Sabtu, 12 Desember 2009

Gerakan Revitalisme Pasca Mustafa Kemal

 Gerakan Revitalisme Pasca Mustafa Kemal




BAB I
PENDAHULUAN

Turki adalah negara dimana kekhalifahan terbesar Islam pernah ada disana, yakni Turki Ustmani. Oleh karena itu, keterikatan bangsa Turki terhadap Islam sangat kuat. Islam sudah menyatu dalam kehidupan nasional rakyat Turki. Namun, kejayaan Turki Ustmani ada masanya, dan setelah runtuhnya kejayaan Turki Ustmani, seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern memasuki dunia Islam, muncullah gerakan-gerakan pembaharuan di Turki. Pembaharuan-pembaharuan tersebut bertujuan membawa umat Islam Turki kepada kemajuan. Kontak dengan dunia barat melalui perkembangan IPTEK menginspirasi seorang Mustafa Kemal untuk melakukan pembaharuan secara besar-besaran di Turki dengan memproklamirkan Republik Turki pada tanggal 29 Oktober 1923. Dengan demikian seorang Mustafa Kemal telah merubah sistem kekhalifahan yang telah ada ratusan tahun
Dalam suasana serupa inilah muncul Mustafa Kemal, seorang pemimpin Turki baru, yang menyelamatkan kerajaan Utsmani dari kehancuran total dan bangsa Turki dari penjajahan  Eropa. Ialah pencipta Turki modern dan atas jasanya, ia mendapat gelar Ataturk (Bapak Turki). Lantas siapakah Mustafa Kemal tersebut dan bagaimanakah prinsip pemikiran pembaharuan yang dilakukannya?


BAB II

PEMBAHASAN

  1. BIOGRAFI SINGKAT MUSTAFA KEMAL ATATURK

Mustafa Kemal Ataturk lahir di Salonika pada tahun 1881. Orang tuanya bernama Ali Riza seorang pegawai biasa di salah satu kantor pemerintah di kota itu, sedangkan ibunya bernama Zubayde, seorang wanita yang amat dalam perasaan keagamaannya. Ali Riza meninggal dunia saat Mustafa Kemal berusia tujuh tahun. Ia kemudian diasuh oleh ibunya.
Riwayat pendidikan Mustafa Kemal dimulai sejak tahun 1893 ketika ia memasuki sekolah Rushdiye (sekolah menengah militer Turki). Pada tahun 1895 ia masuk ke akademik militer di kota Monastir dan pada 13 Maret 1899 ia masuk ke sekolah ilmu militer di Istambul sebagai kadet pasukan infanteri. Tahun 1902 ia ditunjuk menjadi salah satu staf pengajar dan pada bulan Januari 1905 ia lulus dengan pangkat kapten.
Kehidupan Mustafa Kemal sejak 1905 sampai dengan 1918 diwarnai dengan perjuangan untuk mewujudkan identitas kebangsaan Turki. Sebagai pejabat militer di dalam imperium Turki Usmani saat itu, ia mendirikan sebuah organisasi yang bernama Masyarakat Tanah Air (Fatherland Society). Ia juga bergabung bersama Kongres Turki Muda yang membentuk Komite Kebangsaan dan Kemajuan (Committee for Union and Progress).
Setelah berakhirnya Perang Dunia I, tepatnya pada tahun 1919 Mustafa Kemal berusaha mewujudkan prinsip-prinsip generasi Turki Muda. Di bawah kepemimpinannya, elit nasional Turki berhasil memobilisir perjuangan rakyat Turki dan melawan pendudukan asing. Rakyat Turki berhasil memukul mundur kekuatan penjajahan dari tanah bangsa Turki, yang secara tidak langsung menjadi kemenangan awal bagi Mustafa Kemal.[1]
Mustafa Kemal berjuang sekuat-kuatnya untuk mewujudkan prinsip-prinsip Turki Muda sehingga ia mampu memobilisir perjuangan dan  mengadakan perlawanan terhadap penduduk asing. Maka dengan terjadinya peristiwa ini secara tidak langsung manjadi tonggak awal kemenangan Mustafa Kemal.

Selanjutnya, imelalui gerakan politis dan diplomatis di parlemen Majelis Nasional Agung (Grand National Assembly), di mana dalam parlemen in Mustafa Kemal menjadi ketuanya, ia berhasil mendirikan rezim republik atas sebagian wilayah Anatolia, memberlakukan suatu konstitusi baru bagi rakyat Turki pada tahun 1920, dan mengalahkan republik Armenia, mengalahkan kekuatan Perancis, dan mengusir kekuatan tentara Yunani. Klimaks perjuangan Mustafa Kemal yang mengantarkannya ke kursi presiden republik Turki adalah ketika bangsa Eropa mengakui kemerdekaan bangsa Turki yang ditandai oleh perjanjian Lausanne pada tahun 1923.[2]

Di antara kerja besarnya yang terkenal adalah kemenangannya di Yunani dan mengusir sekutu dari Anatolia pada tahun 1340 H/1921 M. dia memiliki hubungan yang kuat dengan Barat. Dahulunya dia adalah seorang perwira dalam pasukan Utsmaniyah. Lalu dia bergabung dalam Oraganisasi Turki Muda. Namanya mulai bersinar pada tahun 1334 H/1915 M ketika berhasil mengusir serangan sekutu di Dardanil. Pada tahun 1338 H/1919 M dia mendirikan partai nasionalis Turki yang mengganti kedudukan Organisasi persatuan dan pembangunan .[3]

Jadi, dahulunya itu Mustafa Kemal ini pernah  bergabung dalam Oganisasi Turki Muda. Melalui gerakan politis dan diplomatis di parlemen Majelis Nasional Agung (Grand National Assembly), di mana dalam parlemen in Mustafa Kemal menjadi ketuanya dan kemudian dia berhasil mengusir  serangan sekutu, oleh ushanya inila  namanya  mulai bersinar. Dan di antara perjanjian Lausanne pada tahun  1923 M itu adalah Turki harus menarik kekuasaannya dari seluruh Asia kecil.


  1. PRINSIP PEMIKIRAN PEMBARUAN MUSTAFA KEMAL ATATURK
Pembaruan Turki sesungguhnya telah sejak lama dilakukan oleh generasi Turki, jauh sebelum pembaruan yang dilakukan oleh Mustafa Kemal Ataturk. Pembaruan di bidang militer dan administrasi, sampai kepada pembaruan di bidang ekonomi, sosial dan keagamaan, telah dilakukan oleh generasi Turki pada era Tanzimat yang berlangsung dari tahun 1839 sampai dengan 1876, kemudian pada era Usmani Muda yang berlangsung dari dekade 1860-an sampai dengan dekade 1870-an merupakan reaksi atas program Tanzimat yang mereka anggap tidak peka terhadap tuntutan sosial dan keagamaan, dan pada akhir dekade 1880-an, terbentuklah era baru generasi muda Turki. Generasi baru Turki ini menamakan diri mereka sebagai Kelompok Turki Muda (Ottoman Society for Union and Progress). Kelompok ini secara nyata mempertahankan kontinuitas imperium Usmani, tetapi secara tegas mereka melakukan agitasi terhadap restorasi rezim  Parlementer dan kontitusional.[4]

Pembaharuan Turki ini sebenarnya sudah lama dilakukan jauh sebelum Musrafa Kemal, generasi Tanzimatlah yang terlebih dahulu yang melakukan pembaharuan. Utsmani Muda. Itu saja hanya merupakan reaksi atas program Tanzimat yang mereka anggap tidak peka terhadap tuntutan sosial dan keagamaan.
Pemikiran pembaruan Turki yang dimiliki oleh Mustafa Kemal Ataturk boleh dianggap merupakan sintesa dari pemikiran ketiga generasi Turki sebelumnya. Bahkan, prinsip pemikiran pembaruan Turki yang ia tengahkan di dalam frame kebangsaan masyarakat Turki saat ini adalah reduksi pemikiran dari seorang pemikir Turki yang dianggap sebagai Bapak Nasionalisme Turki, yakni Ziya Gokalp.[5]
Dalam catatan kaki Ajid Thohir, di dalam bukunya Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam[6] : Melacak Akar-akar Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam, disebutkan bahwa pemikiran pembaruan Turki telah dilakukan oleh tokoh-tokoh, seperti : Mustafa Rasyid Pasha (1800) dan Mehmet Shidiq Ri’at (1807) dari generasi Tanzimat; Ziya Pasha (1825-1876), Namik Kemal (1840-1880) dan Midhat Pasha (1822-1883) dari generasi Usmani Muda; dan, Ahmad Riza (1859-1931) dan Mehmed Murad (1853-1912) dari generasi Turki Muda. Sedangkan, pemikiran yang paling dekat dengan gerakan pembaruan Turki yang dilaksanakan oleh Mustafa Kemal adalah pemikiran Ziya Gokalp, yang secara sistematis mencanangkan program-program pembaruannya dalam berbagai aspek yang ia sebut sebagai The Programe of Turkism, yakni : Linguistic Turkism, Aesthetic Turkism, Ethical Turkism, Legal Turkism, Economic Turkism, Political Turkism, dan Philosopical Turkism.

Prinsip Pemikiran Pembaruan Mustafa Kemal di awali ketika ia ditugaskan sebagai attase militer pada tahun 1913 di Sofia. Dari sinilah ia berkenalan dengan peradaban Barat, terutama sistem parlementernya. Adapun prinsip pemikiran pembaharuan Turki yang kemudian menjadi corak ideologinya terdiri dari tiga unsur, yakni : nasionalisme, sekularisme dan westernisme.
Mempersoalkan tiga unsur dalam prinsip pemikiran pembaruan Turki Mustafa Kemal di atas beikut akan dipaparkan:
  Pertama, unsur nasionalisme dalam pemikiran Mustafa Kemal diilhami oleh Ziya Gokalp (1875-1924) yang meresmikan kultur rakyat Turki dan menyerukan reformasi Islam untuk menjadikan Islam sebagai ekspresi dari etos Turki. Dalam koridor pemahaman Mustafa Kemal, Islam yang berkembang di Turki adalah Islam yang telah dipribumikan ke dalam budaya Turki. Oleh karenanya, ia berkeyakinan bahwa Islam pun dapat diselaraskan dengan dunia modern. Turut campurnya Islam dalam segala lapangan kehidupan akan membawa kemunduran pada bangsa dan agama. Atas dasar itu, agama harus dipisahkan dari negara. Islam tidak perlu menghalangi adopsi Turki sepenuhnya terhadap peradaban Barat, karena peradaban Barat bukanlah Kristen, sebagaimana Timur bukanlah Islam.
Kedua, unsur sekularisme. Unsur ini sebenarnya adalah implikasi dari pemahaman westernisme Mustafa Kemal. Pada prinsip ini, salah seorang pengikut setia Mustafa Kemal, Ahmed Agouglu menyatakan bahwa indikasi ketinggian suatu peradaban terletak pada keseluruhannya, bukan secara parsial. Peradaban Barat dapat mengalahkan peradaban-peradaban lain, bukan hanya karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologinya, tetapi karena keseluruhan unsur-unsurnya. Peperangan antara Timur dan Barat adalah peperangan antara dua peradaban, yakni peradaban Islam dan peradaban Barat. Di dalam peradaban Islam, agama mencakup segala-galanya mulai dari pakaian dan perkakas rumah sampai ke sekolah dan institusi. Turut campurnya Islam dalam segala lapangan kehidupan membawa kepada mundurnya Islam, dan di Barat sebaliknya sekularisasilah yang menimbulkan peradaban yang tinggi itu. Jika ingin terus mempunyai wujud rakyat Turki harus mengadakan sekularisasi terhadap pandangan keagamaan, hubungan sosial dan hukum. Menurut versi Mustafa kemal, sekularisme bukan saja memisahkan masalah bernegara (legislatif, eksekutif dan yudikatif) dari pengaruh agama melainkan juga membatasi peranan agama dalam kehidupan orang Turki sebagai satu bangsa. Sekularisme ini adalah lebih me¬rupakan antagonisme terhadap hampir segala apa yang berlaku di masa Usmani.
Ketiga, unsur wasternisme. Dalam unsur ini, Mustafa Kemal berpendapat bahwa Turki harus berorientasi ke Barat. Ia melihat bahwa dengan meniru Barat negara Turki akan maju. Unsur westernisme dalam prinsip pemikiran Mustafa Kemal mendapat momennya ketika dalam salah satu pidatonya ia mengatakan bahwa kelanjutan hidup suatu masyarakat di dunia peradaban modern menghendaki perobahan dalam diri sendiri. Di zaman yang dalamnya ilmu pengetahuan mampu membawa perobahan secara terus-menerus, maka bangsa yang berpegang teguh pada pemikiran dan tradisi yang tua lagi usang tidak akan dapat mempertahankan wujudnya. Masyarakat Turki harus dirubah menjadi masyarakat yang mempunyai peradaban Barat, dan se¬gala kegiatan reaksioner harus dihancurkan.

