Turki kepada kemajuan. Kontak dengan dunia barat melalui perkembangan IPTEK menginspirasi seorang Mustafa Kemal untuk melakukan pembaharuan secara besar-besaran di Turki dengan memproklamirkan Republik Turki pada tanggal 29 Oktober 1923. Dengan demikian seorang Mustafa Kemal telah merubah sistem kekhalifahan yang telah ada ratusan tahun
Dalam suasana serupa inilah muncul Mustafa Kemal, seorang pemimpin Turki baru, yang menyelamatkan kerajaan Utsmani dari kehancuran total dan bangsa Turki dari penjajahan  Eropa. Ialah pencipta Turki modern dan atas jasanya, ia mendapat gelar Ataturk (Bapak Turki). Lantas siapakah Mustafa Kemal tersebut dan bagaimanakah prinsip pemikiran pembaharuan yang dilakukannya?


BAB II

PEMBAHASAN

  1. BIOGRAFI SINGKAT MUSTAFA KEMAL ATATURK

Mustafa Kemal Ataturk lahir di Salonika pada tahun 1881. Orang tuanya bernama Ali Riza seorang pegawai biasa di salah satu kantor pemerintah di kota itu, sedangkan ibunya bernama Zubayde, seorang wanita yang amat dalam perasaan keagamaannya. Ali Riza meninggal dunia saat Mustafa Kemal berusia tujuh tahun. Ia kemudian diasuh oleh ibunya.
Riwayat pendidikan Mustafa Kemal dimulai sejak tahun 1893 ketika ia memasuki sekolah Rushdiye (sekolah menengah militer Turki). Pada tahun 1895 ia masuk ke akademik militer di kota Monastir dan pada 13 Maret 1899 ia masuk ke sekolah ilmu militer di Istambul sebagai kadet pasukan infanteri. Tahun 1902 ia ditunjuk menjadi salah satu staf pengajar dan pada bulan Januari 1905 ia lulus dengan pangkat kapten.
Kehidupan Mustafa Kemal sejak 1905 sampai dengan 1918 diwarnai dengan perjuangan untuk mewujudkan identitas kebangsaan Turki. Sebagai pejabat militer di dalam imperium Turki Usmani saat itu, ia mendirikan sebuah organisasi yang bernama Masyarakat Tanah Air (Fatherland Society). Ia juga bergabung bersama Kongres Turki Muda yang membentuk Komite Kebangsaan dan Kemajuan (Committee for Union and Progress).
Setelah berakhirnya Perang Dunia I, tepatnya pada tahun 1919 Mustafa Kemal berusaha mewujudkan prinsip-prinsip generasi Turki Muda. Di bawah kepemimpinannya, elit nasional Turki berhasil memobilisir perjuangan rakyat Turki dan melawan pendudukan asing. Rakyat Turki berhasil memukul mundur kekuatan penjajahan dari tanah bangsa Turki, yang secara tidak langsung menjadi kemenangan awal bagi Mustafa Kemal.[1]
Mustafa Kemal berjuang sekuat-kuatnya untuk mewujudkan prinsip-prinsip Turki Muda sehingga ia mampu memobilisir perjuangan dan  mengadakan perlawanan terhadap penduduk asing. Maka dengan terjadinya peristiwa ini secara tidak langsung manjadi tonggak awal kemenangan Mustafa Kemal.

Selanjutnya, imelalui gerakan politis dan diplomatis di parlemen Majelis Nasional Agung (Grand National Assembly), di mana dalam parlemen in Mustafa Kemal menjadi ketuanya, ia berhasil mendirikan rezim republik atas sebagian wilayah Anatolia, memberlakukan suatu konstitusi baru bagi rakyat Turki pada tahun 1920, dan mengalahkan republik Armenia, mengalahkan kekuatan Perancis, dan mengusir kekuatan tentara Yunani. Klimaks perjuangan Mustafa Kemal yang mengantarkannya ke kursi presiden republik Turki adalah ketika bangsa Eropa mengakui kemerdekaan bangsa Turki yang ditandai oleh perjanjian Lausanne pada tahun 1923.[2]

