Tampilkan postingan dengan label 9. Tafsir Tarbawi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label 9. Tafsir Tarbawi. Tampilkan semua postingan

Senin, 02 November 2009

Draf Ayat-Ayat Pendidikan

Ayat-Ayat Pendidikan

o Cinta orang tua kepada anak: 12:13, 12:64, 12:66, 12:67, 12:84, 12:85
o Anak sebagai fitnah (cobaan): 3:14, 8:28, 9:85, 18:46, 63:9, 64:15
o Mendoakan anak dengan keberkahan: 19:6, 25:74, 46:15
o Bebaikan orang tua bermanfaat untuk anaknya: 18:82
o Berlaku adil di antara anak-anak: 12:8
o Nasehat orang tua untuk anaknya: 2:132, 2:133, 11:42, 11:43, 12:5, 12:67, 12:87, 31:13, 31:16, 31:17, 31:18, 31:19
o Memerintahkan anak untuk selalu berbuat baik: 31:13, 31:17, 31:18, 31:19
o Pengajaran anak
 Mengajarkan anak berdikari: 21:78, 21:79
 Mengajarkan anak beribadat: 2:132, 2:133, 31:17, 66:6
• Kedudukan ilmu
• Keutamaan ilmu: 2:247, 2:269, 3:7, 4:162, 12:68, 17:107, 22:54, 27:15, 27:40, 27:52, 28:14, 28:80, 29:41, 29:43, 29:49, 29:64, 30:56, 34:6, 39:9, 55:4, 58:11, 96:4
• Kedudukan orang alim: 2:247, 3:18, 4:83, 5:63, 6:105, 7:164, 17:107, 21:7, 22:54, 27:40, 27:52, 28:14, 28:80, 29:41, 29:43, 29:49, 29:64, 35:28, 39:9, 58:11
• Menuntut ilmu dan mengamalkannya: 2:151, 3:137, 5:63, 7:175, 7:176, 9:122, 17:12, 18:66, 20:114, 62:5
• Kebodohan dan akibat orang bodoh: 6:119, 6:144
• Majlis ilmu atau tempat pendidikan
• Duduk dalam majlis ilmu: 58:11
• Memutus pembicaraan guru: 18:70, 18:75, 18:78
• Menyampaikan ilmu
• Yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir: 9:122, 46:29, 46:30, 46:31
• Hukum menuntut ilmu fardhu kifayah: 9:122
• Menyembunyikan ilmu: 2:144, 2:146, 2:159, 2:174, 3:70, 3:71, 3:75, 3:187, 4:37, 4:46, 4:51, 5:13, 5:15, 5:44, 5:63, 5:67, 6:114, 7:162, 7:169
• Etika ilmu
• Etika orang alim
o Memperhatikan kondisi pendengar: 18:67, 18:68, 18:73, 18:82, 87:9
o Kelapangan dada orang alim: 7:199, 18:72, 18:73, 18:75, 18:78
o Semua ilmu kembali kepada Allah: 2:32, 3:5, 3:7, 3:66, 4:25, 4:45, 7:62, 7:187, 10:40, 12:76, 12:77, 12:96, 16:70, 16:91, 16:101, 16:125, 17:54, 17:55, 17:60, 17:84, 17:85, 21:80
o Pengamalan orang yang berilmu: 2:44, 3:188, 7:159, 7:181, 41:33, 61:2, 61:3, 62:5
o Kewajiban orang alim: 7:159, 7:164, 7:181
• Etika seorang murid
o Menghormati guru: 18:70, 18:73, 18:75, 18:76, 18:78
o Memperhatikan keterangan orang alim: 18:70, 18:72, 18:73, 18:75, 18:76, 18:78, 20:114
o Sabar dalam mendapatkan ilmu: 18:69
• Etika dalam majlis ilmu
o Meluaskan ruang belajar: 58:11
o Etika berbisik-bisik: 58:8, 58:12, 58:13
o Menegur guru bila terbukti salah: 18:71, 18:74, 18:77
o Mengajar dengan cara bertanya: 2:215, 6:46, 6:47, 6:63, 6:81, 7:97, 7:98, 7:99, 7:100, 18:103, 23:84, 23:86, 23:88, 23:112, 26:72, 26:73, 26:221, 27:60, 27:61, 27:62, 27:63, 27:64, 61:2, 61:10, 83:8, 83:19

TAFSIR qs Al-Ahqaf 15-20 (NIlai-Nilai Pendidikan Dlam Al-Qur'an)

NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN ;
( Tela’ah Surat Al-Ahqaf Ayat 15-20 )
Muhtarom, S.Pd.I


A. PENDAHULUAN

Alquran sebagai pedoman yang paling utama bagi umat Islam, yang mengajarkan kepada umat manusia agar senantiasa selalu berbuat baik hal ini menujukkan bahwa setiap ayat Alquran mempunyai nilai-nilai dan unsur-unsur pendidikan akhlak. Lebih dari itu isi kandungan Alquran tidak terlepas dari pendidikan, yaitu pendidikan manusia agar berakhlak mulia, terutama dalam pergaulan antara sesama muslim, baik sesama umat Islam maupun kepada umat non Islam, oleh karena itu Islam mengajarkan umat manusia senantiasa berlaku baik dalam segala hal.

Ajaran yang terkandung dalam Alquran terdiri dari dua prinsip : yaitu akidah, yang berhubungan dengan keimanan. Kemudian yang kedua yang berhubungan dengan syariah yang berhubungan dengan amal perbuatan manusia, termasuk pula masalah akhlak.[1]

Masalah akhlak merupakan salah satu masalah yang sangat penting dalam ajaran Islam, sehingga Rasulullah SAW nabi yang dipilih oleh Allah SWT untuk menyampaikan risalah Islam melalui Alquran yang menegaskan masalah akhlak ini.[2]

Terkait dengan hal ini penulis mencoba mengkaji surat Al-Ahqaf ayat 15-20, membedah secara komprehensif untuk mengetahui bagaimana peran kedua orang tua sebagai sosok pendidik nilai-nilai akhlak bagi anak dalam surat al-Ahqaf ayat 15-20? kemudian mengetahui substansi nilai-nilai pendidikan akhlak anak dalam surat al-Ahqaf ayat 15-20 dan untuk mengetahui konsep kewajiban berbakti kepada kedua orang tua dalam surat al-Ahqaf ayat 15-20.

Dalam kajian ini penulis menggunakan metode tafsir tahlili yaitu: "Suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-quran dari seluruh asfeknya."[3] Penafsir memulai uraiannya dengan mengemukakan arti kosakata diikuti dengan penjelasan mengenai arti global ayat. Ia juga mengemukakan munasabah (korelasi) ayat-ayat serta menjelaskan hubungan ayat-ayat tersebut satu sama lain





B. TAFSIR AYAT DAN PENJELASAN SURAT AL-AHQAAF : 15-16

Surat Al-Ahqaaf : 15-16

ووصينا الانسان بوالديه احسانا حملته امه كرها ووضعته كرها وحمله وفصله

ثلثون شهرا حتى اذا بلغ اشده وبلغ اربعين سنة قال رب او زعني ان اشكر نعمتك التى انعمت علي وعلى والدي وان اعمل صالحا ترضه واصلح لي في ذريتي اني تبت اليك وا ني من المسلمين ١٥ اولئك الذين نتقبل عنهم احسن ماعملوا ونتجاوزعن سياتهم في اصحب الجنة وعد الصدق الذي كانوا يوعدون



Artinya : 15. "Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandung dengan susah paya, dan melahirkannya dengan susah paya (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabilah ia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo'a. "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridai, berilah kebaikan kepadaku dengan (memberikan kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri."

(16) Mereka itulah orang-orang yang Kami terima amal yang baik yang mereka kerjakan dan Kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama penghuni-penghuni surga sebagi janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka." [4]




1. Penafsiran Kata-Kata Sulit

الا يصا ء



: Al-isa dan Al- Wasiyyah merengkan jalan yang lurus kepada orang lain supaya ia menempuhnya

الاحسانAl-Ihsan : Berbuat baik. Lawan dari al-Isa'ah (berbuat jelek). Sedang al-Husnu artinya adalah kebaikan, yakni lawan dari al-Qubhu (keburukan). Sedangkan yang dimaknsud dengan Ihsan perbuatan baik terhadap kedua orang tua.

الكرهAl-Kuruh : (huruf kaf didammahkan) dan al-karhu (huruf kaf difathakan), wazannya seperti ad-Du'fu dan ad-Da'fu yang artinya susah paya.

حملهHamluhu - : Masa mengandungnya.

فصا له


الا شد

Fisalihi - : Menyapihnya sedang yang dimaksud ialah masa menyusui yang sempurna, yang sampai saat menyapih.

ا وز عنى

Al-Asyud : Kesempurnaan kekuatan dan akal.

في ا صحب الجنة

القبو ل

Auzi'ni : Jadikan aku menyukai dan berilah aku petunjuk. Yakni dari kata auzu'tuhu bi kaza, yang artinya aku menjadikan dia mengemarinya dan memperolehnya.

Al-Qabul : Rida atas suatu perbuatan dan membirinya pahala.

Fi-Ashabil Jannah : Orang-orang yang teratur dalam menempuh jalan penghuni surga. sebagaimana kamu mengatakan.

"Raja memuliakan aku di hadapan sahabat-sahabatnya"[5]
2. Pengertian Secara Umum

Setelah pada ayat-ayat yang lalu, Allah menyubutkan tentang pengesaan dan pemurnian ibadah kepada-nya,disamping keteguhan dalam beramal, maka dilanjutkan dengan wasiat kepada kedua orang tua. Allah menyampaikan hal ini tidak hanya satu tempat saja dalam al-Qur'an, seperti firma-Nya :

وقضى ربك الا تعبدوا الا اياه وبالوالدين احسانا (الاسراء : ٢٣)

Artinya : "Dan Tuhanmu telah memerintahkan kepadamu supaya kamu jangan menyembah selain kepada Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.[6]

Dan firman-Nya:

ان اشكر لي ولوالديك الي المصير ( لقمان : ١٤)

Artinya: "Bersyukurlah kepda-Ku dankedua ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu." (Al-Israa : 14)[7]

Ada sebuah riwayat yang mengatakan bahwa ayat ini mengenai Abu Bakar, karena kedua orang tuanya masuk islam, hal mana tidak dialami oleh seorang pun di antara sabat nabi. Ayahnya adalah Abu Kuhafah Usman bin Amr, sedang ibunya Umul Khair binti Shakhar bin Amr.[8]



3. Tafsir (Penjelasan)

(ووصينا الانسانا بوالديه احسانا)

Kami memerintahkan manusia supaya berbuat baik kepada kedua ibu bapaknya serta mengasihi keduanya dan berbakti kepada keduanya semasa hidup mereka maupun sudah kematian mereka. Dan Kami jadikan berbakti kepada kedua orang tua sebagai amal yang paling utama, sedang durhaka kepada keduanya termasuk dosa besar, sedang ayat-ayat al-Qur'an maupun hadits nabi mengenai bab ini banyak terdapat.

Kemudian Allah swt, menyebutkan pula sebab dari wasiat tersebut, dan membicarakan khusus tentang ibu. Karna ibulah yang lebih lemah kondisinya dan lebih patut mendapat perhatian. Sedangkan keutamaanya lebih besar, sebagaimana dinyatakan dalam hadits-hadits sahih. Dan oleh karna itu, ibu memperoleh 2/3 kebaktian. Firman-Nya :

(حملته امه كرها ووضعته كرها)

Sesungguhnya ibu itu ketika mengandung anaknya mengalami susah paya berupa mengidam, kekacauan pikiran maupun beban yang berat dan lain sebagainya, yang biasa dialami oleh orang-orang yang hamil. Dan ketika melahirkan juga mengalami susah paya yang berupa rasa sakit menjelang kelahiran anak maupun ketika kelahiran itu berlangsung. Semua itu menyebabkan wajibnya orang berbakti kepada ibu dan menyebabkan ia berhak mendapat kemuliaan dan pergaulan yang baik.

Kemudian Allah SWT, menerangkan lemahnya mengandung sampai menyapih anak, firman-Nya :

(وحمله وفصله ثلثون شهرا)

Dan masa mengandung anak dan menyapihnya adalah 30 bulan, dimana sang ibu mengalami bermacam-macam penderitaan jasmani dan kejiwaan. Ia tidak tidur di waktu malam sekian lama apabilah anaknya sakit dan menyelenggarakan makan anak itu, membersihkan dan memenuhi segala keperluan anak tanpa mengeluh dan rasa bosan. Dan ibu itu merasa sedih apabilah tubuh anak terganggu atau mengalami halyang tidak disukai, yang mempengaruhi perkembangan anak maupun yang menganggu kesehatanya.