Dari ketiga prinsip di atas, kemudian melahirkan ideologi kemalisme, yang terdiri atas: republikanisme, nasionalisme, kerakyatan, sekularisme, etatisme, dan revolusionisme. Ideologi yang diasosiasikan dengan figur Mustafa Kemal ini kemudian berkembang di Turki dan dikembangkan oleh pengikutnya. Dan jika dilihat dari perkembangan tersebut di atas, Republik Turki adalah negara sekuler. Tetapi meskipun begitu, apa yang diciptakan Mustafa Kemal belumlah negara yang betul-betul sekuler.
Mustafa Kemal sebenarnya seorang nasionalis pengagum Barat, yang Islam maju, sebab itu perlu diadakan pembaharuan dalan soal agama untuk disesuaikan dengan bumi Turki. Islam adalah agama rasional dan perlu bagi manusia, tetapi agama yang rasional ini telah dirusak oleh ulama-ulama oleh karena itu, usaha sekularisasinya berpusat pada menghilangkan kekuasaan golongan ulama dalam soal negara dan polotik. negara harus dipisahkan  dari agama.[7]
Dengan pandangan Mustafa Kemal seperti yang disebutkan di atas, bahwasannya dia perpendapat Qur’an perlu diterjemahkan dalam bahasa Turki, azan juga dengan bahasa Turki, khutbah juga dengan bahasa Turki. Madrasah  yang sudah ketinggalan zaman ditutup, diganti fakultas Ilahiyat untuk mendidik imam sholat, khotib-khotib, dan pembaharuan yang diperlukan. Akan tetapi Mustafa Kemal mendirikan penggantinya yaitu Departemen Urursan Agama. Negara menjamin kebebasan beragama, sehingga sekularisasi yang dijalankan  tidak menghilangkan agama. Yang berusaha dihapus adalah kekuasaan ulama dalam soal politik dan negara. Karena Mustafa Kemal berpendapat agama adalah masalah pribadi.

  1. GERAKAN PEMBARUAN TURKI PASCA MUSTAFA KEMAL ATATURK

Daripada lebel seorang inspirator berdirinya republik Turki, Mustafa Kemal Ataturk sebenarnya lebih dikenal sebagai tokoh penggerak berdirinya sebuah rezim republik sekuler Turki. Dari perjuangannya lah, negara Turki yang pernah menjadi jantung pemerintahan imperium terakhir ummat Islam ini mampu berdiri kokoh sebagai sebuah negara merdeka yang berdiri dan diakui kedaulatannya secara internasional setelah Perang Dunia
Meski demikian, keberhasilan mendirikan sebuah negara Turki yang merdeka tidak serta merta menjadikan negara bekas pemerintahan dinasti Islam ini berubah seratus persen menjadi sekuler. Lika-liku gerakan pembaruan (sekularisasi) Turki yang dilakoni oleh Mustafa Kemal terekam dalam tindakan rezim pemerintahannya yang diktator. Sehingga, proses perubahan Turki menjadi sebuah negara yang bercorak modern adalah suatu metamorphosis yang sangat berbeda dari corak tradisi dan nilai-nilai budaya masyarakat Turki yang hampir seluruhnya Islam.[8]
Perlu diketahui bahwasannya Mustafa Kemal merupakan pejuang untuk  mendirikan sebuah  negara Turki yang merdeka, namun tidak menjadikan seratus persen negara sekuler, dan proses prubahannya menjadi negara yang bercorak modern dan sangat berbeda dengan corak tradisi dan nilai-nilai masyarakat Turki yang hampir semua Islam.
Gerakan pembaruan Turki Mustafa Kemal Ataturk dimulai dengan penghapusan Kesultanan Usmani pada tahun 1923 dan penghapusan khilafah pada tahun 1924. Lembaga wakaf dihapuskan dan dikuasakan kepada kantor urusan agama. Pada tahun 1925 beberapa thariqat sufi dinyatakan sebagai organisasi terlarang dan dihancurkan. Pada tahun 1927 pemakaian tarbus dilarang. Pada tahun 1928 diberlakukan tulisan latin menggantikan tulisan Arab, dan dimulai upaya memurnikan bahasa Turki dari muatan bahasa Arab dan Persi. Pada tahun 1935 seluruh warga Turki diharuskan menggunakan nama kecil sebagaimana berlaku pada pola nama Barat.

Sedangkan menurut Ajid Thohir, gerakan pembaruan Turki Mustafa Kemal tergambar dalam ideologi kemalisme yang mencakup prinsip-prinsip[9]: republikanisme, nasionalisme, populisme, etatisme, sekularisme, dan revolusionisme. Dalam lapangan agama, Mustafa Kemal membuat sejumlah kebijakan, seperti pada tahun 1928, ia memperkenalkan bangku gereja serta jam kamar ke dalam mesjid. Orang shalat dengan menggunakan sepatunya, menggunakan bahasa Turki dalam sholatnya. Dan untuk membuat sholat di masjid itu indah, mudah untuk mendapat inspirasi dan memiliki nilai spiritual, maka mesjid perlu melatih para musikus. Kebutuhan ini penting bagi kaum modern dengan meletakkan alat musik barat ke dalam mesjid.



Beberapa bentuk pembaharuan penting dalam bidang pendidikan di Turki pada dasawarsa pertama abad ke-20 dapat diuraikan  secara ringkas sebagai berikut[10]:
1.      pada tahun 1913 diundangkan  peraturan mengenai pendidikan dasar  yang berupa pengenalan terhadap pendidikan modern. Peraturan ini merupakan langkah besar dalam rangka meninggalkan pendidikan dasar tradisional dan murni keagamaan
2.      antara tahun 1013-1919 dilakukan pengorganisasian terhadap pendidikan anak perempuan
3.      pada tanggal 3 Maret 1924 dikeluarkan undang-undang penyatuan pendidikan, maka seluruh sekolah agama/madrasah, baik yang dikelola oleh kementrian wakaf atau yayasan wakaf swasta ditutup. Klaim pemerintah Kemal At-Taturk sebagai “penyatuan” bukanlah melakukan intraksi atau sistesis antara dualisme sistem pendidikan  tradisional dan modern, tetapi menghilangkan salah satu pihak, dalam hal ini adalah  pendidikan tradisional, tokoh dibalik kebijakan ini adalah Mustafa Kemal at-Taturk dan Ismet Inonu.

Dengan demikian jelaslah bagi kita bahwa pembaharuan pendidikan Islam di Turki adalah pengahapusan sistem  sekolah yang murni tradisional (keagamaan) kepada suatu sistem yang dirancngnya mutalk sekuler yang ditandai dengan ditiadakannya pendidikan agama di sekolah-sekolah.
Dikarenakan Islam sudah begitu mendarah daging bagi masyarakat Turki dan tidak dapat dipisahkan  dari identitas Nasional Turki,  maka pada tahun 1949 pendidikan agama dimasukkan kembali ke dalam kurikulum sekolah selama dua jam seminggu dan setahun kemudian pendidikan agama itu dibuat bersifat wajib.

Kebijakan-kebijakan Mustafa Kemal diantaran:
1.      Penghapusan Jabatan Kesultanan, tanggal 1 November 1922
2.       Penghapusan Jabatan Khalifah 3 Maret 1924
3.       Lembaga Wakaf dihapus dan dikuasakan kepada KUA
4.      Memperkenalkan bangku gereja dan jam kamar ke dalam masjid, tahun 1928
5.       Mengharuskan orang sholat menggunakan sepatu dan bahasa Turki
6.      Meletakkan alat musik barat di dalam masjid serta digunakan sebagai iringan sholat
7.       Seluruh warga Turki diharuskan menggunakan nama kecil sebagaimana berlaku pada pola nama barat, tahun 1935

Sungguhpun demikian, kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh Mustafa Kemal yang bisa dikatakan sangat radikal tersebut telah mengundang sejumlah reaksi. Reaksi yang paling keras ditunjukkan oleh kalangan Islam konservatif. Gerakan sekulerisasi Turki oleh Mustafa Kemal berakhir seiring dengan meninggalnya beliau. Proses sekulerisasi sempat dilanjutkan oleh Ismet Inonu, seorang Presiden pengganti Mustafa Kemal. Sungguhpun demikian, rakyat Turki tetaplah rakyat Turki, yang tidak bisa menggoyahkan akar Islam yang sudah terpatri dalam hati mereka. Memang secara politis, Negara Turki mempunyai pandangan bahwa mereka adalah bagian yang tak terpisahkan dari peradaban barat, tapi secara kultural, mereka tetap mempertahankan jati diri mereka yang tak bisa terlepas dari Islam. Walaupun Turki dinyatakan sebagai negara sekuler, Islam tetap berakar kuat di hati masyarakat Turki. Ini terbukti para petani yang hidup di pedesaan yang merupakan tiga perempat dari seluruh penduduk Turki tetap merupakan orang-orang muslim yang shaleh. Pengaruh Islam juga masih terlihat pada kaum buruh dan pedagang-pedagang kecil. Hal ini membuktikan bahwa sekulerisasi tidak tumbuh subur di masyarakat Turki yang punya akar ke-Islam-an yang kuat.

  1. IDEOLOGI KEMALISME DAN KONDISI REPUBLIK TURKI PASCA MUSTAFA KEMAL ATATURK
Secara politis, negara Turki mempunyai pandangan bahwa mereka adalah bagian yang tidak terpisahkan dari peradaban Barat.sedangkan secara loyalitas cultural, rakyat Turki terus mempertahankan  identitas mereka dengan Islam.[11] Jadi, walaupun Turki dinyatakan sebagai negara secular, namun Islam tetap berakar pada masyarakat Turki.