Di antara kerja besarnya yang terkenal adalah kemenangannya di Yunani dan mengusir sekutu dari Anatolia pada tahun 1340 H/1921 M. dia memiliki hubungan yang kuat dengan Barat. Dahulunya dia adalah seorang perwira dalam pasukan Utsmaniyah. Lalu dia bergabung dalam Oraganisasi Turki Muda. Namanya mulai bersinar pada tahun 1334 H/1915 M ketika berhasil mengusir serangan sekutu di Dardanil. Pada tahun 1338 H/1919 M dia mendirikan partai nasionalis Turki yang mengganti kedudukan Organisasi persatuan dan pembangunan .[3]

Jadi, dahulunya itu Mustafa Kemal ini pernah  bergabung dalam Oganisasi Turki Muda. Melalui gerakan politis dan diplomatis di parlemen Majelis Nasional Agung (Grand National Assembly), di mana dalam parlemen in Mustafa Kemal menjadi ketuanya dan kemudian dia berhasil mengusir  serangan sekutu, oleh ushanya inila  namanya  mulai bersinar. Dan di antara perjanjian Lausanne pada tahun  1923 M itu adalah Turki harus menarik kekuasaannya dari seluruh Asia kecil.


  1. PRINSIP PEMIKIRAN PEMBARUAN MUSTAFA KEMAL ATATURK
Pembaruan Turki sesungguhnya telah sejak lama dilakukan oleh generasi Turki, jauh sebelum pembaruan yang dilakukan oleh Mustafa Kemal Ataturk. Pembaruan di bidang militer dan administrasi, sampai kepada pembaruan di bidang ekonomi, sosial dan keagamaan, telah dilakukan oleh generasi Turki pada era Tanzimat yang berlangsung dari tahun 1839 sampai dengan 1876, kemudian pada era Usmani Muda yang berlangsung dari dekade 1860-an sampai dengan dekade 1870-an merupakan reaksi atas program Tanzimat yang mereka anggap tidak peka terhadap tuntutan sosial dan keagamaan, dan pada akhir dekade 1880-an, terbentuklah era baru generasi muda Turki. Generasi baru Turki ini menamakan diri mereka sebagai Kelompok Turki Muda (Ottoman Society for Union and Progress). Kelompok ini secara nyata mempertahankan kontinuitas imperium Usmani, tetapi secara tegas mereka melakukan agitasi terhadap restorasi rezim  Parlementer dan kontitusional.[4]

Pembaharuan Turki ini sebenarnya sudah lama dilakukan jauh sebelum Musrafa Kemal, generasi Tanzimatlah yang terlebih dahulu yang melakukan pembaharuan. Utsmani Muda. Itu saja hanya merupakan reaksi atas program Tanzimat yang mereka anggap tidak peka terhadap tuntutan sosial dan keagamaan.
Pemikiran pembaruan Turki yang dimiliki oleh Mustafa Kemal Ataturk boleh dianggap merupakan sintesa dari pemikiran ketiga generasi Turki sebelumnya. Bahkan, prinsip pemikiran pembaruan Turki yang ia tengahkan di dalam frame kebangsaan masyarakat Turki saat ini adalah reduksi pemikiran dari seorang pemikir Turki yang dianggap sebagai Bapak Nasionalisme Turki, yakni Ziya Gokalp.[5]
Dalam catatan kaki Ajid Thohir, di dalam bukunya Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam[6] : Melacak Akar-akar Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam, disebutkan bahwa pemikiran pembaruan Turki telah dilakukan oleh tokoh-tokoh, seperti : Mustafa Rasyid Pasha (1800) dan Mehmet Shidiq Ri’at (1807) dari generasi Tanzimat; Ziya Pasha (1825-1876), Namik Kemal (1840-1880) dan Midhat Pasha (1822-1883) dari generasi Usmani Muda; dan, Ahmad Riza (1859-1931) dan Mehmed Murad (1853-1912) dari generasi Turki Muda. Sedangkan, pemikiran yang paling dekat dengan gerakan pembaruan Turki yang dilaksanakan oleh Mustafa Kemal adalah pemikiran Ziya Gokalp, yang secara sistematis mencanangkan program-program pembaruannya dalam berbagai aspek yang ia sebut sebagai The Programe of Turkism, yakni : Linguistic Turkism, Aesthetic Turkism, Ethical Turkism, Legal Turkism, Economic Turkism, Political Turkism, dan Philosopical Turkism.