Ayat ini merupakan isyrat bahwa masa mengandung yang paling pendek adalah 6 bulan. Karna masa menyusui yang paling lama adalah dua tahun penu, berdasarkan firman Allah SWT :

والو الدت يرضعن اولادهن حولين كاملين لمن ارد ان يتم الرضاعة ( البقرة : ٢٣٣

Artinya : "Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan." ( Al-Baqarah : 233)[9]



Sisanya untuk mengandung hanya 6 bulan. Dan dengan demikian diketahui masa mengandung yang paling pendek dan masa menyusui yang paling lama.

Adapun yang pertama-tama menyimpulakan bahwa ini berdasarkan ayat tersebut ialah Ali karamallah wajhah yang kemudian disetujui oleh usman dan para sahabat nabi. Muhammad Ishaq pengarang kitab as-Sirah meriwayatkan dari Ma'mar bin Abdillah Al-Juhaini, ia berkata, ada seorang lelaki dari kalangan kami mengawini wanita dari Junainah, maka wanita itu melahirkan anak setelah perkawinannya genap 6 bulan. Maka suaminya berangkat menemui Usman ra.dan hal itu ia ceritakan kepadanya. Maka usman pun menyuruh wanita itu didatangkan, dan wanita itu hendak memakai pakaiannya, maka saudara permpuannya menagis. Demi Allah tidak seorang pun diantara makhuk Allah yang telah mencampuri aku sama sekali selain dia.namun Allah membuat keputusan kepadaku sekehendak Dia.

Dan tatkala wanita itu telah didatangkan ke hadapan Usman ra, maka usman menyuruh agar wanita itu dirajam. Namun hal itu didengar oleh ali. Maka ia pun datang kepada Usman lalu berkata, "apakah yang ada lakukan ? "usman menjawab, wanita itu melahirkan setelah perkawinannya genap 6 bulan. Mungkinkah hal; itu terjadi ?"

Maka berkatalah Ali kepadanya, "Tidakkah engkau membaca Al-Qur'an?" "Tentu,"jawab Usman. Ali berkata, tidakkah engkau mendengar Allah' Azza wa jallah berfirman, 'mengandungnya smapai menyapihnya adalah 30 bulan.'"

Dan firman-Nya pula, ….. selama enam bulan penuh,' kau dapati sisanya hanya 6 bulan.

Maka Usman pun berkata,"Demi Allah aku tidak sampai berpikir sejauh ini. Bawalah kemari wanita itu. "Dan ternyata wanita itu benar-benar telah siap untuk dihukum.

Dan diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas, bahwa ia perna mengatakan apabilah ada wanita melahirkan setelah mengandung sembilan bulan, maka cukuplah baginya untuk menyusui anaknya selama 21 bulan.dan apabilah wanita itu melahirkan setelah mengandung tujuh bulan,maka cukuplah baginya untuk menyusui selama 23 bulan. Dan apabila ia melahirkan setelah mengandung selama 6 bulan, maka iamenyusui anaknaya selama dua tahun penuh. Karena Allah berfirman :

(وحمله وفصله ثلثون شهرا حتى اذا بلغ اشده )

Sehingga apabila manusia itu telah menjadi tua dan sempurna umurnya,dimana kekuatan dan akalnya menjadi kokoh,yaitu dalam umur antara 30-40 tahu.

(وبلغ اربعين سنة)

Dan mencapai uamur 40 tahun.dan umur sekian adalah akhir dari kematangan dan kesempurnaan akal. Oleh karna itu,diriwayatkan dari ibnu Abbas. Barang siapa yang telah mencapai uamurnaya 40 tahun namun kebaikanya tidak melebihi dari keburukanya, maka hendaklah ia bersiap-siap untuk masuk neraka. Dan oleh karenanya orang berkata,bila seseorang telah berumur 40 tahun, sedang ia tidak berbuat selain yang merendahkan rasa malunya saja,dan ia tidak menutupi lagi keburukannya yang telah lalu, sekalipun umurnya telah membeikan berbagi macam sarana hidup.

Para ahli tafsir berkata, Allah tidak pernah membangkitkan seorang nabi pun sebelum umurnya 40 tahun, kecuali dua orang anak dari seorang bibi, Isa dan Yahya.

( قال رب اوزعنى ان شكر نعمتك التي انعمت علي وعلى والدي )

Tuhanku, berilah aku taufiq untuk dapat mensyukuri ni'mat-Mu yang telah engkau curahkan kepadaku tentang agama maupun duniaku, yantu kelusan penghidupan, kesehatan tubuh, keamanan dan keenakan yang aku ni'mati, agara aku dapat selalu beribadah kepada-Mu,disamping meninggalkan larangan-larangan-Mu, dan mensyukuri ni'mat yang telah engkau anugerahkan kepedaku,kedua ibu bapakku, berupa belas kasih kepedaku ketika mereka mengasuhku dimasa kecil.

( وان اعمل صالحا ترضه)

Dan jadikanlah amalanku sesuai dengan rida-Mu agar aku memperoleh pahala dari-Mu.

(واصلح لي في ذريتي )

Dan jadikanlah kesalehan berlaku pada anak cucuku dan menempat pada jiwa mereka, bahkan masuk kedalam hati mereka.

Ibnu Abbas berkata, Allah mengabulkan do'a Abu Bakar. Dia dapat memerdekakan sebilan orang mukmin di antaranya adalah Bilal dan Amir bin Mugirah. Tidak ada kebaikan yang dikehendaki oleh Abu Bakar kecuali Allah memberikan pertolongan kepadanya. Sehingga ia dapat melaksanakannya.dan ia berdo'a dengan mengatakan aslih li fi zurriyyati. Maka Allah mengabulkan do'anya.

Sehingga tidak seornagpun anaknya keculai beriman semuanya.pada Abu Bakar berhimpun nikmat berupa islamnya kedua orang tunya dan anak-anaknya seluruhnya. Ayahnya dan anaknya, Abdurahman dan anaknya yang lain, Abu Atik, mengalami masa Nabi SAW, dan mereka beriman kepada beliu. Hal itu tidak terjadi pada seorang pun di antara sahabat nabi.

( اني تبت اليك واني من المسلمين )

Sesungguhnya aku bertaubat kepada-Mu dari dosa-dosaku yang telah terlanjur aku lakukan pada hari-hari yang lalu, dan sesungguhnya aku tergolong orang-orang yang tuduk kepada-Mu dengan melakukan ketaatan, dan tergolong orang-orang yang merima perintah dan larangan-Mu, yang tunduk kepada-Mu.

Abu Daud dalam As-Sunan meriwayatkan bahwa Rasulullah saw, pernah mengajari para sahabatnya supaya mengucapkan dalam tasyahud. "Ya Allah satu kanlah di antara hati-hati kami,dan perbaikilah hubungan diantara kami dan tunjukilah kami jalan kedamaian, dan selamatkanlah kami dari kegelapan-kegelapan menuju cahaya, dan hindarkanlah kami dari kekejian-kekejian yang nyata maupun yang tidak nyata, dan berkatilah kami dalam pendenagran, penglihatan dan hati kami,istri dan anak cucu kami, dan berilah taubat kepada kami, sesungguhnnya engkau maha penerima taubat dan maha penyayang, dan jadikanlah kami orang-orang yang mensyukuri nikmat-Mu dan orang-orang yang memujikan nikmat itu kepada-Mu, dan sempurnakanlah nikmat itu kepada kami."

Kemudian Allah SWT, menyebutkan balasan bagi orang-orang yang memiliki sifat-sifat yang luhur tersebut dengan firman-Nya :

( اولئك الذين نتقبل عنهم احسن ماعملو اونتجاوزعن سياتهم في اصحب الجنة )

Orang-orang yang mempunyai sifat-sifat tersebut itulah orang-orang yang Allah menerima dari mereka perbuatan baik di dunia, berupa amal-amal saleh, lalu Allah memberi balasan kepada mereka atas amal saleh itu, dan memberi pahala kepada mereka atasnya, bahkan memberi maaf terhadap amal-amal mereka yang buruk yang kadang-kadang terlanjur mereka lakukandi dunia dan tidak menjadi adapt kebiasaan mereka, akan tetapi amal buruk itu dilakukan karna dorongan kekuatan syawat atau kekuatan marah. Maka Allah tidak menghukum mereka atas keburukan-keburukan tersebut, dan mereka mengatur diri dalam menempuh jalan penghuni surga dan termasuk dalam golongan mereka.

Kemudian Allah SWT, menegaskan janji tersebut dengan firman-Nya :

( وعد الصدق الذي كانوا يوعدون )

Allah berjanji kepada mereka dengan janji yang benar yang tidak perlu dengan tidak oerlu diraguakan lagi, Dia pasti menunaikannya.

Ayat ini di samping berkaitan dengan Sa'ad bin Abi Waqas dan dengan Abu Bakar As-Siddiq, yang konon ayat ini turun karana mereka masing-masing, ayat ini juga berkaitan dengan setiap mukmin. Maksudnya bahwa setiap mukmin menerima wasiat tentang kedua ibu bapaknya, dan supaya mensyukuri nikmat Allah yang dianugrahkan kepadanya dan kepada kedua ibu bapaknya, dan agar ia melakukan amal saleh dan berusaha untuk mensalehkan anak cucunya, disamping supaya berdo'a kepada Allah, mohon kiranya Dia membrikan taufik untuk melakukan amal perbuatan penghuni surga.

















C. TAFSIR AYAT DAN PENJELASAN SURAT AL-AHQAAF : 17-20

Surat Al-Ahqaaf : 17-20

( والذي قال لوالديه اف لكما اتعدانني ان اخرج وقد خلت القرون من قبلي وهما يستغيثن الله ويلك امن ان وعد الله حق فيقول ما هذا الا اساطير الاولين ١٧ اولئك الذين حق عليهم القول في امم قد خلت من قبلهم من الجن والا نس انهم كانوا خسرين ١٨ ولكل درجت مما عملوا وليوفيهم اعمالهم وهم لايظلمون ١٩ ويوم يعرض الذين كفروا على النار اذهبتم طيبتكم في حياتكم الدنيا واستمتعتم بها فاليوم تجزون عذاب الهون بما كنتم تستكبرون في الارض بغير الحق وبماكنتم تفسقون٢٠

Artinya : (17). "Dan orang yang berkata kepada dua orang ibu bapaknya, Cis, bagi kamu keduanya, apakah kamu keduanya memperingatkan kepadaku bahwa aku akan dibangkaitkann padahal sudah berlalu beberapa umat sebelumku, lalu kedua orang ibu bapaknya memohon pertolongan kepada Allah seraya mengatakan, "Celakalah kamu,berimanlah ! sessungguhnya janji Allah adalah benar" Lalu dia berkata, ini tidak lain hanyalah dongeng orang-orang dahulu belak.''

(18). "mereka itulah orang-orang yang telah pasti ketetapan (azab) atas mereka bersama umat-umat yang telah lalu dari jin dan manusia."sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang merugi."

(19). "dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang telah mereka kerjakandan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan) pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka tiada dirugikan."

(20). "dan (ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka dikatakan), 'kamu telah mengahabiskan rezkimu yang baik dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah bersenag-senag denganya, maka pada hariini kamu dibalasi dengan azab yang menghinakan karna kamumenyombongkan diri di muka bumi tanpa hak dan kamu telah fasik.' "[10]



1. Penafsiran Kata-Kata Sulit

اف - Uffin - : Suara yang keluar dari seseorang ketika gusar.

اخرج- Ukhraja - : Saya dibangkitkan dari kubur untuk di hisab.

خلت القرون من قبلى- Khalatil qurunu min qabli - : Umat-umat sebelumku telah lewat, namun tidak ada seorang pun diantara mereka tak pernah yang dibangkitkan.

يستغيثان الله - Yastagisanillah - : Kedua orang tua itu berkata, "Semoga Allah menolong kami darimu. Orang menagtakan Istagasallah dan Istagasa billah, yang artinya mementak tolong kepada Allah. Adapun yang dimaksud disini adalah,bahwa kedua orang tua memitak tolong kepda Allah terhadap kekafiran anaknya. Karna tidak menyetujui kekafir tersebut dan mengangap perkara besar, sehingga mereka meminta perlindungan keapda Allah dan menolak kekafiran tesebut, sebagaimana orang mengatakan al-iyazu billah min kaza, semoga allah melindungi aku dari perbuatan ini.

ويلك - Wailak - : Do'a atas anak itu agar mendapat kecelakaan dan kebinasaan. Sedang yang dimaksud adalah menganjurkan untuk melakukan suatu perbuatan atau meningalkanya, agar terasa bahwa pelakunya akan benar-benar celaka. Sehingga apabilah dia mendengar hal itu, maka ia akan berhenti dari kesesatanya dan meningalkan hal itu, maka dia akan berhenti dari kesesatanya dan meningalkan kelakuanya, lalu menempuh jalan yang dapat menyelamatkannya.

اساطير الاولين- Astirul awwalin -: Kebatilan-kebatilan orang-orang dahulu yang mereka tulis dalam kitab-kitab tanpa ada fakta.

حق عليهم القول - Haqqa ' alihimul qaulu - : Pastilah mereka ditimpa keputusan Allah kepada iblis.