Sepeninggalan Mustafa Kemal at-Taturk, Ismet Inano diangkat menjadi presiden. Sejak itu kajian Islam mulai semarak kembali. Setelah Perang Dunia II usai, pemerintahan satu partai berakhir (ditandai dengan lahirnya partai Demokrat).
Kegiatan keagamaan tampak di mana-mana. Akhirnya hal ini menjadi pendapat umum masyarakat yang menghendaki agar pelajaran agama dimasukkan kembali dalam kurikulum di sekolah.[12]
Meskipun Mustafa Kemal sudah meninggal, akan tetapi  Ismet Inano mampu menyemarakkan kembali kajian Islam sehingga kegiatan keagamaan tersebar di mana-mana dan pada akhirnya juga pelajaran yang berbaur agama kembali dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah.

Dan sebenarnya Mustafa Kemal, meskipun sebagai nasionalis  dan pengagum peradaban  Barat. Namun, tidak menentang agama Islam. Baginya Islam adalah agama  yang rasional yang perlu bagi umat manusia. Tetapi agama yang rasional ini telah dirusak oleh tangan manusia. Oleh sebab itu ia melihat perlunya diadakan pembaharuan dalam soal agama untuk disesuaikan dengan bumi Turki. Al-Qur’an perlu diterjemahkan dalam bahasa Turki, agar dapat dipahami oleh rakyat Turki. Demikian juga khotbah Jum’at harus diberikan dalam bahasa Turki. Tetapi usaha itu kelihatannya belum berhasil, dan  pemikiran untuk mengadakan pembaharuan dalam Islam melalui pemerintahan ditinggalkan.

Perubahan yang dijalankan oleh Mustafa Kemal tidak sampai menghilangkan agama. Rivitalismenya berpusat pada kekuasaan golongan ulama dalam soal negara dan  dalam politik. Oleh karena itu pembentukkan partai Islam, partai Kristen, dan sebagainya. Yang terutama ditentang adalah  ide negara Islam dan pembentukkan negara Islam. Negara mesti dipisahkan  dari agama. Institusi-institusi  negara, sosial. Politik, ekonomi, hukum, dan pendidikan harus dibebaskakan dari kekuasaan syariat. negara dalam pada itu menjamin kebebasan beragama bagi masyarakat.[13]

Dari semenjak timbulnya tiga aliran pembaharuan di Turki. Golongan Barat, golongan Islam, golongan Nasionalis Turki, telah dapat diramalkan bahwa yang akhirnya akan mendapat kemenangan adalah golongan nasionalis. Ide golongan Islam yang ingin mempertahankan institusi dan tradisi lama, di ketika dunia Timur tampak dipengaruh ide pembaharuan, tidak akan mendapat sokongan yang kuat. Demikian juga ide weternisasi yang ingin meniru Barat dan mempertahankan sistem pemerintahan kerajaan Ustmani di ketika rasa anti-Barat dan anti-Sultan sedang meningkat di Turki, tidak akan dapat bertahan. Tetapi golongan nasionalis, yang ingin mengadakan pembaharuan atas dasar nasionalisme dan peradaban Barat, di ketika dunia Timur sedang dipengaruhi oleh ide nasionalisme  dan pembaharuan, pasti akan memperoleh kemenangan. Keadaan dan situasi zaman itu memang menolong bagi Mustafa Kemal untuk mewujudkan cita-citanya.[14]
Jadi, sudah dapat diperkirakan dari ketiga golongan tersebut di atas, yang akan mendapatkan kemenangan adalah golongan nasionalis dan keadaan inilah yang memang menolong bagi Mustafa Kemal untuk mewujudkan cita-citanya.
Ia meninggal dunia di tahun 1938. Usaha pembaharuan yang dimulainya dijalankan terus  oleh pengikut-pengikutnya. Tetapi bagaimanapun rasa keagamaan yang mendalam di kalangan rakyat Turki tidak menjadi lemah dengan sekularisasi yang dilakukan oleh Mustafa Kemal dan pemerintahan Nasionalis Turki. Islam telah mempunyai akar yang mendalam pada masyarakat Turki, dan sulit dapat dipisahkan  dari identitas nasional Turki. Orang Turki akan merasa dihinakan kalau mereka dikatakan bukan orang Islam.

Tidak mengherankan kalau tidak lama kemudian gerakan “kembali kepada agama” timbul di Turki. Di tahun 1940 imam-imam tentera mulai bertugas di Angkatan Bersenjata Turki. Di tahun 1949 pendidikan agama mulai dimasukkan kembali ke dalam kurikulum sekolah selama dua jam seminggu. Setahun kemudian  pendidikan agama itu dibuat bersifat wajib. Fakultas Ilahiyat yang di tahun 1933 diubah menjadi Institut Studi Islam, dihidupkan kembali di tahun 1949. Mulai dari tahun 1950 orang-orang Turki telah diperbolehkan  naik haji ke Mekkah. Majalah-majalah Islam mulai muncul seperti Sebil-Ur Resad dan Selamat. Ensiklopedi Islam juga diterjemahlkan ke dalam bahasa Turki. Tarekat, yang selama ini tetap mempunyai pengikut besar secara rahasia di kalangan petani dan buruh, mulai berani menonjolkan diri. Dalam bidang politik Islam juga telah mulai memainkan rol.[15]

Memang sebenarnya perubahan dari Mustafa Kemal tidak menghilangkan agama Islam dari rakyat Turki, dan Mustafa Kemal memeng tidak bermaksud demikian. Yang ia maksudkan itu adalah menghilangkan kekuasaan agama dari bidang politik dan pemerintahan. Dan ternyata gerakan pembaharuan pascanya juga dapat mengembalikan sesuatu yang selama ini bersifat tersembunyi karena adanya pengaruh dari Barat. Akan tetapi sekarang masyarakat Turki sudah melakukan keagamaan itu dengan sifat yang terbuka.



KESIMPULAN

Dalam pemikiran tentan pembahruan pasca Mustafa Kemal ini dipengaruhi bukan oleh ide golongan Nasionalis saja, tetapi juga oleh ide golongan Barat. Karena dia berpendapat Turki bisa maju hanya dengan meniru Barat. Dan setelah perjuangan kemerdekaan selesai, demikian Mustafa Kemal, perjuangan baru dimulai, yaitu perjuangan untuk memperoleh dan mewujudkan peradaban Barat di Turki.
Menurut Mustafa Kemal dan pengikutnya, ketinggian suatu peradaban terletak dalam keseluruannya bukan sebagiannya saja. Pembaharuan pertama ditujukan terhadap bentuk negara. Bahwasannya menurut Mustafa Kemal harus diadakan pembaharuan, yaitu pemerintahan harus dipisahkan dari agama. Karena agama adalah masalah yang pribadi dan tidak boleh dicampuradukkan dengan masalah politik.
Meskipun Mustafa Kemal adalah seorang yang sangat mengagumi akan peradaban dan mempunyai hubungan erar dengan Barat, tapi dia tidak menghilangkan agama dari masyarakat Turki itu sendiri. Walau Turki dinyatakan sebagai negara secular, Islam tetap mengakar kuat pada masyarakat Turki.
Dan sepeninggal Mustafa Kemal. Usaha pembaharuan yang dimulainya terus dijalankan oleh pengikut-pengikutnya. Tetapi bagaimanapun rasa keagamaan yang mendalam pada masyarakat Turki tidak melemah dengan pembaharuan yang diakukan oleh Mustafa Kemal dan Pemerintahan Nasionalis Turki. Karena Islam sendiri sudah mempunyai akar yang mendalam dan sulit untuk dipisahkan dari identitas nasional Turki.
Ketika Ismet Inano diangkat menjadi presiden. Sejak itu, kajian Islam mulai semarak kembali dan kegiatan keagamaan tampak di mana-mana. Akhirnya hal ini menjadi pendapat umum masyarakat yang menghendaki agar pelajaran agama dimasukkan kembali dalam kurikulum sekolah. Dan yang selama ini bersifat tersembunyi sekarang sudah leluasa menjalaninya (bidang keagamaannya).
Pembaharuan setelah Mustafa Kemal ini kajian tentang agama tidaklah musnah, karena memang Mustafa Kemal tidak bermaksud demikian. Yang dimaksudnya adalah untuk menghilangkan kekuasaan agama dari bidang politik dan pemerintahan.


DAFTAR PUSTAKA

Mukti, Ali. 1994. Islam dan Sekularisme di Turki. Jakarta: Penerbit Djambatan


Al-‘Usairy, Ahmad. 2004. Sejarah Islam. Jakarta: Akbar

Niswah, Choirun. 2006. Sejarah Pendidikan Islam. Palembang: IAIN Raden Fatah Press

Thohir, Ajied. 2004. Perkembangan  Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Nasution, Harun. 2003. Pembaharuan Dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang


[1] Mukti, Ali. Islam dan Sekularisme di Turki. (Jakarta: Penerbit Djambatan, 1994) hal 123            
[2] http://dekcrayon.blogspot.com/2009/05/mustafa-kemal-attaturk-2.html

[3] Ahmad al-‘Usairy, Sejarah Islam (Jakarta: Akbar, 2004) hal 372-373
[4] Op,Cit. hal, 125
[5]http://dekcrayon.blogspot.com. Loc,Cit.
[6] Ajied Thohir, Perkembangan  Peradaban di Kawasan Dunia Islam. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004) hal 223
[7] Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia (Jakarta: Raja Grifindo Persada, 2007) hal. 167

[8] Mukti, Ali. Loc,Cit.
[9] Ajied Thohir, Loc,Cit. hal. 225
[10] Choirun Niswah, Sejarah Pendidikan Islam (Palembang: IAIN Raden Fatah Press, 2006) hal. 203
[11] Ajied Thohir, Op,Cit. hal. 226
[12] Ibid., hal. 227
[13] Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 2003) hal. 145
[14]  Ibid.
[15] Harun Nasution, Ibid., hal. 146

)))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))))

Disusun oleh:
Ikbal               (0829023)
Ismasari            (0829007)

Dosen Pembimbing:
Muhtarom



Senin, 23 November 2009

TUGAS MAHASISWA

TUGAS MAHASISWA :
:
BAGAIMANA PENGARUH GERAKAN PEMBAHARUAN MUSTAFA KEMAL AT-TATURK TERHADAP ISU SEKULERISME DI DUNIA ISLAM DAN DI INDONESIA
uraikan dengan analisis yang argumentatif...


Buat minimal 2 lembar (kertas kuarto) 1.5 spasi kumpul hari senin

Sabtu, 21 November 2009

AMPERA TEMPO DULU... Waw Bersihnya


Jumat, 20 November 2009

Mustafa Kemal At-Taturk & Sekulersime

Mustafa Kemal At-Taturk & Sekulersime

BAB I


Pendahuluan
Pada makalah-makalah yang lalu telah banyak disinggung tentang pengertian modernisasai dalam Islam. Kata modernisasi lahir dari dunia Barat, adanya sejak terkait dengan masalah agama. Modernisasai adalah proses perubahan ke arah yang lebih baik dan lebih maju. Sedangkan manusia modern adalah manusia yang sebagian besar mempunyai orientasi nilai budaya yang terarah kearah peradaban baru. Menurut masyarakat modern mengartikannya usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi lama agar disesuaikan dengan pendapat dan keadaan yang baru yang ditimbulkan oleh kemajuan IPTEK.
Ini sejalan dengan gerakan modernisasi agama baru Mustafa Kemal Ataturk pada pembahasan kami kali ini. Mustafa Kemal Ataturk adalah presiden Republik Turki yang pertama. Ia berkuasa dari tahun 1921 s/d 1938. Sebelum Mustafa Kemal Ataturk menjadi presiden di Negara Turki, Negara Turki dulu adalah sebuah Negara yang dikepalai oleh seseorang khalifah (Sulthan), yang didampingi oleh Syaikhul Islam.
Hal ini berjalan sedari tahun 1299 M sampai tahun 1921 M yakni selama 622 tahun, yaitu sedari Sulthan Utsman I mendirikan “kerajaan Utsmani” pada tahun 1299 sampai khalifah terakhir ini yang kami bahas yaitu Mustafa Kemal Ataturk bernama khalifah Abdul Majid. Dengan kata lain bahwa Negara Turki pada waktu itu adalah sebuah Negara, dimana antara Negara dan agama berjalin satu.
Akan tetapi setelah Mustafa Kemal Ataturk memerintah di Turki ada banyak hal yang dimodernisasi baik politik agama, social dan berbudaya bahkan beliau mengadakan sekulerisasi terhadap agama dan pemerintahan sehingga yang pada dahulunya Negara Turki dianggap “Imam Dunia Islam” dalam soal keagamaan, kebudayaan, ilmu pengetahuan, tetapi sekarang Turki sudah dilupakan oleh dunia Islam.