Prinsip Pemikiran Pembaruan Mustafa Kemal di awali ketika ia ditugaskan sebagai attase militer pada tahun 1913 di Sofia. Dari sinilah ia berkenalan dengan peradaban Barat, terutama sistem parlementernya. Adapun prinsip pemikiran pembaharuan Turki yang kemudian menjadi corak ideologinya terdiri dari tiga unsur, yakni : nasionalisme, sekularisme dan westernisme.
Mempersoalkan tiga unsur dalam prinsip pemikiran pembaruan Turki Mustafa Kemal di atas beikut akan dipaparkan:
  Pertama, unsur nasionalisme dalam pemikiran Mustafa Kemal diilhami oleh Ziya Gokalp (1875-1924) yang meresmikan kultur rakyat Turki dan menyerukan reformasi Islam untuk menjadikan Islam sebagai ekspresi dari etos Turki. Dalam koridor pemahaman Mustafa Kemal, Islam yang berkembang di Turki adalah Islam yang telah dipribumikan ke dalam budaya Turki. Oleh karenanya, ia berkeyakinan bahwa Islam pun dapat diselaraskan dengan dunia modern. Turut campurnya Islam dalam segala lapangan kehidupan akan membawa kemunduran pada bangsa dan agama. Atas dasar itu, agama harus dipisahkan dari negara. Islam tidak perlu menghalangi adopsi Turki sepenuhnya terhadap peradaban Barat, karena peradaban Barat bukanlah Kristen, sebagaimana Timur bukanlah Islam.
Kedua, unsur sekularisme. Unsur ini sebenarnya adalah implikasi dari pemahaman westernisme Mustafa Kemal. Pada prinsip ini, salah seorang pengikut setia Mustafa Kemal, Ahmed Agouglu menyatakan bahwa indikasi ketinggian suatu peradaban terletak pada keseluruhannya, bukan secara parsial. Peradaban Barat dapat mengalahkan peradaban-peradaban lain, bukan hanya karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologinya, tetapi karena keseluruhan unsur-unsurnya. Peperangan antara Timur dan Barat adalah peperangan antara dua peradaban, yakni peradaban Islam dan peradaban Barat. Di dalam peradaban Islam, agama mencakup segala-galanya mulai dari pakaian dan perkakas rumah sampai ke sekolah dan institusi. Turut campurnya Islam dalam segala lapangan kehidupan membawa kepada mundurnya Islam, dan di Barat sebaliknya sekularisasilah yang menimbulkan peradaban yang tinggi itu. Jika ingin terus mempunyai wujud rakyat Turki harus mengadakan sekularisasi terhadap pandangan keagamaan, hubungan sosial dan hukum. Menurut versi Mustafa kemal, sekularisme bukan saja memisahkan masalah bernegara (legislatif, eksekutif dan yudikatif) dari pengaruh agama melainkan juga membatasi peranan agama dalam kehidupan orang Turki sebagai satu bangsa. Sekularisme ini adalah lebih me¬rupakan antagonisme terhadap hampir segala apa yang berlaku di masa Usmani.
Ketiga, unsur wasternisme. Dalam unsur ini, Mustafa Kemal berpendapat bahwa Turki harus berorientasi ke Barat. Ia melihat bahwa dengan meniru Barat negara Turki akan maju. Unsur westernisme dalam prinsip pemikiran Mustafa Kemal mendapat momennya ketika dalam salah satu pidatonya ia mengatakan bahwa kelanjutan hidup suatu masyarakat di dunia peradaban modern menghendaki perobahan dalam diri sendiri. Di zaman yang dalamnya ilmu pengetahuan mampu membawa perobahan secara terus-menerus, maka bangsa yang berpegang teguh pada pemikiran dan tradisi yang tua lagi usang tidak akan dapat mempertahankan wujudnya. Masyarakat Turki harus dirubah menjadi masyarakat yang mempunyai peradaban Barat, dan se¬gala kegiatan reaksioner harus dihancurkan.