لاملئن جهنم منك و ممن تبعك منهم اجمعين ( سعد : ٨٥

Artinya :"Sesunggunhnya Aku pasti akan memnuhi neraka jahanam dengan jenis kamu dandenagan orang-orang yang mengikuti kamu di antara mereka (manusia) semuanya." ( Sa'd :85)[11]



من الخسرين - Minal khsirin : Tergolong orang-orang yang menyia-nyiakan pandangan mereka yang merupakan modal, karena mereka mengikuti bisikan-bisikan setan.

الدرجات - Ad-darajat : Jamak dari darajat, artinya kedudukan. Darajat disebut pula manzilah (kedudukan) bila yang dimaksud adalah darajat yang tinggi. Dan disebut Darakah (lapisan) bila yang dimaksud adalah derajat yang rendah.oleh sebab itu, dikatakan Darajatul Jannah dan Darajatu Nar. Adapaun Darajat disini adalah dengan menyamaratakan (taglib).

طيبتكم - Tayyibatikum : Kebaikan-kebaikan kamu. Maksudnya kemudahan dan kekuatan. Orang mengatakan zahaba atyabahu, artinya telah hilang dua yang terbaik baginya. Yang dimaksud kemudahan dan kekuatan.

الهون- Al-hun : Kerendahan dan kehinaan.

تفسقون- Tafsuqun : Kalian keluar dari ketaatan kepada Allah.[12]

2. Pengertian Secara Umum

Setelah Allah menyebutkan hal ihwal orang-orang yang mendo'akan kedua ibu bapaknya dan yang berbakti kepada keduanya, kemudian menyebutkan pual kebahagiaan dan keselamatan yang Allah sediakan untuk mereka di akhirat, maka dilanjutkan menyebutkan orang-orang yang celaka, yaitu orang-orang yang durhaka kepada ibu bapaknya dan yang menginkari kebangkitan dan hisab, yang membantah umat-umat yang telah lalu tidak peranah dibangkitkan lagi kemudian Allah menyebutkan tentang pula jawaban bapak-bapak mereka terhadap bantahan mereka, bahwa hari kebangkitan itu hak, tidak diragukan lagi.

Sesudah itu Allah menyebutkan tentang jawaban anak-anak kepada bapak-bapak itu, bahwa semua adalah dongeng-dongeng dari orang-orang terdahulu dan khurafat belaka. Dan kemudian Allah menyebutkan bahwa orang-orang seperti itu tergolong ornag-orang yang pasti mendapat keputusan, bahwa tempat kembali mereka adalah neraka.

Kemudian Allah melanjutkan pula bahwa masing-masing dari orang-orang yang berbuat baik dan orang-orang kafir mempunyai kedudukan sendiri-sendiri dari sisi Tuhan mereka, sebagai balasan yang setimpal atas amal perbuatan yang mereka lakukan. Dan mereka akan mendapatkan balasan atas perbutan-perbuatan tersebut dengan balasan yang sempurna.

Kemudian Allah mengabarkan kepada orang-orang kafir akan dikatakan ketika neraka diperlihatkan kepada mereka, "Kalian sesungguhnnya sombong dari mengikuti kebenaran, bahkan melakukan kefasikan dan kemaksiatan. Maka Allah memberi balasan kepada kalian dengan kerendahan dan kehinaan, serta penderitaan-penderitaan yang menyebabkan penyesalan yang silih berganti dalam jurang-jurang neraka.

3. Tafsir (Penjelasan)



(والذي قال لوالديه اف لكما اتعدنني ان اخرج و قد خلت القرون من قبلي)

Adapun orang-orang yang berkata kepada ibu bapaknya ketika keduanya mengajak beriman dan mengakui bahwa Allah akan membangkitkan makhluk dari kubur masing-masing dan memberikan balasan kepada mereka atas perbuatan-perbuatan mereka, "Cis," bagi kamu berdua, sesungguhnya aku benar-benar gusar terhadap kalian berdua. Apakah kalian mengatakan bahwa aku akan dibangkitkan dari kuburku dalam keadaan hidup setelah aku mati dan binasa.dan setelah kehancuran yang aku alami dan tercerai berai tulang-tulangku.sesungguhnya ini benar-benar aneh. Perhatikanlah umat-umat yang telah lalu telah melewati sebelum aku, seperti kaum Ad dan Samud, seorang pun dari mereka tidak ada yang dibangkitkan lagi. Dan sekiranya kalian katakana, tentu umat-umat yang telah lalu tentu dibangkitkan pula. Apakah kalian tidak memperhatikan perkataan orang."

( الذي قال لوالديه اف لكما )

Tak ada seorang pun datang kepada kita yang menghabarkan bahwa ia ada dalam surga atau nerka setelah ia meninggal dunia. Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Mardawih mengelurkan riwayat dari Abdullah, katanya "sesungguhnya aku berada dimasjid ketika marwan berpidato dengan mengatakan, ' sesungguhnya Allah telah melihat pendapat yang baik pada amirul mu'minin yakni Muawiyah, untuk mengangkat Yazid sebagi khlifah pengantinya. Karena Abu Bakar dan Umar pun telah mengangkat pengantinya.

Maka berkatalah Abdurahman bin Abu Bakar. Ini tradisi Hercelius dan Kaisar) sesungguhnya Abu Bakar ra. Tidak menjadikan pangkat khlifah pada salah seorang anaknya dan tidak pula pada sala seorang kelurganya, namun Muawiyah hanya menjadikan pangkat dan kemulain bagi anaknya saja.

Dan yang benar, bahwa ayat ini tidaklah turun mengenai seorang tertentu saja, tetapi siapa saja yang berkata dengan perkataan tersebu, lalu diajak oleh kedua ibu bapaknya untuk beriaman dengan hari kebangkitan dan kepada agama yang benar, namun enggan dan ingkar.

( وهما يستغيثن الله ويلك امن ان وعدالله حق )

Sedangkan kedua ibu bapakanya berseruh dan memohon pertolongan dari Allah agar memberikan taufik kepada anaknya menuju iman kepada kebangkitan, dan berkata kepada anaknya dengan nada menganjurkan dan menekankan,"Celaklah kamu, percayalah kamu kepada janji Allah.dan sesungguhnya kamu akan benar-benar dibangkitkan setelah kematianmu. Dan sesungguhnya janji Allah yang telah dijanjikan kepada makhluk-Nya, bahwa Dia akan membangkitkan mereka dari kubur masing-masing dan mengelurkan mereka dari padanya menuju hisab untuk memberikan balasan kepda mereka, adalah benar tidak diragukan lagi.

Kesimpulanya, bahwa kedua ibu bapaknya mengangap bahwa kata-kata anaknya sebagi perkara besar, lalau keduanya memintak perlindungan kepada Allah dalam menolaknya, dan mendo'akan anak-anaknya itu supaya celaka dan menderita, dengan tujuan agar anaknya itu mau meninggalkan kelakuanya seperti itu dan agar terasa olehnya, bahwa perbuatan yang ia lakukan itu cukup dapat membinasakan pelakunya.

Sesudah itu Allah SWT, menceritakan tentang jawaban anak itu kepada ibu bapaknya, seraya memperolokkan keduanya dan menunjukkan keheranan terhadap keadaan orang tuanya itu.

( فيقول ما هذا الااساطير الاولين )

Maka ia berkata dalam memberi jawaban kepada ibu bapaknya dan menolak nasehat mereka berdua dengan mendustakan janji Allah, "Apakah yang kalian katakana kepadaku ini dan kalian ajak aku kepadanya, tak lain adalah kebatilan-kebatilan yang telah dicatat oleh orang-orang yang terdahulu, lalu catatan itu diperoleh oleh kalian berdua dan kalian percaya kepadanya, padahal catatan itu tidak ada keyataannya.

Sesudah itu Allah SWT, menyebutkan tentang alasan bagi orang-orang seperti itu atas perkataan dan i'tikad mereka, seraya firman-Nya :

( اولئك الذين حق عليهم القول في امم قد خلت من قبلهم من الجن والا نس )

Orang-orang yang telah disebutkan sifat-sifatnya itu, adalah orang-orang yang pasti mendapat azab dari Allah, pasti ditimpah hukuman dan murka Nya, seperti uamat-uamat yang telah mendapatkan azab, yaitu bangsa-bangsa yang telah mendahului sebelum mereka, baik jin maupun manusia yang mendustakan rasul-rasul dan durhaka terhadap perintah Tuhan mereka.

Ayat ini merupakan isyarat bahwa jin juga mengalami kematian dan berganti dari satu generasi kegenerasi lain, seperti halnya manusia.

Abu hayan dalam kitabnya Al-Bahr, berkata, Hasan Al-Basri pada sala satu majlisnya berkata, "bangsa jin tidaklah mati. "maka pendapanya ditentang oleh Qotadah berdasarkan ayat ini. Maka Hasan Al-Basri pun diam.

Dan ayat ini juga merupakan bantahan terhadaporang-orang yang berkata,bahwa ayat : mengenai Abdurahaman bin Abu Bakar, karena ia telah masuk islam dan telah dihapuskan dosa-dosa sebelumnya. Dan ia pun tergolong sahabat nabi yang utama.

Ada pun orang yang pasti mendapat hukuman dari Allah, maka yang dimaksud ialah orang yang diketahui oleh Allah Ta'ala takkan masuk islam buat selama-lamnya.

Kemudian Allah SWT, meyebutkan alasan dari diturunkannya azab yang menghinakan ini.

( انهم كانواخسرين )

Karena mereka telah menyia-nyiakan fitrah mereka yang pada fitrah-fitarah merka tersebuatlah Allah telah menciptakan mereka, tetapi mereka mengikuti setan. Sehingga mereka merugi karena menukar petunjuk dengan kesesatan dan menukar nikmat dengan azab.

Kemudian Allah SWT, bahwa masing-masing dari kedua golongan tersebut, yaitu golongan yang mengatakan, Tuhan kami adalah Allah, dan golongan yang tidak berkata senonoh kepada ibu bapaknya, masing-masing mempunyai kedudukan yang berbeda. Firman Allah SWT :

( ولكل درجت مما عملوا وليوفيهم اعمالهم وهم لايظلمون )

Dan masing-masing dari orang yang berbuat baik dan yang berbuat durhaka dari bangsa jin maupun manusia, mempunyai kedudukan sendiri-sendiri di sisi Allah pada hari kiamat, sesuai dengan perbuatan mereka masing-masing, perbuatan yang baik maupun yang buruk di dunia dan tujunanya juga supaya Allah menyempurnakan kepada mereka balasan perbuatan-perbuatan mereka, kepada yang berbuat kebaikan akan diberiakan kebaikan, sedangkan kepada yang berbuat buruk, diberikan keburukan pula, sedangkan mereka sedikit pun tidak dirugikan.

Maksudnya orang yang berbuat buruk tidak dihukum kecuali sesuai dengan dosanya, dan tidak dipikulkan kepadanya dosa dari orang lain, sedang orang yang berbuat baik tidak dikurangi pahala kebaikannya.

Dan setelah Allah SWT, menerangkan bahwa Ia membirikan hak kepada yang berhak menerimanya, maka diterangkan pula kengerian-kengerian yang akan dialami oleh oleh orang-orang kafir.Firman-Nya :

(ويوم يعرض الذين كفروا على النار اذ هبتم طيبتكم في حياتكم الدنيا واستمتعتم بها فا ليوم تجزون عذاب الهون بماكنتم تستكبرون في الارض بغير الحق وبماكنتم تفسقون )

Dan celakalah kepada kaummu ihwal orang-orang yang kafir ketika mereka disiksa dalam neraka, lalu dikatakan kepada mereka dengan nada mengancam dan memburukkan, "sesungguhnya kelezatan-kelezatan dan kenikmatan yang telah ditakdirkan untukmu,benar-benar telah kamu terima dan kamu peroleh di dunia sepenuhnya, dan tidak tersisa lagi bagimu sedikit pun dari kelezatan dan kenikmatan tersebut. Tetapi yang tinggal hanyalah kehinaan dan kerendahan, sebagai balasan atas kesombongan dan kefasikan terhadap perintah Tuhan dan keluarnya kamu dari ketaatan kepada-Nya.

Hal ini merupakan anjuran untuk mengurangi kemewahan-kemewahan duniawi dan perhiasannya, disamping agar melakuakan kesederhanaan di dunia.