B. Pembahasan
1. Mustafa Kemal Ataturk dan Sekulerisme di Turki
a. Biografi Mustafa Kemal Ataturk Menurut Harun Nasution
Seorang pemimpin Turki baru, yang menyelamatkan kerajaan Usmani dari kehancuran total yang disebabkan penjajahan Eropa. Ialah pencipta Turki modern dan atas jasa-jasanya, ia mendapat gelar Attaturk (bapak Turki). Beliau Mustafa Kemal Ataturk lahir di Salonika pada tahun 1881. Orang tuanya bernama Ali Riza seorang pegawai biasa di ¬salah satu kantor pemerintah di kota itu, sedangkan ibunya bernama Zubayde, seorang wanita yang amat dalam perasaan keagamaannya.
Pada mulanya Mustafa, atas desakan ibunya dimasukkan di Madrasah, tetapi karena tidak merasa senang belajar di sana, ia selalu melawan guru. Ia kemudian dimasukkan orang tuanya ke sekolah dasar modern di Salonika. Dalam usia empat belas tahun ia tamat belajar disekolah ini dan meneruskan pelajaran pada sekolah latihan militer di kota Monastir dan pada 13 Maret 1899 ia masuk ke sekolah ilmu militer di Istambul sebagai kadet pasukan infanteri. Tahun 1902 ia ditunjuk menjadi salah satu staf pengajar dan pada bulan Januari 1905 ia lulus dengan pangkat kapten.
Semasih belajar, Mustafa Kemal sudah mulai kenal dengan politik melalui seorang temannya bernama Ali Fethi. Atas dorongan sahabatnya ini beliau memperkuat dan memperdalam pengetahuan tentang bahasa Perancis, sehingga ia dapat membaca kerangka filosof-filosof Perancis seperti Roussean, Voltaire, Agusti Conte, Montesquien, dll. Di samping itu sejarah dan sastra juga menarik perhatiannya.
Masa studi Mustafa Kemal di Istambul adalah masa meluasnya tantangan terhadap kekuasaan absolut Sultan Abdul Hamid dan masa pembentukan perkumpulan-perkumpulan rahasia bukan di kalangan politisi saja, tetapi juga di kalangan pemuda di sekolah-sekolah militer. Mustafa dan teman-temannya pernah membentuk suatu komite rahasia dan menerbitkan surat kabar tulisan tangan yang mendukung kritik terhadap pemerintahan Sulthan. Sesudah selesai studi, beliau tidak meninggalkan kegiatan politik sehingga beliau akhirnya bersama dengan beberapa teman ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara untuk beberapa bulan. Kemudian mereka dibebaskan, tetapi diasingkan ke luar Istambul. Beliau sendiri dan bersama seorang sahabatnya Ali Puad diasingkan ke Suria.
Di Damsyik ia juga tidak melepaskan diri dari kegiatan politik, dan selalu mengadakan perjumpaan dengan pemuka-pemuka yang dibuang di kota ini. Di tahun 1906 mereka membentuk perkumpulan Vatan (tanah air). Mustafa Kemal dalam kedudukannya sebagai perwira yang dapat berkunjung ke kota-kota lain, memberi bantuan dalam membentuk cabang-cabang di Yaffa, Yerusalem, dan Beirut. Kemudian dia melihat bahwa di daerah ini revolusi Turki tidak akan bias muncul, karena penduduknya berbangsa Arab dan juga karena terletak agak jauh dari Istambul tempat yang strategis ialah Salonika. Cuti sakit yang diperolehnya, ia pakai untuk berkunjung ke kota tempat ia lahir itu. Di sana ia berhasil membentuk cabang dari perkumpulan yang didirikan di Damsyik. Namanya di robah menjadi vatar Ve Hurriyet (tanah air kemerdekaan)
Di tahun 1907 ia dipindahkan ke Salonika untuk bekerja di satf umum. Dalam pada itu perkumpulan persatuan dan kemajuan telah dibentuk dan berpusat di kota ini. Perkumpulan baru itu lebih besar pengaruhnya dari perkumpulan Vatar ve Hurriyet. Mustafa Kemal melihat tidak ada jalan lain baginya kecuali turut menggabungkan diri dalam gerakan persatuan dan kemajuan. Dalam Revolusi 1908 ia tidak mempunyai peranan, karena tidak dapat menandingi pemimpin-pemimpin senior seperti Enver, Talat, Jemal dan lain-lain.
Di Konferensi perkumpulan persatuan dan kemajuan yang diadakan di Salomika, Mustafa Kemal mengeluarkan pendapatnya tentang partai dan tentara, yang keduanya telah bergabung menjadi satu dalam perkumpulan tersebut. Keadaan seperti ini, menurut Mustafa Kemal ) tidak menguntungkan bagi perjuangan. Agar Negara dan konstitusi dapat dipertahankan, demikian ia menjelaskan, diperlukan tentara yang kuat disatu pihak dan partai yang kuat dipihak lain. Perwira yang harus tunduk kepada kedua kepala akan menjadi prajurit yang tidak baik dan sekaligus juga politikus yang tidak baik. Ia akan mengabaikan kewajibannya untuk militernya dan mudahlah musuh mengadakan gerakan perlawanan, seperti yang diadakan oleh Sulthan Abdul Hamid. Dalam pada itu hubungannya dengan rakyat terputus dan terjadilah kekacauan politik dan selanjutnya timbullah perasaan tidak senang dikalangan rakyat. Perwira disuruh memilih, tinggal dalam partai dan keluar dari tentara, atau tinggal dalam tentara dan keluar dari partai. Selanjutnya harus dikeluarkan Undang-Undang yang melarang perwira yang menjadi anggota Partai. Pendapatnya ini kurang mendapat sambutan dari konferensi.
Ia dengan temannya Ali Fethi tidak setuju dengan politik Enver, Talat dan Jemal dan tidak segan mengeluarkan kritik terhadap ketiga pemimpin itu. Akhirnya di tahun 1913 Fethi dibuang ke Sofia sebagai Duta dan Mustafa Kemal ikut sebagai Attase Militer. Disinilah Mustafa Kemal berkenalan langsung dengan peradaban Barat yang amat menarik perhatiannya, terutama pemerintahan parlement. Setelah perang dunia I pecah ia dipanggil kembali untuk menjadi panglima Divisi 19.
Sehabis perang dunia I ia diangkat menjadi panglima dari semua pasukan yang ada di Turki Selatan. Izmir telah jatuh dan Sanyrna telah diduduki tentara sekutu, dan kewajiban Mustafa Kemal kembali membebaskan daerah itu dari kekuasaan asing dengan mendapat sokongan dari rakyat yang telah mulai membentuk gerakan-gerakan membela tanah air, ia akhirnya dapat memukul musuh mundur dan menyelamatkan daerah Turki dari penjajahan asing.
Dengan teman-temannya dari pimpinan nasionalis lain Ali Paud dan Refat, ia dalam itu mulai menantang pemerintah yang datang dari Sultan Istambul, karena perintah itu banyak bertentangan dengan kepentingan nasional Turki. Sulthan di Istambul telah berada di bawah kekuasaan sekutu dan harus menyesuaikan diri dengan kehendak mereka.
Mustafa Kemal melihat perlunya diadakan pemerintahan tandingan di Anatolia. Segera ia dengan rekan-rekannya tersebut di atas mengeluarkan maklumat yang berisi pernyataan-pernyataan berikut:
1. Kemerdekaan tanah air sedang dalam keadaan bahaya
2. Pemerintah di ibu kota terletak di bawah kekuasaan sekutu dan oleh karena itu tidak dapat menjalankan tugas.
3. Rakyat Turki harus berusaha sendiri untuk membebaskan tanah air dari kekuasaan asing.
4. Gerakan – gerakan pembela tanah air yang telah ada harus dikoordinir oleh suatu panitia nasional pusat.
5. Untuk itu perlu diadakan kongres.

Atas usaha Mustafa Kemal dan teman-temannya dapat dibentuk Majelis Nasional Agung di tahun 1920. dalam siding di Ankara, yang kemudian menjadi ibu kota Republik Turki, ia dipilih sebagai ketua. Dalam sidang itu diambil antara lain keputusan-keputusan berikut:
1. Kekuasaan tertinggi terletak ditangan rakyat Turki
2. Majelis Nasional Agung merupakan Perwakilan Rakyat tertinggi
3. Majelis Nasional Agung bertugas sebagai badan legislative dan badan eksekutif
4. Majelis Negara yang anggotanya dipilih dari majelis Nasional Agung akan menjalankan tugas pemerintah
5. Ketua Majelis Nasional Agung merangkap sebatas Ketua Majlis Negara

Demikianlah, Mustafa Kemal dan teman-temannya dari golongan nasionalis bergerak dan dengan perlahan-lahan dapat menguasai situasi sehingga akhirnya sekutu terpaksa mengakui sebagai penguasa defacto dan dejure di Turki. Pada tanggal 23 Juli 1923 ditandatangani perjanjian lausanite dan pemerintahan Mustafa Kemal mendapat pengakuan internasional.
Jadi, Mustafa Kemal adalah seorang yang nasionalis karena lingkungan tempat belajar /studi beliau mulai mengenal peradaban-peradaban barat yang menarik perhatiannya kemudian karena dukungannya sahabatnya Ali fethi beliau mulai mengenal politik, karena beliau seorang yang nasionalis di Turki beliau berkeinginan untuk mengadakan perubahan-perubahan atau dalam bentuk Westernisasi sekularisasi di Turki dengan paham atau ide nasionalisme yang dianutnya. Beliau meninggal dunia di tahun 1938. tapi pembahasan kali ini belum selesai ada banyak hal yang dilakukan oleh Mustafa Kemal selama ia menjadi kepala pemerintahan di Turki. Pada pembahasan selanjutnya akan diselesaikan gerakan-gerakan pembaharuan yang dilakukannya di Negara Turki.