Dari ketiga prinsip di atas, kemudian melahirkan ideologi kemalisme, yang terdiri atas: republikanisme, nasionalisme, kerakyatan, sekularisme, etatisme, dan revolusionisme. Ideologi yang diasosiasikan dengan figur Mustafa Kemal ini kemudian berkembang di Turki dan dikembangkan oleh pengikutnya. Dan jika dilihat dari perkembangan tersebut di atas, Republik Turki adalah negara sekuler. Tetapi meskipun begitu, apa yang diciptakan Mustafa Kemal belumlah negara yang betul-betul sekuler.
Mustafa Kemal sebenarnya seorang nasionalis pengagum Barat, yang Islam maju, sebab itu perlu diadakan pembaharuan dalan soal agama untuk disesuaikan dengan bumi Turki. Islam adalah agama rasional dan perlu bagi manusia, tetapi agama yang rasional ini telah dirusak oleh ulama-ulama oleh karena itu, usaha sekularisasinya berpusat pada menghilangkan kekuasaan golongan ulama dalam soal negara dan polotik. negara harus dipisahkan  dari agama.[7]
Dengan pandangan Mustafa Kemal seperti yang disebutkan di atas, bahwasannya dia perpendapat Qur’an perlu diterjemahkan dalam bahasa Turki, azan juga dengan bahasa Turki, khutbah juga dengan bahasa Turki. Madrasah  yang sudah ketinggalan zaman ditutup, diganti fakultas Ilahiyat untuk mendidik imam sholat, khotib-khotib, dan pembaharuan yang diperlukan. Akan tetapi Mustafa Kemal mendirikan penggantinya yaitu Departemen Urursan Agama. Negara menjamin kebebasan beragama, sehingga sekularisasi yang dijalankan  tidak menghilangkan agama. Yang berusaha dihapus adalah kekuasaan ulama dalam soal politik dan negara. Karena Mustafa Kemal berpendapat agama adalah masalah pribadi.

  1. GERAKAN PEMBARUAN TURKI PASCA MUSTAFA KEMAL ATATURK

Daripada lebel seorang inspirator berdirinya republik Turki, Mustafa Kemal Ataturk sebenarnya lebih dikenal sebagai tokoh penggerak berdirinya sebuah rezim republik sekuler Turki. Dari perjuangannya lah, negara Turki yang pernah menjadi jantung pemerintahan imperium terakhir ummat Islam ini mampu berdiri kokoh sebagai sebuah negara merdeka yang berdiri dan diakui kedaulatannya secara internasional setelah Perang Dunia
Meski demikian, keberhasilan mendirikan sebuah negara Turki yang merdeka tidak serta merta menjadikan negara bekas pemerintahan dinasti Islam ini berubah seratus persen menjadi sekuler. Lika-liku gerakan pembaruan (sekularisasi) Turki yang dilakoni oleh Mustafa Kemal terekam dalam tindakan rezim pemerintahannya yang diktator. Sehingga, proses perubahan Turki menjadi sebuah negara yang bercorak modern adalah suatu metamorphosis yang sangat berbeda dari corak tradisi dan nilai-nilai budaya masyarakat Turki yang hampir seluruhnya Islam.[8]
Perlu diketahui bahwasannya Mustafa Kemal merupakan pejuang untuk  mendirikan sebuah  negara Turki yang merdeka, namun tidak menjadikan seratus persen negara sekuler, dan proses prubahannya menjadi negara yang bercorak modern dan sangat berbeda dengan corak tradisi dan nilai-nilai masyarakat Turki yang hampir semua Islam.
Gerakan pembaruan Turki Mustafa Kemal Ataturk dimulai dengan penghapusan Kesultanan Usmani pada tahun 1923 dan penghapusan khilafah pada tahun 1924. Lembaga wakaf dihapuskan dan dikuasakan kepada kantor urusan agama. Pada tahun 1925 beberapa thariqat sufi dinyatakan sebagai organisasi terlarang dan dihancurkan. Pada tahun 1927 pemakaian tarbus dilarang. Pada tahun 1928 diberlakukan tulisan latin menggantikan tulisan Arab, dan dimulai upaya memurnikan bahasa Turki dari muatan bahasa Arab dan Persi. Pada tahun 1935 seluruh warga Turki diharuskan menggunakan nama kecil sebagaimana berlaku pada pola nama Barat.