Sa'id bin Mansur, Abd Humaid, Ibnul Munzir, Al-Hakim dan Al-Baihaqi telah megeluarkan sebuh riwayat dari Ibnu Umar, bahwa Umar r.a, pernah melihat pada tangan Jabir bin Abdullah r.a, sekeping dirham. Maka berkata Umar,"Untuk apakah kepingan dirham ini ? "Maka berkata Jabir, "Aku hendak membelikan daging denganya untuk keluargaku yang mereka sukai." Umar berkata, "apakah setiap kali kalian mengiginkan sesuatu, lalu kalian membelinya,. Kemanakah perginya dari kalin ayat ini ? "

(اذهبتم طيبتكم في حياتكم الدنيا واستمتعم بها )

Sementara Al-Hasan meriwayatkan pula dari Ibnu Qais, bahawa dia pernah mendenagar Umar bin Khatab r.a, berkata,"sesungguhnya aku pun tahu cara yang enak, dan kalau aku mau tentu bisa saja aku memasak hati, daging panggang, sambal dan sate.[13]) akan tetapi nikmat-nikmat itu saya sisakan (sengaja tidak saya kenyam). Karena Allah 'Azza wa Jalla telah menggambarkan tentang beberapa kaum dengan firman-Nya :

( اذهبتم طيبتكم في حياتكم الدنيا واستمتعتم بها )

Ahmad dan Al-Baihaqi dalm kitab syu'bul iman mengelurkan sebuah riwayat dari Saubah ra. Ia berkata, "apabilah Rasulullah saw. Hendak melakukan suatu perjalanan maka pertemuan yang terakhir yang beliau lakukan dengan keluarganya adalah dengan Fatimah.Dan dengan orang yang pertama beliau temui diantara mereka (sepulangnya dari perjalanan) adalah juga Fatimah ra. Suatu saat beliau datang dari suatu peperangan. Maka datanglah kepada Fatimah, yang ternyata ada secarik kain dari bulu tebalpada pintunya. Dan beliau juga melihat Hasan dan Husen memakai dua gelang dari perak. Maka beliau pun berbalik dan tidak lagi menemui Fatimah. Maka takkala Fatimah melihat peristiwa tersebut, maka ia menyangka bahwa nabi tidak masuk rumah karena sesutau yang beliau lihat. Maka kain kelambu itu dicopotnya dan juga kedua gelang itu dilepaskannya dari anak tersebut. Lalu dipotong sehingga anak itu menagis maka benda itu pun dibagi dua untuk mereka berdua.

Sesudah itu kedua anak tersebut pergi kepada Rasulullah saw. sambil menagis. Namun Rasulullah mengambil gelang-gelang tersebut dari mereka berdua, seraya bersabda, "Hai suban bawalah benda ini kepada bani fulan (suatu kelurga di Madinah) dan berikanlah Fatimah kalung dari permata putih dan dua gelang dari gading gajah. Karna mereka adalah keluarga-keluargaku, sedang aku tidak suka keluargaku memakan makanan yang enak dalam kehidupan mereka di dunia.

Memang, para As-Salafs Salih (pembuka-pemuka agama terdahulu) juga lebih menyukai kesederhaan dan zuhud di dunia, karna mengharpakan pahala yang lebih sempurna di akhirat. Bukan karenamenikmati keidahan di dunia ini termasuk terlarang, berdasarkan dalil firman Allah Ta'ala :

(قل من حرم زينة الله التي اخرج لعباده والطيبت من الرزق ( الاعراف : ٣٢ )

Artinya: "Katakanlah, siapakah yang mengharmakan perhiasan dari Allah yang telah dikelurkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (dan siapa pula yang mengharamkan) rezki yang baik.'" (Al-A'raf :32) [14]



Memang menjaga diri dari berenak-enak adalah lebih utama. Karena nafsu itu, apabilah telah terbiasa berenak-enak dan hafal dengannya, maka susuhlah baginya untuk meninggalkannya atau untuk merasa cukup dengan yang lebih rendah dari pada itu. Maka alangkah baiknya kata-kata :

والنفس كاالطفل ان تهمله شب على حب الرضاع وان تفطمه ينفتم

Artinya: "Nafsu itu seperti bayi. Bila kamu biarkan dia, maka iapun akan terus-menerus menyukai tetek. Tetapi jikalau ia kamu sapih, maka iapun akan berhenti menetek."[15]



Dan alangkah baiknya orang yang menyesuaikan diri denagan pedoman ini, dan memelihara undang-undangnya, yaitu hendaklah orang memakan apa adanya, makanan yang baik atau makanan tanpa lauk, dan jangan memaksakan diri untuk memakan yang baik-baik saja dan menjadikan hal ini menjadi suatu kebiasaan. Karena Nabi saw. Pun sudah merasa kenyang dengan apa adanya, dan bersabar apabila tidak mendapatkan makan. Beliau memakan jajan apabila beliau memperolehnya, dan meminum madu apabila kebetulan mendapatkanya juga memakan daging apabila mudah memperolehnya, namun sama sekali tidak sengaja mencari dan tidak menjadikan hal itu sebagai suatu kebiasaan.[16]

D. BERBAKTI DAN AKHLAK KEPADA ORANG TUA

Agama Islam mengajarkan dan mewajibkan kita sebagai anak untuk berbakti dan taat kepada ibu-bapak. Taat dan berbakti kepada kedua orang tua adalah sikap dan perbuatan yang terpuji, cara berbakti dan sopan santun kepada orang tua ialah melaksanakan segala perintahnya dengan melakukan hal-hal sebagai berikut :

1. Bersikap hormat dan sopan santun dalam segala hal.

2. Tidak berkata kasar atau kotor yang menyingung dan menyakiti hati ibu bapak

3. Membantu perkerjaan ibu dan bapak dengan senag hati dan bermuka manis

4. Mengucapkan terimakasih apabilah diberi sesuatu dan tidak mencela ibu dan bapak, walaupaun pemberiaan itu kurang disenagi

5. Selalu meminta izin setiap akan meninggalkan rumah.

6. Mengucapkan salam setiap akan berpisah dan bertemu serta mencium tangan ibu dan bapak

7. Tidak berkata "AH…..! atau mencibirkan bibir kepada ibu dan bapak

8. Tidak menyakiti hati, perasaan apalagi badan ibu dan bapak

9. Merawat dan memelihara ibu-bapak ketika ia telah lanjut usia

10. Mendo'akan ibu-bapak setiap selesai melaksanakan shalat fardhu sesuai dengan yang dajarkan oleh Allah SWT, Firman Allah SWT dalam surat Nuh ayat 28. :

رب اغفرلى ولوالدي ولمن دخل بيتى مؤمنا والمؤمنين والمؤمنات ولاتزد الظلمين الاتبارا(نو ح : ٢٨)

Artinya : "Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk kerumahku dengan beriman dan semua orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah engkau tambahkan kepada orang yang zalim itu kecuali kebinasaan.(Q.S Nuh :28).[17]



Ayat di atas merupakan do'a mehon ampunan kepada Allah SWT, baik untuk diri sendiri maupun kedua orang tua setiap selesai shalat merupakan bukti kecintaan dan bakti kepada keduanya.

Sebagai anak wajib mentaati nasehat ibu-bapak dengan penuh hormat dan kasih sayang, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur;an surat Luqman ayat 14 yakni :

ووصينا الانسان بوالديه حملته امه وهنا على وهن وفصله في عامين ان اشكرلى ولوا لديك ا لي المصير( لقما ن: ١٤)

Artinya: "Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua ibu bapakmu, hanya kepada-Ku-lah kembalimu.( Luqman : 14)[18]



Ayat diatas menjelaskan bahwa anak wajib untuk ingat kepada ibunya sewaktu mengandung dan memeliharnya, agar terdorong untuk berbakti kepadanya, juga kepada bapaknya. Allah SWT, memerintahkan agar manusia selalu bersyukur pada Allah SWT, dan berbakti kepada ibu-bapaknya.

Selain itu cara menghormati dan menyayangi kedua orang tuanya, terutama dalam kehidupan sehari-hari, hal ini sesuai dengan firman Allah SWT, dalam surat al-Israa' ayat 24 yakni :
و احفض لهما جناح الذل من الرحمة و قل رب رحمهما كمار بيني صغيرا

( الا سراء : ٢٤)

Artinya: "Dan hendaklah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah : "Wahai Tuhanku, kasihannilah mereka beduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidiku di waktu kecil. (Al-Israa' : 24).[19]



Ayat di atas dapat dipahami bahwa diperintahkan kepada manusia untuk bersikap hormat dan merendah terhadap kedua orang tuanya, dan selalu mendo'akan keduanya agar diampuni Allah SWT, sehingga memperoleh keselamatan dunia dan akhirat yang diridhai-Nya.

E. PERAN ORANG TUA SEBAGAI SOSOK PENDIDIK NILAI-NILAI AKHLAK BAGI ANAK.

Pembangunan dan pembinaan terhadap aktivitas akidah anak dilakukan ketika ia menginjak usia remaja. Masa ini bagi seorang anak merupakan masa percobaan, yaitu ketika anak memasuki usia remaja. Para ahli membiri batasan, antara usia 13 s/d 20 tahun, sebagai usia remaja, tentu batasan ini sangat relative.

Perkembangan rasa keagamaan atau ketuhanannya dipengaruhi oleh perkembangan jasmani dan rohani. Penghayatan mereka terhadap keagamaan banyak berkaitan dengan faktor perkembangan tersebut. Masa perkembangan remaja menduduki tahap progresif. Siakap dan minat mereka terhadap agama sangat kecil dan ini tergantung dari kebiasaan masa kecil serta lingkungan.[20]

Pada umumnya manusia dan anak pada khususnya senantiasa hidup bersama lingkungannya yang beragam perilaku, baik secara pisik maupun fisiskis atau spiritual yang selalu mengadakan kontak atau inter aksi timbale balik.dalam hubungan timbale balik inilah terjadinya saling mempengaruhi.

Oleh kaeran itu, keberadaan masyarakat disekitarnya harus menjadi sasaran pendidikan akidah lebih dahulu sebelum anak mengambil lebih banyak dari mereka. Lingkungan masyrakat paling dominan memberiakan pendidikan ialah tetangga, kemudian lingkungan sekolah dan yang terdekat sampai dengan masyarakat sekampung dan lebih luas dari situ. Saat ini lingkungan anak sehari-sehari sudah lebih luas karena disamping mereka berada dilingkungan rumah tinggal, mereka juga tidak jarang berada dilingkungan sekolah, pasar, masyarakat penumpang bis, di lapangan olahraga dan lain-lain. Semua lingkungan masyarakat itu memiliki andil dalam membentuk akidah dan keperibadian si anak setelah dewasa.[21]

Ada pun kewajiban yang harus dilakukan oleh orang tua adalah : Membentuk keperibadian sesuai dengan pentunjuk Islam dan ajaran Al-Qur'an. Pondasi yang kuat merupakan syarat untuk dapat mendirikan sebuah bangunan yang kokoh.

Perhatikanlah betapa saratnya Islam dengan hikmah, sampai-samapi ia selalu memberikan arahan-arahan kepada kaum orang tua, dalam hal-hal yang terkecil sekalipun.

a. Memilih nama dan kunyah (gelar) yang Islami

Islam telah memerintahkan kepada kita untuk menamai anak kita dengan nama yang baik serta memilihkan nama yang Islami untuknya. Selain itu, Islam juga memerintahkan kepada kita untuk memberikan kunyah (gelar yang diakitkan dengan nama ayah atau anak-pent), yang membuatnya dapat merasakan eksistensi dirinya ditengah-tengah masyarakat .

b. Menajarkan shalat dan hal-hal yang terkait dengannya kepada anak

Pembicaraan mengenai perintah shalat merupakan pembicaraan tentang salah satu aspek spiritual terpenting dalam kehidupan sang anak. Sebab membiasakan anak untuk mengerjakan shalat dalam masa kanak-kanak akan memberikan sejumlah manfaat yang besar baginya.

c. Mengajarkan Alqur’an kepada Anak dan memperkenalkan hukum-hukum yang mereka perlukan

Adapun yang dimaksud dengan mengajarkan Al-Qur'an kepada anak adalah mengarahkan sang anak dalam mempelajari hukum-hukum agama Islamyang lurus melalui ayat-ayat Al-Qur'an yang jelas, setelah sebelumnya ia mendapatkan sejumlah pembekalan.

Berkenaan dengan hal ini Rasulullah SAW, bersabda yakni :

خيركم من تعلم القران وعلمه (رواه البخاري)

Artinya : "Sebaik-baik orang di antara kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya."(H.R).[22]



Jika anak anda telah hafal ayat-ayat Allah SWT, yang sangat jelas (Al-Qur'an), lalu cahaya dari ayat-ayat itu telah besemayam di dalam hatinya dan telah memantul keseluruh tubuhnya, sehingga jalan hidupnya pun menjadi lurus dan metode hidupnya menjadi jelas.[23]

Dengan demikian jelaslah bahwa mempersiapkan generasi yang baik hendaklah dimulai dari lingkungan yang terkecil yakni lingkungan rumah tangga, dimana yang sangat berperan untuk menjadikan keluarga, anak-anak yang shalih dimulai dari pendidikan yang dilaksanakan oleh orang tua yang mencontohkan akhlak yang mulia yang kemudian selanjutnya akan terjadinya kesinambungan yang bisa dicontoh oleh anak, hal ini adalah salah satu cara supaya anak menjadi anak yang shalih nantinya.

Kemudian juga ada beperapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua di dalam upaya menjadidik anak. Disamping itu, ada beberapa masalah yang perlu kita perhatikan, dan seyogianya masalah itu kita terapkan terhadap buah hati (anak) kita.diantara kiat-kiat itu sebagai berikut :

1. Memberikan perhatian dalam memilihkan calon isteri yang salehah.

Memohon kepada Allah keturunan yang saleh.