b. Gerakan Sekulerisme di Turki
Dalam “sejarah dan kebudayaan Islam imperium Turki Usmani”, sekuler diartikan sebagai berikut, bahwa tidak ada campur tangan agama atau mazhab agama seseorang dalam bentuk apapun atau agama (Mazhab agama) seseorang itu tidak boleh menjadi perintang untuk memperoleh hak kemanusiaannya.
Sedangkan sekularisasi menurut Muhammad Arkoun adalah sikap spirit dan merupakan kompetisi untuk menguasai kebenaran atau mencapai kebenaran. Menurut beliau adalah sikap terhadap pengetahuan yaitu sikap yang berupaya menjadi terbuka dan bebas sampai sejauh mungkin, atau sampai batas yang memungkinkannya tidak hanya syarat-syarat politis dan social, tetapi juga kemajuan metodelogi, pengetahuan dan teknik yang mendominasi dalam suatu masa dan tempat.
Akan tetapi menurut Ahmad Syalaby pengertian sekuler yang lebih populer berbeda dengan pengertian sekuler diatas, karena pengertian sekuler yang lebih populer itu hampir sama dengan pengertian atheis. Pengertian sekuler yang populerlah yang digalakkan di Turki pada masa Mustafa Kemal. Berikut ini akan kami kemukakan beberapa peristiwa perubahan pada beberapa bidang dan kemasyarakatan yang ditempuh oleh Mustafa Kemal Ataturk (Bapak Turki) dalam sejarah Turki sesuai dengan program kelompok persekutuan dan kemajuan (Al-Ijtihad wa at Faraqqi) yang telah mewarnai lembaran baru sejarah Turki. Perubahan-perubahan tersebut antara lain :
a. Pada bulan Maret 1924 Majelis Kebangsaan mengadakan sidang. Hasil sidang tersebut menetapkan bahwa jabatan khalifah dan jabatan Menteri Syari’at dan waqaf dihapuskan. Langkah berikutnya, demi untuk menyempurnakan ide tentang Turki modern, Mustafa Kemal menghapuskan seluruh institusi keagamaan yang ada dalam pemerintahan. Dia mengumumkan penghapusan mahkamah syariyyah dan menggantikannya dengan mahkamah sipil ala Barat. Lembaga-lembaga pendidikan dan sekolah-sekolah agam dihapuskan, selanjutnya seluruh lembaga pendidikan digabungkan di bawah satu naungan Deparetemen Pendidikan.
b. Kebijaksanaan berikutnya Al-Ghazali menghapuskan artikel dalam UUD yang berbunyi bahwa “agama Islam adalah agama Negara”. Selanjutnya dia menghapuskan syariat Islam dan sebagai gantinya Syariat Aiqat (Hukum Adat) diberlakukan akan tetapi syariat Atiqat juga kemudian diganti lagi dengan hukum positif model Swiss dan hukum pidana ala Itali. Hari libur resmi mingguan dirubah dari hari Jum’at menjadi hari minggu, di samping mengganti kalender Hijaiyyah dengan kalender Miladi. Hukum waris pun tidak luput dari perubahan-perubahannya. Bagian laki-laki dan perempuan disamakan dan yang menjadi ahli waris adalah hanya keluarga mayat saja (anak istri) lain tidak. Pemerintahan Ataturk tidak henti-hentinya melakukan usaha-usaha perubahan demi terhapusnya unsure keagamaan dari pemerintahan atau paling tidak demi melepaskan pemerintahan dari sebagian besar unsure-unsur Islam. Jumlah Masjid dibatasi dan tidak dibenarkan luas halaman masjid lebih dari lima ratus meter. Kemudian para khatibnya pun yang diangkat oleh pemerintahan dikurangi hingga diseluruh wilayah Turki hanya tinggal tiga ratus saja dan mereka dalam menyampaikan masalah-masalah pertanian, perdagangan dan sebagainya. Yang sangat melukai perasaan umat Islam adalah tindakan menutup dua masjid raya yang ada di Istambul, yang pertama Mustafa Kemal hendak merubah masjid Abyah Sophia yang hendak dijadikan museum dan kedua menutup masjid raya Al faith yang hendak dijadikan gudang.
c. Kemudian Mustafa Kemal melarang poligami, sesuai dengan hokum model scoiss walaupun dalam prakteknya ada sedikit perubahan yaitu bagi mereka yang dianggap kaya dan mampu masih tetap diperbolehkan.
d. Dalam upaya menjauhkan diri dari Islam dan dalam rangka westernisasi pemerintah Turki tidak memperkenankan msyarakat umum memakai jilbab dan cadar kecuali para agamawan dan sebagai gantinya masyarakat memakai baju dan topi ala Barat. Kemudian pemerintah mengeluarkan Undang-Undang yang mewajibkan warga negara Turki memakai marga dibelakang namanya yang tidak dikenal dikalangan masyarakat Turki sebelumnya. Kemudian pemerintah melarang mengadakan kegiatan spiritual yang bisa dilakukan pengikut tarekat dan menutup tempat-tempat tersebut. Pemerintah dengan kejam menindak siapa saja yang coba-coba mengkritik kebijaksanaannya, dalam masalah-masalah agama. Para wanita Turki seperti prianya diperbolehkan bekerja. Huruf arab dihapus dan diganti dengan huruf latin. Demi terhapusnya huruf arab dari bumi Turki, secara langsung Ataturk pribadi menjadi pengajar huruf latin. Disetiap kota dan desa didirikan sekolah-sekolah untuk mengajarkan huruf latin ( yang telah diresmikan, menjadi huruf nasional). Kepada masyarakat tanpa mengenal usia. Kemudian di fakultas-fakultas pendidikan tradisional mata kuliah bahasa tersebut merupakan unsur terpenting untuk memahami kesusastraan Turki. Percetakan-percetakan dilarang menerbitkan buku-buku yang berbahasa Turki yang menggunakan huruf Arab.

Maka hasil buruk-baiknya gerakan itu sudah boleh dilihat dan bahkan sudah boleh diberi angka patennya :
1. Negeri dan rakyat Turki pada waktu ini (1971 M) boleh dikatakan suatu negara yang penduduknya masih beragama Islam, tetapi sudah terisolir begitu rupa dari dunia-dunia Islam yang lain. Kalau dulu di zaman khalifah dan syaikhul Islam, pengaruh Turki berkumandang ke seluruh pojok dunia maka sekarang hubungan itu sudah putus sama sekali.
Kalau dulu Turki dianggap “Imam dunia Islam” dalam soal-soal keagamaan, kebudayaan, ilmu pengetahuan, tetapi sekarang turki sudah dilupakan oleh dunia Islam. Turki sekarang sudah dianggap oleh dunia Islam negeri yang penduduknya masih beragama Islam, tetapi tidak berpengaruh apa-apa lagi. Dalam dunia politik, Turki bukan lagi suatu imam politik dari negeri-negeri Islam Asia Afrika, tetapi Turki sudah menjadi makmum, pengekor dari roda politik dunia Barat, tidak bisa lagi dimasukkan ke dalam kategori negara-negara besar”.
2. Agama menjadi rusak atau menjadi hilang, akibat dari penukaran Qur’an suci dari bahasa Arab ke bahasa Turki, begitu juga penukaran upacara-upacara agama, seperti adzan, sembahyang, berdo’a dari bahasa Arab ke bahasa Turki maka semuanya jadi centang-prenang dan menjadi kacau. Apalagi bahasa Turki tidak mempunyai cukup istilah-istilah yang dapat menyerupai 100% apa yang terkandung di dalam bahasa Arab. Maka pengertian keagamaan pun jadi berubah. Dari corak yang dibawa Al-Qur’an suci ke corak nasionalis-Turki yang sempit.
3. Akibat daripada diperbolehkannya wanita Islam kawin dengan pemuda Nashara dan Yahudi, maka darahnya bangsa Turki sesudah Mustafa Kemal menjadi darah Fifty-Fifty, 50% darah islam dan 50% darah Nashara atau yahudi, kalau tidak akan dikatakan menjadi 75% darah Nashara dan darah Yahudi.

c. Gerakan Pembaruan Turki Mustafa Kemal Ataturk
Daripada lebel seorang inspirator berdirinya republik Turki, Mustafa Kemal Ataturk sebenarnya lebih dikenal sebagai tokoh penggerak berdirinya sebuah rezim republik sekuler Turki. Dari perjuangannya lah, negara Turki yang pernah menjadi jantung pemerintahan imperium terakhir ummat Islam ini mampu berdiri kokoh sebagai sebuah negara merdeka yang berdiri dan diakui kedaulatannya secara internasional setelah Perang Dunia I.
Meski demikian, keberhasilan mendirikan sebuah negara Turki yang merdeka tidak serta merta menjadikan negara bekas pemerintahan dinasti Islam ini berubah seratus persen menjadi sekuler. Lika-liku gerakan pembaruan (sekularisasi) Turki yang dilakoni oleh Mustafa Kemal terekam dalam tindakan rezim pemerintahannya yang diktator. Sehingga, proses perubahan Turki menjadi sebuah negara yang bercorak modern adalah suatu metamorphosis yang sangat berbeda dari corak tradisi dan nilai-nilai budaya masyarakat Turki yang hampir seluruhnya Islam.
Gerakan pembaruan Turki Mustafa Kemal Ataturk dimulai dengan penghapusan Kesultanan Usmani pada tahun 1923 dan penghapusan khilafah pada tahun 1924. Lembaga wakaf dihapuskan dan dikuasakan kepada kantor urusan agama. Pada tahun 1925 beberapa thariqat sufi dinyatakan sebagai organisasi terlarang dan dihancurkan. Pada tahun 1927 pemakaian tarbus dilarang. Pada tahun 1928 diberlakukan tulisan latin menggantikan tulisan Arab, dan dimulai upaya memurnikan bahasa Turki dari muatan bahasa Arab dan Persi. Pada tahun 1935 seluruh warga Turki diharuskan menggunakan nama kecil sebagaimana berlaku pada pola nama Barat.
Sedangkan menurut Ajid Thohir, gerakan pembaruan Turki Mustafa Kemal tergambar dalam ideologi kemalisme yang mencakup prinsip-prinsip : republikanisme, nasionalisme, populisme, etatisme, sekularisme, dan revolusionisme. Dalam lapangan agama, Mustafa Kemal membuat sejumlah kebijakan, seperti pada tahun 1928, ia memperkenalkan bangku gereja serta jam kamar ke dalam mesjid. Orang shalat dengan menggunakan sepatunya, menggunakan bahasa Turki dalam sholatnya. Dan untuk membuat sholat di masjid itu indah, mudah untuk mendapat inspirasi dan memiliki nilai spiritual, maka mesjid perlu melatih para musikus. Kebutuhan ini penting bagi kaum modern dengan meletakkan alat musik barat ke dalam mesjid. Sedangkan beberapa kebijakan yang dibuat dalam undang-undang pada era rezim Mustafa Kemal adalah :
1. Undang-undang tentang unifikasi dan sekularisasi pendidikan, tanggal 3 Maret 1924;
2. Undang-undang tentang kopiyah, tanggal 1925;
3. Undang-undang tentang pemberhentian petugas jemaah dan makam, penghapusan lembaga pemakaman, tanggal 30 November 1925;
4. Peraturan sipil tentang perkawinan, tanggal 17 Februari 1926;
5. Undang-undang penggunaan huruf latin untuk abjad Turki dan penghapusan tulisan Arab, tanggal 1 November 1928; dan
6. Undang-undang tentang larangan menggunakan pakaian asli, tanggal 1934.