Sedangkan menurut Ajid Thohir, gerakan pembaruan Turki Mustafa Kemal tergambar dalam ideologi kemalisme yang mencakup prinsip-prinsip[9]: republikanisme, nasionalisme, populisme, etatisme, sekularisme, dan revolusionisme. Dalam lapangan agama, Mustafa Kemal membuat sejumlah kebijakan, seperti pada tahun 1928, ia memperkenalkan bangku gereja serta jam kamar ke dalam mesjid. Orang shalat dengan menggunakan sepatunya, menggunakan bahasa Turki dalam sholatnya. Dan untuk membuat sholat di masjid itu indah, mudah untuk mendapat inspirasi dan memiliki nilai spiritual, maka mesjid perlu melatih para musikus. Kebutuhan ini penting bagi kaum modern dengan meletakkan alat musik barat ke dalam mesjid.



Beberapa bentuk pembaharuan penting dalam bidang pendidikan di Turki pada dasawarsa pertama abad ke-20 dapat diuraikan  secara ringkas sebagai berikut[10]:
1.      pada tahun 1913 diundangkan  peraturan mengenai pendidikan dasar  yang berupa pengenalan terhadap pendidikan modern. Peraturan ini merupakan langkah besar dalam rangka meninggalkan pendidikan dasar tradisional dan murni keagamaan
2.      antara tahun 1013-1919 dilakukan pengorganisasian terhadap pendidikan anak perempuan
3.      pada tanggal 3 Maret 1924 dikeluarkan undang-undang penyatuan pendidikan, maka seluruh sekolah agama/madrasah, baik yang dikelola oleh kementrian wakaf atau yayasan wakaf swasta ditutup. Klaim pemerintah Kemal At-Taturk sebagai “penyatuan” bukanlah melakukan intraksi atau sistesis antara dualisme sistem pendidikan  tradisional dan modern, tetapi menghilangkan salah satu pihak, dalam hal ini adalah  pendidikan tradisional, tokoh dibalik kebijakan ini adalah Mustafa Kemal at-Taturk dan Ismet Inonu.

Dengan demikian jelaslah bagi kita bahwa pembaharuan pendidikan Islam di Turki adalah pengahapusan sistem  sekolah yang murni tradisional (keagamaan) kepada suatu sistem yang dirancngnya mutalk sekuler yang ditandai dengan ditiadakannya pendidikan agama di sekolah-sekolah.
Dikarenakan Islam sudah begitu mendarah daging bagi masyarakat Turki dan tidak dapat dipisahkan  dari identitas Nasional Turki,  maka pada tahun 1949 pendidikan agama dimasukkan kembali ke dalam kurikulum sekolah selama dua jam seminggu dan setahun kemudian pendidikan agama itu dibuat bersifat wajib.

Kebijakan-kebijakan Mustafa Kemal diantaran:
1.      Penghapusan Jabatan Kesultanan, tanggal 1 November 1922
2.       Penghapusan Jabatan Khalifah 3 Maret 1924
3.       Lembaga Wakaf dihapus dan dikuasakan kepada KUA
4.      Memperkenalkan bangku gereja dan jam kamar ke dalam masjid, tahun 1928
5.       Mengharuskan orang sholat menggunakan sepatu dan bahasa Turki
6.      Meletakkan alat musik barat di dalam masjid serta digunakan sebagai iringan sholat
7.       Seluruh warga Turki diharuskan menggunakan nama kecil sebagaimana berlaku pada pola nama barat, tahun 1935