2. Senang atas kedatangan (kelahiran) anak dan menghilangkan kerasa tidak sukaan (murka) disebabkan kelahiran mereka.

3. Meminta pertolongan kepada Allah dalam mendidik anak-anak.

4. Mendo'akan kebaikan untuk anak-anak dan menjauhi mendo'akan kecelakaan atas mereka.

5. Memberi nama mereka dengan nama-nama yang baik.

6. Dan sebaiknya juga memanggil anak-anak dengan panggilan yang baik di waktu kecil

7. Menanamkan keimana dan akidah yang benar dalam diri anak

8. Menanamkan nilai-nilai yang terpuji dan akhlak yang mulia dalam jiwa mereka.

9. Menjauhkan mereka dari akhlak yang tercela dan menjadikan mereka benci kepada akhlak yang buruk dan tercela.

10. Mengajari mereka perkara-perkara yang dipandang baik dan melatih mereka untuk mengamalkannya

11. Berusaha keras mengunakan kata-kata yang baikdan bisa diterima oleh anak-anak serta menjauhkan dari kata-kata yang kurang baik atau jelek

12. Membentengi mereka dengan zikit-zikir yang disyaria'atkan.

13. Berusaha untuk menjadi teladan (qudwah) dalam mendidik.

14. Menjauhkan kemungkaran dan permainan yang dapat merusak anak-anak.

15. Mengadakan alat-alat hiburan / permainan yang sesuai dengan anak-anak.

16. Menjauhkan mereka dari factor-faktor yang menyebabkan penyelewengan seksual.

17. Membiasakan mereka untuk hidup sederhana dengan sifat kejantanan, bersungguh-sungguh, serius, dan menjuhkan mereka dari sifat malas, menggangur, dan santai-santai

18. Membiasakan mereka bangun diakhri malam karena pada saat itu merupakan waktu tertuangnya berbagai keuntungan dan pembagian hadia-hadia.

19. Mendidik mereka agar tidak berlebih-lebihan dalam hal makan, berbicra, tidur, dan bergaul dengan masyarakat, karena berlebihan dari empat macam itu akan mendapat kerugian, yaitu seseorang akan kehilangan kebaikan di dunia dan akhirat.

20. Selalu merangsang mereka untuk pergi ke masjid dikala mereka masih kecil dan mendorong mereka shalat di masjid dikala dewasa.

21. Mengawasi kecenderungan anak dan mengembangkan bakat-baktnya serta mengarhakannya kepada sesuatu yang sesuai dengannya.

22. Membiasakan anak-anak melaksanakan sebagian tanggung jawab

23. Membiasakan anak-anak untuk berpartisipasi dalam kegiatan social kemasyarakatan



F. SUBTANSI NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK ANAK TERHADAP ORANG TUA

Pembahasan tentang subtansi akhlak anak terhadap kedua orang tua antara lain bisa kita bagi kepada dua bahagian yang, "pertama semasa kedua orang tua masih hidup, "yang kedua semasa kedua orang tua telah meningal dunia, sebagai berikut pembahasannya :

1. Ketika Kedua Orang Tua Masih Hidup

Berbakti kepada kedua orang tua sesungguhnya kewajiban yang mulia hamba Allah untuk memuliakan diri, orang tua dan meninggikan syiar Islam dan kalimatullah. Dalam kehidupan dunia selagi orang tua masih hidup, baik salah satu atau kedua-keduanya, kesempatan untuk beramal shalih sangat banyak. Diantara kewajiban dan ketika birrul walidain di kala orang tua masih hidup di dunia adalah sebagai berikut :

a. Mentaati segala yang diperintahkan selama tidak untuk bermaksiat kepada Allah SWT.

Bentuk ketaatan seorang anak kepada orang tua sangat banyak dan luas, mencakup semua dimensi kebajikan selama tidak bertentangan dengan syariat Allah dan Rasul-Nya.

Yaitu mentaati kedua orang tua adalah dengan cara mentaati segala apa yang diperintahkan, bahkan mendahulukan dari perkara-perkara yang sunnah. Sampai-sampai seorang anak laki-laki yang sudah berkeluarga harus pula mengedepankan dan memprioritaskan bakti kepada kedua orang tuanya, diatas berbuat baik terhadap ister dan anak-anaknya. Hal ini karena hak orang tua lebih besar dan lebih utama dari hak-hak keluarga.

b. Memberikan nafkah terhadap kedua orang tua

Termasuk bentuk birrul walidaini yang penting diperhatikan dan diamalkan takkala orang tua masih hidup baik, atau kedua-duanya, adalah memberikan nafkah dan mencukupi kebutuhan mereka.

c. Menyambung silaturrahim

Menyambung silaturrahim barang kali satu hal yang terpenting di antara berbagai cara untuk membahagiakan orang tua. Mengapa ? secara sadar atau tidak bisa kita rasakan bahwa ketika kita miskin perasaan kekeluargaan begitu rekatnya, sehidup-semati tak ingin dipisahkan. Disaat masih menderita seolah tak ingin diceraiberaikan. Namun ketika harta mulai bertumpuk di depan mata kita, di saat isteri cantik atau suami yang tampan telah bersanding disisinya, manakala tahta dan mahkota tertengger melengkapi kehormatanya, sungguh banyak kehancuran dan porak-poranda hubungan keluarga. Anak tidak mengenal lagi orang tuanya, anak-anak yang kaya tidak lagi menghiraukan saudaranya yang miskin papa.

d. Mendahulukan kepentingan mereka

Sudah seharusnya seorang anak berbakti kepada kedua orang tua yaitu melakukan yang terbaik untuk mereka, mendahulukan kepentingan mereka atas kepentingan dan kebutuhannya sendiri. Bahkan meski orang tua berbuat yang tidak berkenan di hatinya,seorang anak haruslah tetap berbuat baik kepadanya. Hingga ketika mereka mengajak anaknya melakukan kemusrikkan, sang anak harus menyikapinya dengan baik, menolaknya dengan halus dan simpatik dan tetap mempergaulinya dengan baik.

e. Pengorbanan untuk kedua orang tua

Bila telah tumbuh rasa cinta pada sesuatu, biasanya dibutuhkan pengorbanan yang besar untuk meraihnya. Dan besarnya hasil sesuai dengan jerih paya yang dikelurkan. Demikian juga salah satu bentuk cinta dan kasih sayang seorang kepada orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya, melahirkan dan menyusui serta mengasuhnya dengan penuh kasih sayang. Sang ayah menafkahi keluarga, menyayangi dan mendidiknya.

Sabda Rasulullah SAW, yakni :

وعن ابى الدرداء رضىالله عنه ان رجلا اتاه فقال : ان لى امراْة وانه امى تاْمرنى بطلا قها , فقال : سمعت رسول الله عليه و سلم يقول : الوالد اوسط ابوا ب الجنة , فاْن شئت فاْضع ذ لك الباب اواحفظه (روا ه التر مذى)

Artinya : "Dari Abu Darda' r.a., ia berkata : Ada seorang mendatanginya dan berkata : "Wahai Abu Darda' saya mempunyai isteri, dan ibuku menyuruhku utnuk menceraikannya, "Kemudian Abu Darda' berkata : "Saya mendengar Rasulullah SAW. Bersabda : "Orang tua itu bagaikan pintu surga yang paling tengah. Terserah kamu apakah akan menyia-nyiakan ataukah menjaganya." (H.R At-Tirmizi).[24]

f. Bersegera menyahut panggilan orang tua

g. Bermuka manis dihadapan orang tua

Bermuka manis di sini dalam arti yang sesungguhnya, bukan sebatas lip service hiasan bibir belaka. Hal ini sebagaima dijelaskan dalam al-qur'an agar jangan berkata, "ah", "uf" atau sejenisnya, yang dapat menyakitkan hati orang tua. Firman Allah SWT, yakni :

فلا تقل لهما اف ولا تنهر هما وقل لهما قولا كر يما (الا سرا ء :٢٣)

Artinya: "Maka sekali-kali janganlah mengatkan kepada keduanya perkataan, "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia." (Al-Israa' :23).[25]



h. Jangan mencela kedua orang tua

i. Membalas jasa orang tua

Rasulullah saw bersabda, yakni :

وعن ابى هريرة رضى الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لا يجزى ولد والدا الا ان يجده مملو كا قيشتريه فيعتقه (رواه مسلم)

Artinya : "Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata : "Rasulullah SAW, bersabda : "seseorang tidak dapat membalas budi kedua orang tuanya, kecuali jika mendapatkan orang tuanya menjadi budak, kemudian ia beli dan memerdekakanya." (H.R Muslim).[26]

Dari hadist di atas jelaslah bahwa salah satu upaya untuk membahagiakan orang tua adalah dengan membalas jasa ayah dan ibu. Hadist diatas menjelaskan juga sebagai berikut yang intinya ialah :

Pertama, menujukkan bahwa yang memerdekakan adalah sang anak, dan dialah yang menyebabkan kemerdekaan ayahnya dengan cara membelinya. Berdasarkan ketentuan syara' , maka dengan pembelian tersebuat orang tua merdeka.

Kedua, menujukkan penafsiran yang lebih mendalam akan sulitnya membalas kebaikan seorang ayah dan tiada dapat dilukiskan oleh sesuatupun.[27]

2. Ketika Orang Tua Sudah Meninggal Dunia

Dari Abu Usaid ra berkata, ketika kami duduk bersama Rasulullah Saw, tiba-tiba datang seorang laki-laki dari Bani Salamah lalu berkata :

عَنْ أَبِي أُسَيْدٍ صَاحِبِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ بَدْرِيًّا وَكَانَ مَوْلَاهُمْ قَالَ قَالَ أَبُو أُسَيْدٍ بَيْنَمَا أَنَا جَالِسٌ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ بَقِيَ عَلَيَّ مِنْ بِرِّ أَبَوَيَّ شَيْءٌ بَعْدَ مَوْتِهِمَا أَبَرُّهُمَا بِهِ قَالَ نَعَمْ خِصَالٌ أَرْبَعَةٌ الصَّلَاةُ عَلَيْهِمَا وَالِاسْتِغْفَارُ لَهُمَا وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا وَإِكْرَامُ صَدِيقِهِمَا وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِي لَا رَحِمَ لَكَ إِلَّا مِنْ قِبَلِهِمَا فَهُوَ الَّذِي بَقِيَ عَلَيْكَ مِنْ بِرِّهِمَا بَعْدَ مَوْتِهِمَا

Artinya : "Ya Rasulullah, apakah masih ada kesempatan lagi untuk berbuat baik kepada kedua orang tuaku, setelah keduanya meninggal?" Jawab Nabi SAW : "Mendo'akan keduanya, memintakan ampun untuk keduanya, menyambung tali silaturrahim kerabat-kerabatnya, dan memuliakan teman-temanya." (H.R ibnu majah dan ibnu hibban).[28]



Cara yang di lakukan apabila kedua orang tua kita telah meninggal dunia untuk berbakti kepada mereka antara lain sebagai berikut :

a. Mendo'akan keduanya

Salah satu kewajiban utama anak kepada kedua orang tuanya adalah mendo'akan mereka. Firman Allah SWT memerintahkan :

و احفض لهما جناح الذل من الرحمة و قل رب ارحمهما كما ر بيا نى صغيرا (الا سرا ء :٢٤)

Artinya : "Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkalah, "Wahai Tuhan-ku, kasihanilah mereka keduanya, sebagaimana mereka telah mendidik aku di waktu kecil."(Q.S Al-Israa' :24)[29]



b. Memintakan ampun untuk keduanya

d. Memuliakan teman-temannya

Tercakup dalam menyambung tali silaturrahim adalah memulikan teman-teman orang tua, atau orang-orang yang sudah meninggal.

e. Melunasi hutang-hutang nazarnya

Diantara kewajiban anak terhadap orang tuanya adalah menunaikan berbagai perkara yang telah dinazarkan, menjadi tanggungan atau hutangnya. Misalnya orang tua memiliki nazar untuk melakukan amal shalih, namun belum sempat ditunaikan kerena Allah berkenan memanggil menghadap keharibaan-Nya. Inilah tanggung jawab anak shalih, yaitu beupaya untuk selalu menunaikan "amanah" yang dipikul ayahnya.

f. Menjaga nama baik kedua orang tua

g. Membayarkan hutang orang tua

h. Melanjutkan amal shalih

i. Menjadi anak shalih

j. Tidak mendendam kepada orang tua

k. Ridha dengan apa yang telah diambil orang tua darinya

Perlu disadari bahwa anak dalam pandangan Islam merupaka amanah sekaligus hak yang diberikan kepada orang tua untuk mengelolanya. Termasuk dalam "hak dan kekuasaan" orang tua, bahwa harta anak juga diperkenanka bagi orang tua untuk menikmatinya.