Gerakan sekularisasi Turki oleh rezim Mustafa Kemal berakhir seiring dengan wafatnya Mustafa Kemal pada tahun 1938. Sungguhpun demikian, sepeninggal Mustafa Kemal Ataturk, posisi presiden Turki digantikan oleh Ismet Inonu, seorang kolega yang sangat setia kepadanya. Dengan demikian, proses sekukarisasi terus berjalan di Turki. Hanya saja, pergantian tampuk pimpinan dalam rezim pemerintahan ini memberikan peluang bagi konsepsi sistem politik baru bagi negara Turki. Konsepsi politik baru ini terjadi setelah Perang Dunia II, khususnya pada tahun 1946, yang atas campur tangan pemerintah Amerika Serikat ketika itu yang berusaha mengurangi pengaruh sistem paternalistik dan lebih cenderung menginginkan sistem multi partai. Kondisi ini membuka jalan bagi terbentuknya partai Demokrat (Democrat Party) di Republik Turki.
Dalam sistem politik multi partai inilah, akhirnya pengaruh Partai Republik yang pernah dipimpin oleh Mustafa Kemal, cenderung berkurang. Kecenderungan apresiasi masyarakat Turki terhadap Partai Demokrat lebih didasarkan oleh sikap politik partai ini yang mengusung opini tentang orientasi keagamaan baru yang berbeda daripada orientasi keagamaan di masa rezim Mustafa Kemal bersama Partai Republik-nya.





Kesimpulan
Dari isi makalah di atas dapat disimpulkan bahwa Mustafa Kemal At-Tatur adalah pahlawan yang menyelamatkan Kerajaan Turki dari penjajahanan yang disebabkan oleh Eropa. Dan merupakan pembawa kerajaan Turki yang modern, berbagai upaya ia telah lakukan untuk mengubah kerajaan Turki Usmani menjadi kerajaan yang sekuler. Diamna ajaran-ajaran/paham-paham yang bersifat ortodiks kuno. Semuanya itu dirubah, paham ajaran Turki berubah secara dramatis, sehingga kerajaan Turki menjadi kerajaan yang sekuler, yang mana antara hubungan urusan negara dan agama dipisahkan. Urusan agama tidak boleh bercampur dengan urusan agama, begitupun sebaliknya. Agama tidak dipercampurkan dengan urusan negara.
Meskipun banyak yang menentang atas urusannya, namun Mustafa Kemal mampu mematahkan tantangan-tantangan tersebut. Atas dasar inilah sebenarnya Mustafa Kamal menjadi pemimpin yang termasyhur, kepemimpinan yang ia jalankan mengubah berbagai paham yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Seperti : azan diganti dengan bahasa Turki, Poligami dihapuskan. Kesemuanya ini menjadikan kerajaan Turki sebagai kerajaan yang sekuler. Mustafa Kemal beranggapan bahwa kerajaan Turki itu takkan pernah maju selama masih menganut paham tradisional. Atas jasa-jasa yang pernah ia lakukan di Kerajaan Turki maka ia mendapatkan gelar Attaturk, maka jadilah panggilan Mustafa Kemal Ataturk.
Sebagai penutup dari makalah ini, penulis cukup memberikan satu kesimpulan bahwa opini masyarakat Turki hingga saat ini masih terpecah dalam penilaian terhadap Mustafa Kemal Ataturk. Di satu sisi, ia sebenarnya dihormati sebagai penyelamat bangsa dari kekuasaan penjajahan, dan sekaligus dihormati karena jasanya dalam mengupayakan berdirinya negara modern Turki; dan di sisi lainnya, ia juga dikecam sebagai pengkhianat yang bertanggung jawab atas hilangnya kekhalifahan Islam. Kontradiksi ini menurut penulis tidak dapat dielakkan dalam porsi sejarah negara Turki. Dan hal ini adalah bagian yang integral dalam sejarah panjang berdirinya negara Turki.

MUSTAFA KEMAL ATTATURK
DAN SEKULARISME

Disusun oleh :
FISKA : (0829021)
HIDAYAT : (0829006)

DOSEN PEMBIMBING
MUHTAROM, S.Pd.I



Abbas, Siradjudin, 1983, 40 Masalah Agama, Jakarta : Pustaka Tarbiya
Arkoun, Mohamed, 2003, Islam Agama Sekuler, Yogyakarta : Belukar
http: // Muhamamd Zulifah, Multiply. Com/Journal/item/22, 19 Nopember 2009
Nasution, Harun, 1996, Pembaharuan dalam Islam : Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta “ NV. Bulan Bintang

Syalabi, Ahmad, 1998. Sejarah dan Kebudayaan Islam Imperium Turki Usmani, Jakarta : Kalam Mulia

/////////////////////////////////////////////

TUGAS MAHASISWA (KELOMPOK)
Setiap Kelompok Harus:
1. BERIKAN KOMENTAR SEPUTAR MAKALAH DIATAS ( ISI, CARA PENULISAN /METHODOLOGI DAN ketepatan analisis)
2. BERIKAN 2 PERTANYAAN

TULIS DI KERTAS FOLIO (1LEMBAR)

MASING-MASING KELOMPOK MENGIRIMKANYA/menuliskanya :
1. DIBAWAH MAKALAH DIATAS (DALAM KOLOM KOMENTAR )
2. DIKIRIM MELALUI EMAIL KE : muhtarom84@yahoo.com

..... tugas ini sudah dikirim ke email dan posting komentar di blog ini mulai hari ini sampai Senin pukul 08.00

Kamis, 12 November 2009

Aliran Pembaharuan (Barat, Islam & Nasionalis)






 

ALIRAN PEMBAHARUAN (BARAT, ISLAM DAN NASIOANLIS)


PENDAHULUAN

      Dalam pembaharuan di kerajaan Usmani, dapat dilihat adanya tiga golongan pembaharuan. Pertama, golongan Barat yang ingin mengambil peradaban Barat sebagai dasar pembaharuan. Bagi golongan kedua, golongan Islam, dasar itu seharusnya adalah Islam. Golongan ketiga, golongan nasionalis Turki, yang timbul paling kemudian, melihat bahwa bukan peradaban Barat dan bukan Islam yang harus dijadikan dasar, tetapi nasionalisme Turki.
      Untuk dapat memahami pembaharuan yang dianjurkan oleh ketiga golongan tersebut perlu diketahui terlebih dahulu identitas masing-masing. Betulkah golongan Barat mengingini westernisasi, dalam arti meniru segala apa yang ada di Barat? Dan golongan Islam, siapakah mereka? Apakah mereka golongan yang disebut tradisionalis, yang ingin mempertahankan tradisi yang semenjak lama telah ada pada umat Islam? Ataukah mereka termasuk golongan yang disebut modernis, yang ingin kembali kepada ajaran-ajaran dasar dalam Islam seperti terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits dan mengadakan interpretasi yang sesuai dengan zaman modern? Dan golongan nasionalis Turki, apa pendirian mereka terhadap agama? Betulkah mereka mempunyai faham sekularisme?
PEMBAHASAN
TIGA ALIRAN PEMBAHARUAN BARAT, ISLAM DAN NASIONALIS

Perkembangan modernisasi di Turki semakin melaju ke depan dengan membawa visi beraneka ragam sesuai kepentingan yang melatarbelakanginya. Pada gerakan sebelumnya dikenal adanya kebangkitan Usmani Muda dan Turki Muda yang banyak memberi corak atas pemikiran rakyat Turki, terutama kepada penguasa dan kaum terpelajar di sana. Pada makalah ini, dibahas warna khas dari gerakan yang ada di Turki. Sebagaimana dikemukakan oleh Harun Nasution bahwa gerakan pada fase ini terbagi kepada tiga kelompok, yaitu; pertama gerakan yang berorientasi dan masih berpegang secara ketat pada prinsip Islam yang disebut Islamisme. Kedua, gerakan yang banyak mengadopsi ( mengambil ) pemikiran, sikap hidup berdasarkan pola-pola kehidupan Barat, atau terilhami oleh Barat ( terbaratkan ). Kelompok ini dinamakan Westernisme. Ketiga, gerakan yang menitikberatkan ke dalam terutama menyembulkan aspek keaslian Turkisme atau lebih tepat secara kenegaraan mereka selalu mementingkan sikap, pola pikir dan tindakan nasional. Mereka tidak mau mengambil sesuatu yang berbau Barat dan juga tidak mengambil sesuatu yang terilhami oleh perasaan keagamaan ( Islam ). Sehingga para patriotisme yang tinggi membawa mereka lebih mengutamakan nasionalitas di atas segala-galanya. Kelompok yang berpaham demikian dinamakan Nasionalisme. ( Sani, 1998:110 )
Walaupun perlu digarisbawahi bahwa dorongan tertinggi atas semua kelompok ide pembaharuan itu pada prinsipnya mengacu nilai Islam, namun ada golongan yang lebih mementingkan Baratnya daripada Islam, atau sebaliknya mementingkan Islam secara prinsip tanpa memandang enteng ( dengan merasa masih cukup penting ) peradaban Barat. Dan ada pula golongan yang mementingkan perasaan nasional Turki walaupun mereka pada dasarnya juga orang Islam.