Sungguhpun demikian, kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh Mustafa Kemal yang bisa dikatakan sangat radikal tersebut telah mengundang sejumlah reaksi. Reaksi yang paling keras ditunjukkan oleh kalangan Islam konservatif. Gerakan sekulerisasi Turki oleh Mustafa Kemal berakhir seiring dengan meninggalnya beliau. Proses sekulerisasi sempat dilanjutkan oleh Ismet Inonu, seorang Presiden pengganti Mustafa Kemal. Sungguhpun demikian, rakyat Turki tetaplah rakyat Turki, yang tidak bisa menggoyahkan akar Islam yang sudah terpatri dalam hati mereka. Memang secara politis, Negara Turki mempunyai pandangan bahwa mereka adalah bagian yang tak terpisahkan dari peradaban barat, tapi secara kultural, mereka tetap mempertahankan jati diri mereka yang tak bisa terlepas dari Islam. Walaupun Turki dinyatakan sebagai negara sekuler, Islam tetap berakar kuat di hati masyarakat Turki. Ini terbukti para petani yang hidup di pedesaan yang merupakan tiga perempat dari seluruh penduduk Turki tetap merupakan orang-orang muslim yang shaleh. Pengaruh Islam juga masih terlihat pada kaum buruh dan pedagang-pedagang kecil. Hal ini membuktikan bahwa sekulerisasi tidak tumbuh subur di masyarakat Turki yang punya akar ke-Islam-an yang kuat.

  1. IDEOLOGI KEMALISME DAN KONDISI REPUBLIK TURKI PASCA MUSTAFA KEMAL ATATURK
Secara politis, negara Turki mempunyai pandangan bahwa mereka adalah bagian yang tidak terpisahkan dari peradaban Barat.sedangkan secara loyalitas cultural, rakyat Turki terus mempertahankan  identitas mereka dengan Islam.[11] Jadi, walaupun Turki dinyatakan sebagai negara secular, namun Islam tetap berakar pada masyarakat Turki.

Sepeninggalan Mustafa Kemal at-Taturk, Ismet Inano diangkat menjadi presiden. Sejak itu kajian Islam mulai semarak kembali. Setelah Perang Dunia II usai, pemerintahan satu partai berakhir (ditandai dengan lahirnya partai Demokrat).
Kegiatan keagamaan tampak di mana-mana. Akhirnya hal ini menjadi pendapat umum masyarakat yang menghendaki agar pelajaran agama dimasukkan kembali dalam kurikulum di sekolah.[12]
Meskipun Mustafa Kemal sudah meninggal, akan tetapi  Ismet Inano mampu menyemarakkan kembali kajian Islam sehingga kegiatan keagamaan tersebar di mana-mana dan pada akhirnya juga pelajaran yang berbaur agama kembali dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah.

Dan sebenarnya Mustafa Kemal, meskipun sebagai nasionalis  dan pengagum peradaban  Barat. Namun, tidak menentang agama Islam. Baginya Islam adalah agama  yang rasional yang perlu bagi umat manusia. Tetapi agama yang rasional ini telah dirusak oleh tangan manusia. Oleh sebab itu ia melihat perlunya diadakan pembaharuan dalam soal agama untuk disesuaikan dengan bumi Turki. Al-Qur’an perlu diterjemahkan dalam bahasa Turki, agar dapat dipahami oleh rakyat Turki. Demikian juga khotbah Jum’at harus diberikan dalam bahasa Turki. Tetapi usaha itu kelihatannya belum berhasil, dan  pemikiran untuk mengadakan pembaharuan dalam Islam melalui pemerintahan ditinggalkan.