Anak harus rela bila orang tua memakan harta darinya. Sedangkan bila hendak memakan harta orang tua, anak haruslah mendapat izin dari orang tuanya. Mekanisme semacam ini akan menciptakan tumbuhnya harmoni muamalah dalam amal shalih dan terciptanya pula "muasyarah bil ma'ruf."

Sehingga bisa jadi ketika orang tua meninggal dan banyak harta anak dihabiskan oleh orang tua, maka anak haruslah tulus ikhlas dan ridha. Karena sesungguhnya balasan kebaikan anak tersebut belumlah sepadan bila dibandingkan perhatian dan kasih sayang yang dicurahkan kepadanya. Dan apabila anak rela dengan apa yang telah dimakan atau diambil orang tua darinya, dia pun akan mendapatkan balasan yang serupa. Firman Allah SWT, dalam surat Ar-Rahman ayat 60:

هل جزاء الا حسا ن الا الاحسان (الرحمن :٦٠)

Artinya: "Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)."(Ar-Rahmman: 60).[30]



Al-Bazzar meriwayatkan, ada seorang laki-laki sedang tawaf dengan mengendong ibunya maka lelaki itu bertanya kepada Rasulullah SAW, "Apakah (dengan ini) saya telah melaksanakan kewajiban saya kepadanya?" Nabi SAW, menjawab, "Tidak. Tidak sebanding dengan satu kali melahirkan.[31]

Dari pemaparan diatas dapat kita simpulkan bahwa hal-hal yang harus diperhatikan oleh anak semasa orang tuanya masih hidup ataupun ketika orang tuanya telah meninggal yakni sebagimana telah dijelaskan diatas namun disamping itu seorang anak harus dengan sekuat tenaga, dan setulus jiwa melayani orang tuanya, karena kalau mau kita bandingkan dengan apapun jasa orang tua yang talah melahirkan kita, mengasuh, mendidik, membesarkan, serta mencukupi segala kebutuhan yang anaknya perlukan kesemuanya tidak pernah kedua orang tua meminta balasan, hanya dengan berbakti, menyayangi, serta mentaati perintah mereka sudah menjadi kewajiban seorang anak karena dalam kitab suci Al-Qur'an serta sunnah Rasulullah SAW, telah banyak menyebutkan tentang kewajiban berbuat baik, berbakti, dan larangan durhaka kepada kedua orang tua.

G. SIMPULAN

Bahwa kedua orang tua sangat berpengaruh dalam menentukan dan menjadikan anak-anak mereka orang yang berakhlak mulia, (menjadi seorang yang muslim serta mu'min), serta juga orang tuanyalah yang bisa menjadikan anak-anak mereka menjadi orang yang berakhlak yang buruk, (bisa menjadi orang Yahudi atau Nasrani), dalam hal ini juga yang paling berperan dalam membentuk akhlak anak-anak ialah keberadaan ibu, karena ibulah yang sangat dekat dengan anak-anaknya. Serta yang jangan terlupakan hendaklah kedua orang tua selalu memohonkan pertolongan kepada Allah SWT, agar anak-anak itu selalu tertanam di dalam hati mereka ketaqwan serta diberikan taufiq dan hidaya-Nya, untuk selalu berbuat kebaikan dan beramal shalih.

Nilai-nilai akhlak anak terhadap kedua orang tua bisa kita sebutkan sebagi berikut:

a. Sewaktu mereka masih hidup di dalam dunia hendaklah selalu berbakti kepada keduanya, dengan cara selalu mendo'akan serta melaksanakan ajakkan mereka kepada kebaikan serta meninggalkan apa yang telah mereka larang, sebab berbakti kepada kedua orang tua adalah amal yang paling utama, sedangkan durhaka kepada keduanya termasuk dosa besar, hal ini telah disebutkan dalam Al-Qur'an dalam hadits.

b. Sewaktu mereka telah meninggal dunia, dengan cara melaksanakan wasiat mereka dalam kebaikan, serta selalu menjalin tali silaturrahim yang telah mereka tanam tatkala mereka masih hidup, serta menjaga nama baik mereka, hal yang demikian adalah sesuatu yang mesti di perhatikan oleh setiap anak demi tercapainya suatu sikap yang baik yakni birrul walidaini.



c. Suatu sikap yang harus ditempuh oleh anak dalam berbakti kepada kedua orang tua, ialah dengan mendahulukan kepentingan kedua orang tua dari kepentingan diri peribadi, serta hendaklah mematuhi segala perintah mereka dan menjauhi larangan mereka yang apabila disuruh untuk berbuat kebaikan hendaklah dipatuhi, dan jangan sekali-kali mengucapkan kata "ah" atau "cis".



Daftar Pustaka



Abu 'Izzudin, Birrul Walidain (kiat simpatik membalas kebaikan kedua orang tua), (Surakarta : 2003)



Al-Fahham, Muhammad, Berbakti Kepada Orang Tua, (kunci kesuksesan dan kebahagiaan anak), (Bandung : Irsyad Baitus Salam, 2006)



Al-Farmawi, Abd Al-Hayy, Metode Tafsir Maudu'iy, (Suatu Pengantar), (Jakarta : PT RajaGrafindo persada, 1994)



al-Maraghi, Ahmad Mustaffah, Tafsir Al-maraghi :Toha Putra,1993)



Bahreisj, Hussein, Hadits Shahih Al- Jamius Shahih, (Bukhari-Muslim), ( Surabaya : CV Karya Utam, t.t)



Darajat, Zakiyah, et. al. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2000)



Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemah (edisi revisi), (Semarang : Asy Syifa', 1999)



Nawawi, Imam, Riyadhus Shalihin, (Jakarta : Pustaka Amani, 1999)



Razak, Nasaruddin, Dinul Islam, (Bandung : Al-Maa'rif, 1989)



Ritonga, H.A Rahman, Akidah (merakit hubungan manusia dengan khalik melalui pendidikan anak usia dini), (Surabaya : Amelia Computido, 2005)





[1] Zakiyah Darajat, et. al. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2000), hlm. 19

[2] Nasaruddin Razak, Dinul Islam, (Bandung : Al-Maa'rif, 1989), hlm. 56

[3] Abd Al-Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudu'iy, (Suatu Pengantar), (Jakarta : PT RajaGrafindo persada, 1994), hlm.12.

[4] Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemah (edisi revisi), (Semarang : Asy Syifa', 1999) hlm.824.

[5] Ahmad Mustaffah al-Maraghi, Tafsir Al-maraghi :Toha Putra,1993),hlm. 27-29.

[6] Depag, Op.Cit. hlm. 427

[7] Ibid, hlm.654

[8] Ahmad Mustaffah al-Maraghi, Op.Cit.hlm 29.

[9] Depag, Op.Cit. hlm 57.

[10] Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemah (edisi revisi), (Semarang : Asy Syifa', 1999) hlm.825

[11] Ibid, hlm. 742.

[12] Ahmad Mustaffah al-Maraghi, Tafsir Al-maraghi :Toha Putra,1993, hlm36-38

[13] Ash-Shila' : Asy-Syiwa' (memangang). As-Shinab, Ash-Shbagh (sambal tersebut dari biji sawi dan kurma kering). Ash-Shala'iq; pangang anak kambing.

[14] Depang, Op.Cit,hlm.225.

[15] Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Op.Cit, hlm. 45.

[16]Ibid, hlm. 38-45.

[17] Depag, Op.cit. hlm. 981.

[18] Ibid, hlm. 654.

[19] Ibid, hlm. 428.

[20] H.A Rahman Ritonga, Akidah (merakit hubungan manusia dengan khalik melalui pendidikan anak usia dini), (Surabaya : Amelia Computido, 2005), hlm. 44-45.

[21] Ibid, hlm. 45-46.

[22] Hussein Bahreisj, Hadits Shahih Al- Jamius Shahih, (Bukhari-Muslim), ( Surabaya : CV Karya Utam, t.t), hlm. 200.

[23] Muhammad Al-Fahham, Berbakti Kepada Orang Tua, (kunci kesuksesan dan kebahagiaan anak), (Bandung : Irsyad Baitus Salam, 2006), hlm. 41-53.

[24] Imam Nawawi, Riyadhus Shalihin, (Jakarta : Pustaka Amani, 1999) hlm. 339.

[25] Depag, Op.Cit, hlm. 427.

[26] Imam Nawawi, Op.Cit, hlm 325.

[27] Abu 'Izzudin, Birrul Walidain (kiat simpatik membalas kebaikan kedua orang tua), (Surakarta : 2003), hlm.129-153.

[28] Ahamad, Musnad Makiyyin, (Bab Abi Asi'id Assai'idi, no : 15479).

[29] Depag, Op.Cit, hlm. 428.

[30] Ibid , hlm. 889.

[31] Abu 'Izzuddin, Op.Cit, hlm. 157-181.

Tafsir QS An-Nisa' 115 (Misi Kerasulan & Hubunganya dengan Pendidikan)

MISI KERASULAN DAN HUBUNGANYA DENGAN PENDIDIKAN
( Tafsir Surat An-Nisa’ Ayat 115 )

Muhtarom, S.Pd.I

A. Pendahuluan

Alqur’an memberikan kekhususan dan keistimewaan kepada nabi Muhammad SAW, hal ini dikarenkan tantangan dan cobaan yang dihadapinya lebih berat, namun keberhasilan yang dicpainya melampaui keberhasilan yang dicapai para nabi sebelumnya. Dalam beberapa komentar disebutkan oleh Annie Besant, dalam bukunya The Life and Teaching Of Muhammad sebagaimana dikutip H.M Quraish Shihab sampai pada kesimpulan : Mustahil bagi siapapun yang mempelajari kehidupan dan karakter Muhammad SAW, hanya mempunyai perasaan hormat saja terhadap nabi mulia itu. Ia akan melampaiunya sehingga meyakini bahwa beliau adalah seorang nabi terbesar dari sang pencipta[1].

Tentu saja informasi yang disampaikan al-Qur’an dan penjelasan yang diberikan para ahli sejarah mengenai kisah para rasul berikut permasalahan yang dihadapinya bukan hanya sebagai pengetahuan atau wacana, melainkan untuk digali pesan ajaran moral yang terkandung didalamnya, serta dijadikan bahan renungan untuk kemungkinan diterapkan pada masa selanjutnya. Dengan demikian keimanan yang demikianitu diharapkan dapat menimbulkan dampak psikologis edukatif bagi umat manusia.

Seiring dengan uraian tersebut, pada makalah ini penulis mencoba membahas lebih lanjut mengenai makna kerasulan dan dampaknya bagi pembinaan dan pendidikan ummat manusia, dengan focus kajian surat An-Nisa’ ayat 115 yang kemudian dihubungkan dengan surat Ali Imron ayat 106-108.

B. Surat An-Nisa’ Ayat 115 dan Ali-‘Imron Ayat 106-108

Surat An-Nisa’ ayat 115 selengkapnya berbunyi :











Artinya : dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, kami biarkan ia berkuasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan kami masukan ia ke dalam neraka jahannam, dan neraka Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali[2].



Dikalangan para ulama rafsir jarang sekali dijumpai keterangan yang menjelaskan tentang sebab-sebab turunya ayat 115 tersebut. Dari 176 ayat yang terkandung dalam surat An-Nisa’ ini diketahui tidaklah turun sekaligus, melainkan secara bertahap sesuai dengan situasi dan kondisi yang mengitarinya[3]. Namun tidak seluruh ayat tersebut ada penjelasanya. Namun demikian kandungan ayat 115-117 yang antara lain berisi kecaman terhadap orang yang menentang Rasul dengan akan dimasukanya kedalam neraka Jahanam, dapat diketahui bahwa ayat ini turun dalam situasi dimana masyarakat Arab Jahiliyah pada saat itu banyak yang menentang Rasulullah. Penentangan ini dapat difahami karena sesuai dengan penjelasan, bahwa secara umum keadaaan masyarakat pada saat datangnya para Rasul berada dalam keadaan chaos, jauh dari kebenaran dan cenderung menentang kepada siapa saja yang mengingatkan dan meluruskan mereka. Dengan keadaan demikian, maka wajar jika banyak orang yang masih belum mau mengikuti Rasulullah. Walau demikian karena Rasulullah SAW membawa agama yang diturunkan oleh Allah, maka dengan sendirinya Allah melindunginya dan sekaligus mengecam orang-orang yang menentangnya.

Kecaman Allah pada ayat tersebut juga sebagai akibat dari pelanggaran yang mereka lakukan terhadap perintah Allah sebagaimana ayat 59 surat An-Nisa’, yaitu perintah agar mentatati Allah dan mentaati Rasulullah, ayat tersebut selengkapnya berbunyi :









Artinya : Hai orang-orang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri diantara kamu[4].



Karena orng-orang tersebut jelas mengabaikan perintah Allah SWT tersebut maka wajar jika Allah mengecam mereka dengan neraka jahanam. Sebagai calon penghuni neraka jahanam, mereka memiliki cirri-ciri khusus di hari kiamat, sebagaimaa dijelaskan surat Ali-Imron ayat 106-108 sebagai berikut :













Artinya : pada hari yang diwaktu itu ada muka yang menjadi putih berseri, dan ada pula muka yang menjadi hitam buram. Dapapun orang-orang yang menjadi hitam buram mukanya (kepada mereka dikatakan), kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman, karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu.