A.     Aliran Barat ( Westernisasi )

Westernisme dalam Islam ( kebarat-baratan ) golongan atau gerakan yang mengajak umat Islam untuk menerima pengetahuan Barat dan semua yang datang dari Barat. ( Sunanto, 2005:304 )
Pada golongan ini selain orang-orang Barat yang mempunyai idealisme Barat, juga tokoh intelegensia Turki sendiri yang terbaratkan dalam pemikiran dan perilakunya. Apalagi dalam hal ini Turki merupakan bagian dari Eropa Timur ( beberapa wilayah Turki pada masa itu berada di Eropa timur ), yang hanya agama saja berbeda dengan orang Barat, namun mereka berada pada posisi geografis yang memungkinkan untuk menyerapkan ide Barat secara sempurna. Dari sisi ini gagasan Barat nampak amat sesuai dengan kondisi Turki yang ingin menapak maju modern. Golongan ini karena banyak mengkonsumsi pemikiran Barat dalam semua aspeknya, maka mereka disebut golongan Westernisme.
Gerakan Westernisme, juga menggolkan ide-ide sekularisme dalam basis kekuatannya. Mereka berusaha mengadopsi pemikiran Barat secara intensif, sehingga aspek sosial kemasyarakatan selalu diteropong dengan pandangan-pandangan sekular.
Golongan terdiri dari beberapa tokoh yang dalam gerakan pembaharuan di Turki sebelumnya juga banyak mengedepankan pemikiran Barat secara intensif, namun tokoh yang dianggap paling mutakhir adalah Tawfik Fikret ( 1867-1951 ) seorang pemikir sekaligus sastrawan yang banyak mengkritik dan menentang kaum tradisional. Dan satunya lagi adalah Abdulllah Jewdat ( 1869-1932 ). Seorang intelektual bergelar Doktor yang dianggap pendiri Perkumpulan Persatuan dan Kemajuan. Mereka ini merupakan orang yang cukup gigih dalam mendorong perjalanan pembaharuan Turki dengan gagasan-gagasan Barat. (Sani, 1998:116-117 ).
Tawfik Fikret banyak melontarkan pemikiran kritikan terhadap ulama tradisional yang dianggapnya telah membawa umat Islam ke dalam situasi fatalis. Umat Islam pada masa itu sangat tergantung kepada paham keagamaan tradisional. Sedangkan paham tradisional itu dalam banyak hal telah membawa kemunduran, seperti berserah total kepada nasib, memberikan gambaran tentang kekuasaan dan keadilan Tuhan selalu sewenang-wenang dan seperti seorang raja yang zalim. Pendapat ulama tradisional itu, dikecam Fikret sehingga ia banyak dimusuhi para ulama.
Dalam banyak hal pemikiran golongan Barat secara umum mempunyai kesamaan. Dapat dilihat dalam pemikiran Abdullah Jewdat. Ia menganggap bahwa kelemahan umat Islam pada saat itu bukan terletak pada ajaran Islam tapi pada sistem sosial dan kekhalifahan. Yang perlu diubah adalah Kerajaan Usmani bukan sultan. Begitu juga tentang Islam, yang perlu diubah adalah umatnya. Selama ini keadaan umat Islam terjangkiti sikap bodoh, malas, patuh kepada ulama secara membuta, walaupun ulamanya itu bodoh. Hal-hal yang diajarkan oleh ulama bodoh itu dianggap ajaran Islam. Mereka terperangkap dalam perilaku demikian karena menganggap benar. Akhirnya pemikiran tokoh ini pun dianggap musuh ulama dan Islam saat itu. ( Sani, 1998:117 )
Golongan Barat tidak setuju dengan konsep kenegaraan. Negara bagi mereka harus bersifat sekuler, dalam arti harus dipisahkan dari agama, seperti halnya di Barat. Tetapi karena masih terikat pada ajaran Islam, mereka tidak mempunyai konsep yang jelas mengenai cara pemisahan itu. Konsep din-u-devlet masih besar pengaruhnya dalam masyarakat dan disamping itu wujudnya telah diperkuat pula oleh Konstitusi 1876. oleh karena itu mereka menganjurkan supaya sekularisasi diadakan bukan terhadap negara, tetapi terhadap masyarakat. ( Nasution, 1996: 134 )
Dalam bidang pendidikan golongan Barat ingin membawa kebebasan mimbar, kebebasan berdiskusi, olahraga, pekerjaan tangan, dan sebagainya. Guru harus mengetahui ilmu jiwa dan ilmu sosial. Tujuan pendidikan ialah membina pemuda yang dapat berdiri sendiri, cerdas, jujur dan patriotis. Pendidikan agama harus dibersihkan dari supervisi dan ke dalam kurikulumnya dimasukkan logika dan ilmu pengetahuan modern. ( Nasution, 1996: 138 )
Dalam bidang ekonomi, kemunduran menurut golongan Barat disebabkan oleh keengganan orang Turki untuk menerima peradaban Barat dan tetapnya mereka berpegang pada tradisi dan institusi yang telah usang. Keadaan ekonomi dapat diperbaiki hanya dengan menerima sistem ekonomi Barat dengan corak kapitalisme, liberalisme, individualisme dan ide bekerja untuk penumpukan harta yang terdapat di dalamnya. Juga harus diterima pemikiran liberal Barat dan kemajuan teknologinya. Sikap mental ketimuran yang dipengaruhi oleh faham fatalisme dan rasa benci pada perubahan harus dihilangkan.
Beberapa pemikiran mereka yang lain adalah tentang nasionalitas. Menurut mereka, Barat saat ini maju karena menerapkan rasionalitas dalam hidupnya. Rasionalitas itu juga dianggap tiang dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Begitu juga terhadap agama, bangsa Barat hanya mau menganut agama rasional. Karena bangsa Barat dapat dianggap guru, maka segala yang berbau Barat mesti diambil. Murid mesti taat pada guru. ( Sani, 1998:117-118 )
Semua aspek-aspek penting yang dapat mendorong kemajuan dianggap oleh golongan Barat sebagai ideologi baru yang mampu membangkitkan modernisasi Turki dan rakyatnya. Ditilik dari segi ini, jelas bahwa mereka akan berusaha sekuat tenaga menafsirkan Islam sesuai dengan tuntutan zaman. Dengan kata lain, Islam diusahakan selalu cocok dengan pemikiran modern. Kalau tidak cocok, bukan pemikiran modernnya yang keliru melainkan nilai Islamnya belum dapat diserasikan. Rasa bersimpati terhadap Barat dan semua aspeknya, bahkan bisa jadi mendorong mereka akan mengambil sesuatu yang negatif, asalkan nilai itu memang datang dari Barat. ( Sani, 1998:119 )
Terlepas dari itu semua, nuansa pembaharuan di Turki memang mempunyai citra tersendiri yang boleh jadi malah dianggap unik. Mengingat pertarungan ide untuk mengedepankan masing-masing kepentingan dengan tujuan yang sama yaitu menghantarkan Turki kepada kemajuan adalah dianggap hal yang wajar bagi semua negara berkembang dan bahkan pernah jaya pada masa sebelumnya. Dari sini, yang dilihat secara keseluruhan nampaknya tidak bisa dipungkiri bahwa pembaharuan atau modernisasi Turki dianggap sepenuhnya bernilai positif.

B.     Aliran Pembaharuan Islam

Kriteria Islam yang dijadikan patokan kelompok ini dalam menggagas pembaharuan tanpa membedakan latar belakang keturunan, suku bangsa. Tokoh penting yang berperan dalam mempertahankan prinsip Islam sebagai dasar pembaharuan di Turki adalah Mehmed Akif ( 1870-1936 ). Ia sangat respek terhadap nilai-nilai Islam sehingga segala sesuatu perlu dicermati dalam kacamata Islam.
Menurut pendapat Mehmed Akif, agama Islam tidak pernah menghambat kemajuan. Sebagai perbandingan menurutnya bangsa Jepang dapat maju karena mengambil kemajuan Barat. Yang mereka ambil adalah ilmu pengetahuan dan teknologinya. Bukan agama dan perilaku moralnya. Sedangkan Islam malah sebaliknya yaitu mengambil peradaban ( perilakunya ), dan ini penting menurut mereka. ( Sani, 1998:112 ). Kaum intelegensi Turki suka sekali meniru Barat, jadi, letak kemunduran umat Islam bukan pada agamanya, melainkan pada sikap yang keliru dalam mengambil sesuatu yang datangnya dari Barat.
Menurut golongan Islam, kelemahan umat Islam selama ini tidak terletak pada syari’at. Tapi terletak pada syari’at yang tidak dijalankan oleh umat Islam terutama oleh Khalifah Usmani. Agar umat Islam tidak mundur, maka syari’at ini perlu dijalankan. Lebih lanjut, selama ini pemerintahan di Turki tidaklah dapat dikatakan pemerintahan Islam, karena nilai Islam tidak dijalankan dalam sistem kekhalifahan, jadi menurut golongan ini Kerajaan Usmani bukanlah kerajaan Islam.
Golongan Islam di sini amat kuat berpegang kepada prinsip tradisional tanpa mengadakan dan mencerna gagasan Barat. Dengan kata lain mereka kembali kepada dasar-dasar ajaran Islam baik Al-Qur’an maupun Hadits tanpa mengadakan interpretasi terhadap ajaran itu dan tidak pula mau menyesuaikannya dengan tuntutan zaman. Ciri khas demikian lebih banyak mewarnai gagasan-gagasan mereka, yang dianggap mewakili Islam tradisional.
Pemikiran yang cukup aktual pada masa itu adalah tentang pakaian wanita. Golongan Islam sangat anti dengan kebebasan pakaian wanita. Terkait dengan pakaian wanita, golongan ini tidak sependapat dengan konsep Barat yang menerapkan hak dan kewajiban wanita sama dengan laki-laki, sebagaimana dalam konsep emansipasi yang didengung-dengungkan. Tinggi rendahnya martabat wanita bukan terletak pada pakaian dan kebebasannya, melainkan pada ketaatannya menjalankan syari’at. Menurut Musa Kazim, seorang tokoh golongan ini, wanita tidak dapat diberikan status dan hak yang tinggi karena ia mempunyai emosional. Kalau wanita diberikan hak yang sama dengan laki-laki, sudah dapat dipastikan tiap wanita akan pergi ke Mahkamah menuntut perceraian, hal demikian akan membuka seluruh rahasia rumah tangga yang tadinya tersimpan rapi. ( Sani, 1998:114 )
Walaupun golongan Islam ini dianggap tradisional menurut penilaian Harun Nasution, namun mereka tidak pernah menolak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang datangnya dari Barat. Mereka sependapat tentang masuknya pengetahuan umum dalam kurikulum sekolah madrasah. Walaupun demikian, mereka menolak konsep sekularisasi yang diterapkan melalui modernisasi pendidikan. Pendidikan yang diterapkan hendaknya mengacu kepada nilai-nilai Islam, tanpa itu kerontokan moral tidak mudah dapat dihindari. Hanya agamalah yang dapat menyelamatkan mereka dari dekadensi moral tersebut. ( Sani,1998:115 )
Golongan Islam tidak menentang kemajuan ekonomi dan pemuka mereka, Ahmed Nazmi menganjurkan supaya umat Islam mempelajari dasar-dasar dan hukum ekonomi modern. Yang mereka tentang ialah faham kapitalisme dan individualisme yang terdapat di dalam sistem ekonomi Barat. Tetapi juga mereka menolak sosialisme dan komunisme, karena keduanya bersama dengan kapitalisme tergolong dalam hal-hal buruk yang ditimbulkan peradaban Barat. Bunga uang mereka samakan dengan riba, dan oleh karena itu masyarakat yang menghalalkan bunga uang, dalam pandangan mereka pasti akan runtuh dan hancur. Makin banyak praktek bunga uang dijalankan makin banyak kapital yang dimonopoli kaum kapitalis, dan makin meningkat kemiskinan dalam masyarakat demikian. Asuransi juga dianggap riba dalam bentuk lain oleh sebagian dari golongan Islam. Sebagian lain berpendapat bahwa asuransi membawa kepada kekufuran karena di dalam asuransi terdapat faham tidak percaya pada qadha dan qadhar Tuhan. Pembaharuan yang diingini golongan Islam amat terbatas. Mereka lebih banyak mempertahankan status quo daripada mengadakan perubahan dalam institusi-institusi tradisional Kerajaan Usmani. ( Nasution, 1996:140 )
Dari uraian-uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pembaharuan yang dikehendaki golongan Islam ialah membuat Kerajaan Usmani sempurna sifat ke-Islamannya. Hukum yang dipakai di dalamnya harus hukum Islam dan pimpinan negara harus terletak di tangan kaum ulama.