Perubahan yang dijalankan oleh Mustafa Kemal tidak sampai menghilangkan agama. Rivitalismenya berpusat pada kekuasaan golongan ulama dalam soal negara dan  dalam politik. Oleh karena itu pembentukkan partai Islam, partai Kristen, dan sebagainya. Yang terutama ditentang adalah  ide negara Islam dan pembentukkan negara Islam. Negara mesti dipisahkan  dari agama. Institusi-institusi  negara, sosial. Politik, ekonomi, hukum, dan pendidikan harus dibebaskakan dari kekuasaan syariat. negara dalam pada itu menjamin kebebasan beragama bagi masyarakat.[13]

Dari semenjak timbulnya tiga aliran pembaharuan di Turki. Golongan Barat, golongan Islam, golongan Nasionalis Turki, telah dapat diramalkan bahwa yang akhirnya akan mendapat kemenangan adalah golongan nasionalis. Ide golongan Islam yang ingin mempertahankan institusi dan tradisi lama, di ketika dunia Timur tampak dipengaruh ide pembaharuan, tidak akan mendapat sokongan yang kuat. Demikian juga ide weternisasi yang ingin meniru Barat dan mempertahankan sistem pemerintahan kerajaan Ustmani di ketika rasa anti-Barat dan anti-Sultan sedang meningkat di Turki, tidak akan dapat bertahan. Tetapi golongan nasionalis, yang ingin mengadakan pembaharuan atas dasar nasionalisme dan peradaban Barat, di ketika dunia Timur sedang dipengaruhi oleh ide nasionalisme  dan pembaharuan, pasti akan memperoleh kemenangan. Keadaan dan situasi zaman itu memang menolong bagi Mustafa Kemal untuk mewujudkan cita-citanya.[14]
Jadi, sudah dapat diperkirakan dari ketiga golongan tersebut di atas, yang akan mendapatkan kemenangan adalah golongan nasionalis dan keadaan inilah yang memang menolong bagi Mustafa Kemal untuk mewujudkan cita-citanya.
Ia meninggal dunia di tahun 1938. Usaha pembaharuan yang dimulainya dijalankan terus  oleh pengikut-pengikutnya. Tetapi bagaimanapun rasa keagamaan yang mendalam di kalangan rakyat Turki tidak menjadi lemah dengan sekularisasi yang dilakukan oleh Mustafa Kemal dan pemerintahan Nasionalis Turki. Islam telah mempunyai akar yang mendalam pada masyarakat Turki, dan sulit dapat dipisahkan  dari identitas nasional Turki. Orang Turki akan merasa dihinakan kalau mereka dikatakan bukan orang Islam.

Tidak mengherankan kalau tidak lama kemudian gerakan “kembali kepada agama” timbul di Turki. Di tahun 1940 imam-imam tentera mulai bertugas di Angkatan Bersenjata Turki. Di tahun 1949 pendidikan agama mulai dimasukkan kembali ke dalam kurikulum sekolah selama dua jam seminggu. Setahun kemudian  pendidikan agama itu dibuat bersifat wajib. Fakultas Ilahiyat yang di tahun 1933 diubah menjadi Institut Studi Islam, dihidupkan kembali di tahun 1949. Mulai dari tahun 1950 orang-orang Turki telah diperbolehkan  naik haji ke Mekkah. Majalah-majalah Islam mulai muncul seperti Sebil-Ur Resad dan Selamat. Ensiklopedi Islam juga diterjemahlkan ke dalam bahasa Turki. Tarekat, yang selama ini tetap mempunyai pengikut besar secara rahasia di kalangan petani dan buruh, mulai berani menonjolkan diri. Dalam bidang politik Islam juga telah mulai memainkan rol.[15]

Memang sebenarnya perubahan dari Mustafa Kemal tidak menghilangkan agama Islam dari rakyat Turki, dan Mustafa Kemal memeng tidak bermaksud demikian. Yang ia maksudkan itu adalah menghilangkan kekuasaan agama dari bidang politik dan pemerintahan. Dan ternyata gerakan pembaharuan pascanya juga dapat mengembalikan sesuatu yang selama ini bersifat tersembunyi karena adanya pengaruh dari Barat. Akan tetapi sekarang masyarakat Turki sudah melakukan keagamaan itu dengan sifat yang terbuka.