Adapun orang-orang yang menjadi putih berseri mukanya, maka mereka berada dalam rahmat Allah (syurga); mereka kekal di dalamnya.

Itulah ayat-ayat itu kepadamu dengan benar; dan tiadalah Allah berkehendak untuk menganiaya hamba-hamab-Nya[5].

Dalam berbagai kitab tafsir tidak dijumpai pendpat yang menjelaskan tentang hubungan secara langsung antara surat Ani-Nisa’ ayat 115 dengan syat yang terdapat dalam surat Al-Imron tersebut diatas. Namun dapat dilihat dari segi isinya tampak antara ayat-ayat tersebut saling menafsirkan, ayat 115-117 surat An-Nisa’ yang menjelaskan kecaman Allah terhadap orang-orang yang mengingkari Rasulullah SAW berupa siksaan api neraka Jahanam, sedangkan ayat 106-108 surat Al-Imron menjelaskan ayat-ayat tersebut.

C. Kandungan Surat An-Nisa’ Ayat 115-118 (Tafsir)

Maksud dari ayat 115 sebagaimana dijelaskan oleh al-Maraghi adalah sebagai berikut: Barang siapa yang menentang Rasul dengan cara murtad dari Islam dan menunjukan dengan jelas permusuhan kepadanya, setelah tampak dengan jelas hidayah (petunjuk) pada ucapanya, dan ditegakan argumentasi yang kuat, serta mereka mengikuti jalan yang tidak sesuai petunjuk, maka kami (Rasul) akan membiarkan mereka itu berada dalam kesesatan.[6]

Lebih lanjut al-Maraghi menjelaskan bahwa ayat tersebut menerangkan sunatullah yang berlaku terhadap amal perbuatan manusia, serta penjelasan terhadap apa yang diberikan Allah kepadanya, berupa kehendak,kebebeasan dan berbuat berdaarkan pilihanya sendiri. Sesuatu dari aspek perbuatan yang dipilihnya untuk dilakukan, itulah pula (balasan) yang akan diberikan Allah kepadanya. Amal perbuatanya itulah yang menjadi pemandu dan petunjuk terhadap jalan yang ditempuhnya. Dalam kaitan ini tidak akan dijumpai kekuasaaan Allah yang dipaksakan kepada manusia agar ia mengerjakan atau meninggalkan perintah-Nya, hingga ia dimasukan kedalam neraka Jahanam karena perbuatan mereka sendiri.[7]

Dengan demikian pada manusia terdapat kebebasan untukmemilih perbuatan yang akan dilakukanya dengan segala konsekwensi atau akibatnya. Orang-orang yang menentang rasul adalah karena pilihanya sendiri dan dimasukananya mereka kedalam neraka jahanam juga karena pilihanya juga.

Kerasny kecaman Allah kepada orang-orang yang menentang Rasuluyllah SAW tersebut tentu saja memiliki maksud yang amat dalam. Allah menginginkan agar ummat manusia mengikuti ajaran Rasulullah SAW dengan tujuan agar mereka tidak tersesat dan tidak pula celaka. Rasulullah SAW sendiri dalam salah satu hadistnya mengingatkan: aku tinggalkan dua perkara untukmu yang dijamin tidak akan tersesat selama berpegang kepada keduanya, yaitu kitabullah (alqur’an) dan sunnah Rasul (Hadistnya). (H.R.Imam malik). Contoh-contoh dalam sejarah telah memperlihatkan bahwa orang yang durhaka kepada para Rasul berahir dengan kehidupan yang tragis, kehidupan mereka terhina, celaka dan buruk yang penyebab utamanya adalah diri mereka sendiri.

Selain dari pada itu, makna kerasnya kecaman Allah SWT kepada orang yang menentang Rasul itu dapat dipahmi secara terbalik, yaitu bahwa Allah akan memberikan pujian bagi orang-orang yang mengikuti ajaran yang dibawa para Rasul tersebut, sebagaimana Allah SWT sendiri memuji Rasulullah SAW karena keagungan akhlaknya[8].

Akhlak Rasulullah SAW yang agung itu diceritakan dalam al-Qur’an dan juga dalam riwayat hidupnya dengan tujuan agar manusia meneladaninya. Dalam kaitan ini al-Qur’an menegaskan: Sesungguhnya terdapat dalam diri Rasulullah itu keteladanan yang baik bagi yang mengharapkan (ridha) Allah dan ganjaran dihari kemudian. (Q.S. al-Ahzab, 33 ayat 21)[9]. Namun tentu saja mengikuti Ahklak Rasulullah SAW disesuaikan dengan kadar kesanggupan yang dimiliki manusia.

D. Hubungan Makna Kerasulan Dengan Pendidikan

1. Aspek-aspek kependidikan

Terdapat paling kurang empat aspek pedidikan yang dapat dikaji dari hasil analisis terhadap makna kerasulan sebagaimana diuraikan diatas. Keempat aspek pendidikan tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama, makna kerasulan tersebut mengingatkan tentang pentingnya pendidikan akhlak (Substansinya pada Materi pelajaran). Hal ini dapat dipahami dari misi yang dibawa oleh rasul yang pada intinya adalah pembinaan akhlak. Nabi Muhammad SAW dengan tegas menyatakan “bahwasanya aku diutus kemuka bumi hanyalah untuk menyempurnakan akhlak” . akhlak yang dimaksud disini bukanlah kajian teoritis filosofis tentang etika sebagaimana yang dijumpai dalam kajian mengenai filsafat etika, melainkan contoh perilaku nyata dalam berbagai aspek kehidupan yang disertai dengan nilai-nilai luhur. Dalam bidang ekonomi misalnya, dotegakan akhlak berupa pemeartaan, anti monopoli, menggunakan harta tidak terlalu berlebihan atau untuk tujuan-tujuan keburukan, diperoleh dengan cara yang halal dan baik, dan digunakan dengan cara yang baik pula. Dalam bidang sosial ditegakan akhlak kesederajatan (egaliter), saling tolong menolong atas dasar keimanan dan ketakwaan, anti rasial, anti kasta, dan sebagainya. Dalam bidang politik ditegakan akhlak kejujuran, amanah, keadilan, musyawarah, melindungi kaum yang lemah, tanggung jawab dan demokratis. Dalam bidang hukum ditegakan akhlak keadilan, kesamaan, tanpa pilih kasih, manusiawi, tanggung jawab dan amanah. Dalam bidang kebudyaan ditegakan akhlak kesucian jiwa, cendrung kepada kebenara, jauh dari memperturutkan hawa nafsu dan sebagainya. Akhlak yang demikian itulah yang selanjutnya harus dijadikan sebagai bagian pokok dalam materi pendidikan.

Kedua, makna kerasulan tersebut juga mengingatkan tentang pentingnya mentaati guru. Para rasul yang diutus oleh Allah SWT adalah guru bagi kaumnya. Allah menyuruh ummat manusia mentaati Rasul ini berarti Allah menyuruh ummat manusia mentaati guru dan jangan sekali-kali menentangnya. Ketaatan kepada guru ini adalah terkait dengan peran guru sebagai agen ilmu pengetahuan, bahkan agen spiritual. Dalam pandangan para ahli pendidikan yang menggunakan paradigma sufistik terdapat kesimpulan bahwa para guru adalah agen spiritual dan agen ilmu dari Allah. Mereka berpendapat bahwa pada hakikatnya ilmu itu berasal dari Allah danpara guru sebagai mediator yang menyampaikan ilmu dari Allah itu kepada manusia[10]. Sejalan dengan itu, maka bagi orang yang ingin mendapatkan ilmu dari Allah, maka ia harus menghormati guru sebagai mediatornya. Para rasul telah memainkan perananya yang demikian itu, walaupun dalam prakteknya ada yang berhasil dan pula yang gagal dan kurang berhasil.

Ketiga, makna kerasulan tersebut juga mengingatkan tentang pentingnya profesionalisme bagi seorang guru. Para ahli pendidikan pada umumnya sepakat bahwa seorang guru yang professional adalah guru yang selain menguasai materi pelajaran dengan sebaik-baiknya dan mampu menyampaikan materi pelajaran tersebut secara efektif dan efisien, juga harus memiliki akhlak yang mulia dan berkepribadian mulia. Seorang guru yang harus mengamalkan nilai-nilai luhur yang diajarkan kepada siswanya[11]. Hal yang demikian dapat dipahami dari sikap yang diperlihatkan para Rasul. Mereka itu selain menguasai dengan baik ajaran Allah yang harus disampaikan kepada ummat manusia juga berakhlak mulia. Sikap yang ada pada Rasul itu adalah ciri-ciri profesionalitas bagi seorang guru. Keberhasilan Rasulullah dalam mengemban ajaran Allah itu menunjukan bahwa beliau adalah seorang guru yang professional. Selanjutnya jika saat ini kita menyaksikan adanya kegagalan yang dilakukan para guru dalam mendidik para siswanya bisa jadi disebabkan karena mereka bukan guru yang professional.

Ke-empat, makna kerasulan tersebut juga mengingatkan tentang banyaknya tugas yang harus dilaksanakan oleh seorang guru. Ia bukan hanya sebagai penyampai ilmu pengetahuan dan ajaran-ajaran, melainkan ia juga harus tampil sebagai pengawal moral dan sebagai teladan. Selain itu ia juga harus tampil sebagai reformer, pembaharu, innovator, guru bangsa, pejuang, pekerja keras, wiraswasta, orang tua yang baik dan bertanggung jawab, sahabat yang setia, hakim yang adil, pemimpin yang bijaksana, dan sebagainya.

2. Peran Penting Guru

Peran-peran positif yang harus dilakukan oleh guru ini dapat dianalisis melaui peran kerasulan sebagai berikut :

Pertama, tugas Rasulullah sebagai pengajar dan pendidik, dapat dipahami dari ayat yang artinya: Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul diantara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka danmengajarkan kepada merea kitab dan hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Q.S al-Jumu’ah, 62; 2)[12]. Berkenaan dengan hal ini H.M Quraish Syihab mengatakan, bahwa mensucikan dan mengajarkan manusia sebagaimana terdapat pada ayat tersebut adalah bahwa mensucikan dapat diidentikan dengan mendidik, sedangkan mengajar tidak lai kecuali mengisi otak anak didik dengan pengetahuan yang berkaitan dengan alam metafisik serta fisika[13]. Tujuan yang ingin dicpai dengan pembacaan, penyucian dan pengajaran tersebut adalah pengabdian kepada Allah sejalan dengan tujuan penciptaan manusia yang ditegaskan oleh al-Qur’an surat Al-Dzariat ayat 56 yang artinya: “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agarmereka beribadah kepada-Ku”[14]

Tugas dan fungsi Rasulullah SAW dijelaskan juga oleh ayat yang artinya: Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat engkau dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab(al-Qur’an) dan hikmah serta mensucikan mereka. Sesungguhnya engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S. Al-Baqarah, 2; ayat 129)[15]

Tugas Rasulullah SAW tersebut selanjutnya dimandatkan olehnya kepada para ulama[16], yaitu orang-orang yang tidak hanya menguasai ilmu agama saja,melainkan juga menguasai ilmu pengetahuan umum, dan ilmunya untuk itu bukan hanya diajarkan, tetapi digunakan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT[17], dengan memperhatikan ayat ini, maka sebagai seorang guru selain harus menguasai ilmu pengetahuan baik agama maupun umum serta mampu menyampaikan (mengajarkanya) dengan baik juga harus mengamalkan ilmu yang diajarkanya itu.

Kedua, tugas dan fungsi rasul sebagai saksi atau penilai terhadap perbuatan manusia. Didalam al-Qur’an Allah SWT menyatakan: Dan demikian (pula) kami telah menjadikan kamu (ummat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. (Q.S.al-Baqarah, 2, ayat 143)[18]. Kita menjadi saksi sebagaimana disebutkan pada yat tersebut adalah saksi dipengadilan akhirat kelak, yaitu ketika ummatnya diadili oleh Allah SWT. Sebagai saksi, rasul memberikan pernyataan dan bukti-bukti yang myakinkan dan objektif terhadap perbuatan yang dilakukan oleh umatnya.

Bertolak dari semangat ayat ini, maka seorang guru harus pula memberikan penilaian yang objektif dan memberikan data-data yang akurat dan meyakinkan terhadap prestasi belajar para siswanya, yang selanjutnya digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk menentukan lulus atau tidaknya murid-murid yang diajarnya. Hal ini sesuai dengan konsep penilaian hasil belajar siswa bahwa penilaian atau evaluasi harus dilakukan secara objektif agar dapat diperoleh data yag akurat[19].