C.     Aliran Pembaharuan Nasionalisme

Aliran Nasionalisme ini adalah mereka yang sudah berusaha sekuat tenaga mencoba berbagai alternatif dalam memecahkan berbagai problema kehidupan rakyat Turki, dan bahkan mereka dianggap telah mengambil sintesis antara aliran westernisme dengan islamisme. Usaha ini mereka lakukan untuk kepentingan yang lebih mendesak mengingat terpecahnya berbagai golongan di Turki karena banyaknya kepentingan di antara rakyat.. Beberapa tokoh penting yang perlu dicatat antara lain: Yusuf Akcura ( 1876-1933 ), Zia Gokalp ( 1875-1924 ), dan Mustafa Kemal Attaturk ( 1881-1938 ).
Yusuf Akcura merupakan tokoh pembaharu yang mengedepankan pemikiran penghimpunan masyarakat Turki. Ia berusaha menyatukan visi masyarakat Turki baik yang ada di wilayah itu maupun mereka yang berada di Rusia ( Kazan ), Krimea dan Azarbaijin sebagai satu bangsa. Pada saat itu ada tiga kekuatan yang selalu berbeda di dalam kerajaan Usmani. Mereka dari golongan Islam, Rakyat Turki dan Rakyat bukan Islam. Bagi mereka ini yang terpenting menghidupkan perasaan nasional terhadap tanah airnya sendiri. Persatuan serupa hanya bisa kuat kalau mereka diikat oleh perasaan satu agama dan satu bangsa. Karena kesatuan demikian amat sulit sebab ada tantangan lain dari rakyat Rusia, maka yang perlu ditumbuhkan adalah sikap nasionalisme.
Ide demikian dikembangkan lagi oleh Zia Gokalp seorang yang dianggap pendiri Nasionalisme Turki. ia lahir di Diyabakr dan setelah menamatkan sekolah tinggi modern yang mengajarkan berbagai pengetahun umum termasuk bahasa Perancis, lalu memasuki Sekolah Dokter Hewan di Istambul. Pengetahuan agama Islam seperti bahasa Arab, filsafat, teologi dan tasawuf ia dapatkan dari pamannya.
Nasional yang dipahamkan  orang selama ini, menurutnya keliru. Perasaan nasional tumbuh selama ini hanya didasarkan atas bangsa, bukan berdasarkan kebudayaan. Kebudayaan sangat luas, dan bersifat unik, nasional dan subyektif. karena berdasarkan kebudayaan, maka Turki Usmani yang ada selama ini adalah bersifat nasional yang secara geografi terbatas pada wilayah kekuasaan Republik Turki saja.
Selama ini menurut Zia, kebudayaan Turki seperti masih kabur dan menghilang dikalahkan oleh kebudayaan Islam. Untuk dapat menumbuhkan kebudayaan Turki itu, rakyat Turki perlu mengikis tradisi-tradisi, konstitusi-konstitusi berdasarkan Islam yang selama ini dianggap banyak melahirkan kemunduran. Kebudayaan nasional pun akhirnya dapat dihidupkan.
Dalam kehidupan bernegara, Turki tidak perlu memakai syari’at Islam sebagai dasar negara. Negara hanya dapat berjalan berdasarkan perundangan negara bukan agama. Agama perlu dipisahkan secara tegas dari kepentingan negara, begitu juga sebaliknya. Secara administrasi, negara Turki perlu menata sistem pemerintahannya. Misalnya kekuasaan Syaikh Islam harus dihapuskan dan dikembalikan kepada parlemen, pemindahan Mahkamah Syari’at dari jurisdiksi Syaikh al-Islam kepada Kementerian Kehakiman, begitu juga pemindahan madrasah dari kekuasaan Syaikh itu kepada Kementerian Pendidikan. Walaupun Mahkamah Syari’at bisa diperlukan, namun fungsinya dialihkan kepada aktivitas muamalat semata. Jadi soal-soal diniah memang berada pada ulama dan soal-soal kenegaraan berada pada  umara. Dengan demikian negara mutlak berdasarkan nilai-nilai sekuler.
Golongan Nasionalis, juga menolak pendapat para ulama tradisional tentang bunga bank. Menurut Mansurizade, salah seorang tokoh golongan ini, bunga bank itu tidak riba dan haram. Yang diharamkan dalam Al-Qur’an bukanlah penyewaan uang, tetapi penjualan uang. Riba baik di dalam Al-qur’an maupun dalam Hadits digambarkan sebagai soal jual beli. Imam-imam besar dalam mazhab fiqh buka di Bab riba, tapi di Bab Ijarah ( sewa menyewa ). Jadi yang diharamkan disini menjual uang bukan penyewaan atau peminjaman. Penyewaan dan peminjaman itu halal, yang diharamkan adalah riba.
Golongan nasionalis Turki juga mengingini pembaharuan dalam status kaum wanita. Wanita menurut Zia Gokalp diikut sertakan dalam pergaulan sosial dan kehidupan ekonomi. Juga mereka harus diberi hak yang sama dalam soal pendidikan, perceraian dan warisan. Poligami juga harus dihapuskan. ( Gibb, 1993: 73 )
Dalam bidang pendidikan, mereka berusaha menciptakan sistem pendidikan yang khusus sesuai dengan kebudayaan Nasional Turki sendiri yang berasaskan nilai-nilai sekuler modern, tidak berdasarkan Islam. ( Thalhas, 2002: 18 )
Berbeda dengan tokoh-tokoh nasionalisme di atas, Mustafa Kemal Attaturk merupakan tokoh nasionalis yang berusaha menggabungkan semua kepentingan, baik Islam, Barat maupun perasaan keturkian. Walaupun ide keislaman yang paling terkebelakang dalam perimbangan kepentingan dibandingkan dengan ide-ide nasionalisme dan ide Barat, namun Islam tetap menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pemikiran Mustafa Kemal Attaturk.
Ide-ide pembaharuan Attaturk merupakan penggabungan dari nilai Islam, westernisasi, dan nasionalisme. Walaupun yang paling menonjol adalah usaha westernisasi dengan ditopang oleh nasionalisme yang kokoh. Dalam persoalan bernegara, ia memang berusaha membangun suatu konstitusi baru.
 Apa yang dilakukan oleh Attaturk dalam proyek westernisasi dan sekularisasinya, sebenarnya secara formal hanya meneruskan ide-ide para nasionalis dan westernisasi sebelumnya. Namun langkah-langkah yang diambilnya lebih praktis, karena ia memakai kekuasaan. Sebagai pemimpin tertinggi Turki pada masa itu, program pembaharuannya walaupun mendapat tantangan dari golongan ulama tradisional namun ia tetap berpegang teguh kepada rancangan yang sudah ditetapkan.
Walaupun Republik Turki berusaha menjadi negara sekuler, namun sesungguhnya ia masih belum sepenuhnya menjadi sekuler. Menurut Harun Nasution, Attaturk sungguh pun berusaha mambangun Turki modern sebagaimana negara Barat, namun ia tidak sampai menghilangkan agama. Dengan kata lain agama masih diperhatikan oleh agama.
Attaturk memang sangat melarang sesuatu yang berbau agama, terutama yang berhubungan dengan negara, seperti sebutan Turki sebagai negara Islam, para ulama yang mempunyai wewenang dan kekuasaan mengurusi negara dengan dasar keulamaannya. Selain itu, ia juga melarang partai-partai yang mengatasnamakan agama, seperti Partai Islam, Partai Kristen, dan sebagainya. Segala yang berhubungan dengan kepentingan negara mesti dibebaskan dari pengaruh dan kekuasaan agama.
Terkait dengan kedudukan Attaturk sebagai seorang perancang negara yang sekularistik, ternyata jiwanya boleh dianggap sebagai seorang yang kuat dalam memahami Islam. Menurutnya, Islam adalah agama yang rasional yang sangat diperlukan oleh umat Islam. Tapi agama yang rasional ini telah dirusak oleh umatnya. Oleh sebab itu ia melihat perlu diadakan pembaharuan keagamaan. Al-Qur’an menurutnya perlu diterjemahkan ke dalam bahasa Turki supaya mudah dipahami.
Ide-ide yang dikemukakan Attaturk dianggap sebagai pemikiran yang radikal pada saat itu. Namun nyatanya, dalam proses  dan perkembangan eksistensi tiga golongan gerakan pembaharuan yang ada di Turki, maka dua kekuatan ( Islam dan Barat ) dianggap gagal memenuhi hasrat rakyat Turki. Kendati masyarakat Turki lebih banyak beragama Islam, namun dasar-dasar gerakan yang menamakan ”Islam” sebagai basis kekuatan nampaknya begitu kaku dan amat tradisional. Bahkan terkesan hanya sekedar label Islamnya, namun intinya berisi ”kekuatan lama” yang ditunggangi oleh kekuatan khalifah Usmani. Sedangkan kelompok Barat, dinilai tidak mengakar pada khazanah peradaban Turki, hanya lebih terfokus pada Baratnya sebagai nilai.
Ini dengan Attaturk, yang dalam banyak hal memang mengambil dasar-dasar pemikiran Barat sebagai inspirasi pembaharuannya. Namun ia bisa menumbuhkan semangat nasionalisme ( peradaban Turki ) dalam berbagai dimensi, sehingga dengan secara sadar rakyat Turki lebih memilih model yang ditawarkan Attaturk.
Hal lain yang menguntungkan, menurut Harun Nasution, bahwa saat itu model argumen nasionalisme sebagai motivasi kebangkitan hidup bernegara di sebagian besar negara Islam dianggap trendi dan mampu menarik simpati. Sehingga manakala nasionalisme dijadikan isu gerakan berbangsa-bernegara, tentu saja membuat banyak negara Islam akan mencoba gaya baru isu kenegaraan tersebut. Selebihnya, tentu saja karena rangsangan kebangkitan nasionalisme itu didorong oleh penjajahan Barat yang saat itu dianggap maju, dari kesadaran tentang kemajuan Barat itu. Tumbuh cita-cita ingin mengambil sesuatu yang positif dari negara maju ( Barat ) tersebut. Situasi demikian sedang melanda sebagian besar negara Islam bahkan negara yang bukan Islam di Timur. Jadi, ide nasionalisme dan pembaharuan inilah yang menjadi daya tarik gagasan Attaturk sehingga mampu mengalahkan saingan-saingannya terutama di kalangan ulama dan penguasa Usmani.


KESIMPULAN


            Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa baik golongan Barat maupun golongan Nasionalis Turki tidaklah mengabaikan Islam dan pemikiran pembaharuan mereka. Keduanya mengingini pembaharuan dalam Islam dan bukan di luar Islam. Dalah hal ini mereka sefaham dengan golongan Islam. Perbedaan mereka dengan golongan Islam ialah bahwa golongan Islam dalam pembaharuan bersifat tradisional, sedangkan golongan lainnya bersifat modernis, ingin mempertahankan tradisi dalam Islam.
            Golongan Barat dan nasionalis Turki, walaupun telah banyak dipengaruhi oleh ide sekuler Barat, tetapi karena masih terikat pada agama, tidak berhasil merubah Kerajaan Usmani menjadi negara sekuler. Walau pembaharuan yang mereka kehendaki bersifat radikal, tetapi dalam keradikalan itu mereka tidak berniat menentang agama. Dengan kata lain pembaharuan mereka, kendatipun kelihatan radikal, masih diusahakan supaya tidak ke luar dari Islam.


DAFTAR PUSTAKA

Gibb. 1993. Aliran-aliran Modern dalam Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
Nasution, Harun. 1996. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang.
Thalhas. 2002. Asal Usul Dua Kutub Gerakan Islam. Jakarta: Galura Pase.
Sani, Abdul. 1998. Lintasan Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern dalam Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada
Sunanto, Musyrifah. 2005. Sejarah Peradaban Islam Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

------------------------------------


DISUSUN OLEH :
HETRA SASTRA                  ( 08 29        )
YULI HARMITA                  ( 08 29 014 )



********************************************************************************
TUGAS MAHASISWA (KELOMPOK)
Setiap Kelompok Harus:
1. BERIKAN KOMENTAR SEPUTAR MAKALAH DIATAS ( ISI, CARA PENULISAN /METHODOLOGI DAN ketepatan analisis)
2. BERIKAN 2 PERTANYAAN

TULIS DI KERTAS FOLIO (1LEMBAR)

MASING-MASING KELOMPOK MENGIRIMKANYA/menuliskanya :
1. DIBAWAH MAKALAH DIATAS (DALAM KOLOM KOMENTAR )
2. DIKIRIM MELALUI EMAIL KE : muhtarom84@yahoo.com

..... tugas ini sudah dikirim ke email dan posting komentar di blog ini mulai hari ini sampai Sabtu pukul 16.00



 

Translate

Total Tayangan Halaman

Islamic Education Copyright © 2009 Community is Designed by Bie