KESIMPULAN

Dalam pemikiran tentan pembahruan pasca Mustafa Kemal ini dipengaruhi bukan oleh ide golongan Nasionalis saja, tetapi juga oleh ide golongan Barat. Karena dia berpendapat Turki bisa maju hanya dengan meniru Barat. Dan setelah perjuangan kemerdekaan selesai, demikian Mustafa Kemal, perjuangan baru dimulai, yaitu perjuangan untuk memperoleh dan mewujudkan peradaban Barat di Turki.
Menurut Mustafa Kemal dan pengikutnya, ketinggian suatu peradaban terletak dalam keseluruannya bukan sebagiannya saja. Pembaharuan pertama ditujukan terhadap bentuk negara. Bahwasannya menurut Mustafa Kemal harus diadakan pembaharuan, yaitu pemerintahan harus dipisahkan dari agama. Karena agama adalah masalah yang pribadi dan tidak boleh dicampuradukkan dengan masalah politik.
Meskipun Mustafa Kemal adalah seorang yang sangat mengagumi akan peradaban dan mempunyai hubungan erar dengan Barat, tapi dia tidak menghilangkan agama dari masyarakat Turki itu sendiri. Walau Turki dinyatakan sebagai negara secular, Islam tetap mengakar kuat pada masyarakat Turki.
Dan sepeninggal Mustafa Kemal. Usaha pembaharuan yang dimulainya terus dijalankan oleh pengikut-pengikutnya. Tetapi bagaimanapun rasa keagamaan yang mendalam pada masyarakat Turki tidak melemah dengan pembaharuan yang diakukan oleh Mustafa Kemal dan Pemerintahan Nasionalis Turki. Karena Islam sendiri sudah mempunyai akar yang mendalam dan sulit untuk dipisahkan dari identitas nasional Turki.
Ketika Ismet Inano diangkat menjadi presiden. Sejak itu, kajian Islam mulai semarak kembali dan kegiatan keagamaan tampak di mana-mana. Akhirnya hal ini menjadi pendapat umum masyarakat yang menghendaki agar pelajaran agama dimasukkan kembali dalam kurikulum sekolah. Dan yang selama ini bersifat tersembunyi sekarang sudah leluasa menjalaninya (bidang keagamaannya).
Pembaharuan setelah Mustafa Kemal ini kajian tentang agama tidaklah musnah, karena memang Mustafa Kemal tidak bermaksud demikian. Yang dimaksudnya adalah untuk menghilangkan kekuasaan agama dari bidang politik dan pemerintahan.


DAFTAR PUSTAKA

Mukti, Ali. 1994. Islam dan Sekularisme di Turki. Jakarta: Penerbit Djambatan


Al-‘Usairy, Ahmad. 2004. Sejarah Islam. Jakarta: Akbar

Niswah, Choirun. 2006. Sejarah Pendidikan Islam. Palembang: IAIN Raden Fatah Press

Thohir, Ajied. 2004. Perkembangan  Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Nasution, Harun. 2003. Pembaharuan Dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang


[1] Mukti, Ali. Islam dan Sekularisme di Turki. (Jakarta: Penerbit Djambatan, 1994) hal 123            
[2] http://dekcrayon.blogspot.com/2009/05/mustafa-kemal-attaturk-2.html

[3] Ahmad al-‘Usairy, Sejarah Islam (Jakarta: Akbar, 2004) hal 372-373
[4] Op,Cit. hal, 125
[5]http://dekcrayon.blogspot.com. Loc,Cit.
[6] Ajied Thohir, Perkembangan  Peradaban di Kawasan Dunia Islam. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004) hal 223
[7] Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia (Jakarta: Raja Grifindo Persada, 2007) hal. 167

[8] Mukti, Ali. Loc,Cit.
[9] Ajied Thohir, Loc,Cit. hal. 225
[10] Choirun Niswah, Sejarah Pendidikan Islam (Palembang: IAIN Raden Fatah Press, 2006) hal. 203
[11] Ajied Thohir, Op,Cit. hal. 226
[12] Ibid., hal. 227
[13] Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 2003) hal. 145
[14]  Ibid.
[15] Harun Nasution, Ibid., hal. 146

)))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))

Disusun oleh:
Ikbal               (0829023)
Ismasari            (0829007)

Dosen Pembimbing:
Muhtarom



 

Translate

Total Tayangan Halaman

Islamic Education Copyright © 2009 Community is Designed by Bie