Ketiga, tugas dan fungsi Rasul sebagai mubaligh yaitu menyampaikan ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada umat manusia. Didalam al-Qur’an kita jumpai ayat yang artinya: Dan kewajiban Rasul itu, tidak lain hanyalah menyampaikan (agama Allah) dengan seterang-terangnya. (Q.S. Al-Ankabut, 29 ayat 18)[20]. Ia benar-benar telah menyampaikan ajaran tersebut secara tuntas, tnpa ada yang dikurangi dan melbihkan. Ia telah berhasil melaksanakan fungsi mubaligh-nya epada umat saat ini, dan pengaruhnya terasa hingga sekarang. Sebagai mubaligh ia dikenal mampu menyampaikan tutur kata yang lembut, ringkas namunjelas dan padat isinya serta disesuaikan dengan daya tangkap audienya. Sebuah ajaran yang telah disampaikan dengan cara dan bentuk penyajian yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat kecerdasan para siswanya[21].

Hal ini memberi petunjuk kepada para guru, agar disamping sebagai pengajar ia juga sebagai mubaligh yang harus menyampaikan pesanya sesuai dengan kecerdasan anak didiknya. Untuk itu perlu diupayakan metode dan bentuk-bentuk penyajian pesan yang menarik dan mudah dicerna. Dalam kaitan ini dapat disampaikan melalui bentuk contoh, teladan, nasehat, bimbingan, peragaan, magang dan sebagainya. Tugas yang demikian itu menjadi bagian integral dari tugas seoran guru. Hal ini juga terkait dengan konsep pendidikan tentang alat bantu pembelajaran berupa media. Agar proses belajar mengajar menyenangkan dan mudah ditangkap maka perlu ada media sebagai proses penyampaian pesan.[22]

Ke-empat, tugas dan fungsi Rasul sebagai mubayyin atau orang yang diberi mandate untuk menjelaskan wahyu Allah SWT kepada ummat manusia. Didalam al-Qur’an kita jumpai ayat yang artinya: dan kami turunkan kepadamu (Muhammad) al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada ummat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. (Q.S. An-Nahl, 16, ayat 44)[23].

Berbagai penjelasan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW sebagaimana diatas, tertuang dalam hadistnya baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun ketetapan. Penjelasan yang dilakukan oleh Raulullah SAW ini dilakukan dengan penuh tanggung jawab, dan sekaligus dipantau oleh Allah SW. oleh sebab itu jika dijumpai ada kesan kontradiktif antara al-Qur’an dan Hadist, maka dapat diduga hadist tersebut sebagai yang bukan berasal dari Rasulullah[24]. Fungsi sebagai mubayyin tersebut seharusnya diambil alih oleh para para ulama termasuk para guru. Dengan demikian guru juga berfungsi sebagai guru. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti sekarang ini, tugas guru sebagai informatory dan interpreter semakin berat. Namun berbagai informasi tersebut saat ini sudah disimpan dalam disket, flashdisk, film, CD, tulisan dan sebagainya. Dengan adanya berbagai bentuk penyimpanan informasi tersebut, maka seorang guru dimasa sekarang harus dapat mengakses sumber informasi tersebut sehingga tidak ketinggalan zaman. Penyimpanan berbagai informasi yang melibatkan media informasi dan teknologi ini sesuai dengan penggunaan media audio dalam kegiatan belajar mengajar[25]

Kelima, tugas dan fungsi Rasul sebagai reformer (pembaharu) terhadap ajaran agama-agama yang dating sebelumnya. Pembaharuan tersebut dilakukan mengingat kedalam agama-agama yang datang sebelumnya itu pernah terjadi upaya-upaya memutar balik, menambah, mengubah dan sebagainya, sehingga agama-agama tersebut tidak murni lagi[26]. Upaya pembaharuan yang dilakukan denganpenuh tantangan dan resiko ini tetap dilaksanakan, dengan tujuan agar umat manusia mendapat petunjuk yang tidak keliru danmenyesatkan. Hal demikian dinyatakan dalam al-Qur’an : Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (al-Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai. (Q.S. Al-Taubah, 9 ayat 33)[27]

Tugas dan fungsi rasulullah sebagai reformer tersebut selanjutnya harus diambil oleh para ulama termasuk guru. Diketahui bahwa sasaran masyarakat yang harus dibina banyak diantaranya yang selain belum memahami dasar-dasar agama, juga telah memiliki keyakinan agama yang dianutnya sebelumnya yang barangkali masih ada yang sangat primitif. Dalam perkembangan masyarakat modern yang makin penuh denganpersaigan yang tidaksehat, tiupu menipu, saling menjegal dan sebagainya, seperti sekarang ini, gejala untuk mendapatkan perlindungan kepada kekuatan-kekuatan gaib nampak tumbuh kembali.

Untuk mengatasi hal tersebut, para guru sebagaimana halnya para Rasul dimasa lalu, harus mengemban misi sebagai reformer.

Keenam, tugas dan fungsi Rasul sebagai uswatun hasanah sebagai contoh dan panutan yan baik atau sebagai model ideal bagi kehidupan dalam segala bidang, terutama dari segi akhlak mulia. Dia harus memberi contoh yang baik dalam bertutur kata, berjalan, makan, minum, berpakaian, tidur, berumah tangga, bergaul, berjualan, berperang, memimpin, berdiplomasi dan lain sebagainya. Contoh yang ideal demikian itu amat dipentingkan dimasa sekarang ini, saat dimana umat manusia sudah mulai kehilangan idola, figure dan anutan yang baik. Akibat dari kelangkaan contoh ideal tersebut, ahirnya masyarakat berkiblat kepada contoh yang sama sekali tidak dapat dipertanggung jawabkan secara moral dan spriual, seperti telah mencontoh ala kebarat-batan. Hal yang demikian tidak berarti kita harus bersikap anti Barat, apa yang berasal dari luar dapat dilihat untuk dijadikan bahan perbandingan dan untuk memperkuat nilai-nilai yang kita yakini sebagai kebenaran. Tugas dan fungus uswatun hasanah yang dicontohkan Rasulllah SAW sebagaimana tersebut diatas mau tidak mau harus diambil alih oleh para guru.

Ketujuh, tugas dan fungsi Rasul sebagai hakim yang mengadili perkara yang terjadi diantara para pengikutya, dengan berpedoman kepada Al-Qur’an. Allah SWT, berfirman : sesungguhnya kami telah menurunkan kitab kepadamu (Muhmmad) dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa-apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu jadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang yang khianat. (Q.S. An-Nisa’, 4, Ayat 105)[28].

Tugas dan fungsi rasul tersebut selanjutnya harus pula diambil alih oleh guru, terutama dalam memperlakukan para muridnya yang melakukan penyimpangan. Sebagai hakim, guru, harus harus melakukanya dengan tujuan bukan untuk menyiksa, menyakiti atau balas dendam, melainkan dengan tujuan untuk memperbaiki dan membawa mereka menjadi orang yang baik. Untuk itu hukuman dilakukan dalam konteks pedagogik dan edukatif. Sebagai hakim, ia harus bertindak adil, bijaksana dan konsisten yakni berpegang teguh kepada apa yang telah digariskanya tanpa mau kompromi.

Dari kajian sedehana di atas penulis mencoba menampilkan ayat Al-Qur’an (focus persoalan) baru kemudian di implikasikan dengan konsep-konsep lain dalam hal ini pendidikan. Walaupun terlihat sangat sederhana namun mudah-mudahan dapat memberi kita ruang untuk bertukar fikiran dalam rangka mengembangkan wawasan keislaman dalam konteks edukasi.

E. Simpulan

Berdasarkan uraian tersebut diatas, terlihat dengan jelas bahwa uraian tentang makna kerasulan banyak terkait dengn kualitas, peran, fungsi dan hak-hak yang harus dimiliki oleh guru. Sikap dan kemampuan yang dimiliki Rasulullah SAW tersebut menggambarkan sikap sebagai seorang guru yang professional. Seorang yang guru yng professional selain harus menguasai materi pelajaran yang akan diajarkanya, juga harus memiliki kemampuan menyampaikan materi tersebut secara efisien dan efektif serta berakhlak mulia, selajut menjaga dirinya dari perbuatan tercela dan berusaha menjadi teladan bagi murid-muridnya. Selanjutnya peran Rasulullah SAW sebagai pengajar, mubaligh, aksi, reformer, interpreter, contoh teladan yang baik dan hakim adalah juga termasuk peran-peran yang harus dimiliki oleh guru. Jika hal ini dapat terealisasi maka guru akan mendapat penghormatan selama guru tersebut dengan sungguh-sungguh melaksanakan peran dan fungsinya tersebut.

























Daftar Pustaka





Al Qur’an dan Terjemahanya, Departemen Agama RI, Bandung, Diponegoro, cet. Ke-10

Al-Qur’an dan Terjemahanya terbitan Depag RI, 1978/1979

al-Maraghi, Ahmad Musthofa, Tafsir al-Maraghi, Jilid II, Beirut, Darul Fikri,.

Kemp, Jerrold, Proses Perancangan Pengajaran, Bandung, ITB, 1994

Nata, Abudin, Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2001

Nata, Abudin, Paradigma Pendidikan Islam, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2001

Rohani, Ahmad, Media Intruksional Edukatif, Jakarta, Rineka Cipta, 1997, cet. Ke-1

Shihab, H.M.Quraish, Membumikan Al-Qur’an, Bandung, Mizan, 1992, cet.II

-------------------------,Wawasan Al-Qur’an, Tafsir Maudhu’i Atas Berbagai Persoalan Umat, Bandung, Mizan, 1996, cet. Ke-III

Sudjana, Nana, Media Pengajaran, Bandung, Sinar Baru Algesindo, 2001, cet.ke-4

[1] H.M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, Tafsir Maudhu’i Atas Berbagai Persoalan Umat, Bandung, Mizan, 1996, cet. Ke-III Hal. 50

[2] Al Qur’an dan Terjemahanya, Departemen Agama RI, Bandung, Diponegoro, cet. Ke-10, hal. 97

[3] Dalam Al-Qur’an dan Terjemahanya terbitan Depag RI, 1978/1979, hal.113, terdapat ketarangan bahwa surat An-Nisa’yang terdiri 176 ayat itu adalah surat Madaniyah yang terpanjang sesudah surat Al-Baqarah. Dinamakan surat An-Nisa’ (wanita) karena dalam surat ini banyak hal-hal yang berhubungan dengan wanita serta merupakan surat yang paling banyak membicarakan hal itu dibanding dengan surat-surat lain.

[4] Al Qur’an dan Terjemahanya, Op.Cit hal. 87

[5] Ibid, hal. 63

[6] Ahmad Musthofa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Jilid II, Beirut, Darul Fikri, hal. 155 .

[7] Ibid, hal. 155

[8] Didalam al-Qur’an surat al-Qalam, 68 ayat 4 Allah SWT menegaskan sesungguhnya engkau (Muhammad) berada diatas akhlak yang agung.

[9] Al Qur’an dan Terjemahanya, Op.Cit hal. 420

[10] Lihat pendapat Imam Ghozali dalam Abudin nata, Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2001, hlm. 67

[11] Abudin Nata, Paradigma Pendidikan Islam, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2001, hal. 67

[12] Al Qur’an dan Terjemahanya, Op.Cit hal. 553

[13] H.M. Quraish Syihab, Membumikan Al-Qur’an, Bandung, Mizan, 1992, cet.II, Hlm. 172

[14] Al Qur’an dan Terjemahanya, Op.Cit hal. 523

[15] Ibid, hal. 20

[16] Dalam salah satu haditsnya yang amat terkenal Rasulullah SAW menegaskan: Para Ulam itu adalah pewaris para Nabi (H.R.Ahmad)

[17] Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama. (Q.S. Fathir, 35 ayat 28)

[18] Al Qur’an dan Terjemahanya, Op.Cit hal. 22

[19] Jerrold Kemp, Proses Perancangan Pengajaran, Bandung, ITB, 1994, hal. 226

[20] Ibid hal. 398

[21] Dalam salah satu hadist Rasulullah SAW menegaskan: ceramahilah manusia menurut kadar kesanggupan akalnya. (H.R.Muslim)

[22] Ahmad Rohani, Media Intruksional Edukatif, Jakarta, Rineka Cipta, 1997, cet. Ke-1, hal. 1

[23] Al Qur’an dan Terjemahanya, Op.Cit hal 272

[24] Dalam sejarah tercatat dengan jelas, bahwa setelah Rasulullah SAW wafat pernah terjadi pemalsuan terhadap hadist-hadist Rasulullah SAW.

[25] Nana Sudjana, Media Pengajaran, Bandung, Sinar Baru Algesindo, 2001, cet.ke-4 hal. 129

[26] Sejarah mencatat bahwa kaum Yahudi pernha memusuhi Rasul yang dating kepada mereka dan dalam perjalanan selanjutnya mereka mengubah, menambah danmemutarbalik ajaran yang dibawa oleh rasul tersebut, hal serupa juga pernaha dilakukan olehkaum Nasroni.

[27] Al Qur’an dan Terjemahanya, Op.Cit hal. 192

[28] Ibid hal. 95
 

Translate

Total Tayangan Halaman

Islamic Education Copyright © 2009 Community is Designed by Bie