MAKALAH KELOMPOK
Filsafat Pendidikan Islam
Pengertian Filsafat dan Ruang
LingkupKajian Filsafat
Pendidikan Islam
Disusun Oleh:
1.
Ari sucipto (1612240008)
2.
Diah novitasari (1612240014)
Dosen Pengampu: Muhtarom, M.Pd.I
Program Studi Pendidikan Fisika
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Raden
Fatah Palembang
2016/2017
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, makalah “Pengertian dan
Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam” dapat saya selesaikan sebagaimana
semampu saya. Shalawat dan salam tak lupa kita kirimkan kepada baginda
rasulullah saw sebagai suri teladan yang patut kita contoh.
Dimana makalah ini saya susun sebagai tugas dari dosen pembimbing. Makalah
ini membahas tentang Pengertian dan Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam.
Agar mahasiswa dapat memahami dan mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari-sehari.Ucapan terimah kasih saya haturkan kepada pihak-pihak yang
terlibat dalam pembuatan makalah ini, yang telah memberikan sumbansinya
sehingga makalah bisa diselesaikan.
Semoga dengan adanya makalah ini dapat memberikan dampak positif bagi mahasiswa
bukan saja dari segi kulit dan kertasnya tapi terutama materi yang ada dalam
makalah ini.
Palembang, Maret 2017
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan menyandang
misi keseluruhan aspek kebutuhan hidup dan berproses sejalan dengan dinamikanya
hidup serta perubahan-perubahan yang terjadi. Sebagai akibat logisnya maka
pendidikan senantiasa mengandung pemikiran dan kajian, baik secara konseptual maupun
operasionalnya, sehingga diperoleh relefansi dan kemampuan menjawab tantangan
serta memecahkan masalah-masalah yang dihadapi umat manusiaa.
Berbicara ilmu pendidikan islam, karena islam
sebagai agama allah yang tertulis dalam al-qur’an dan as-sunnah. Ilmu
pendidikan islam adalah kumpulan pengetahuan yang bersumber dari al-qur’an dan
as-sunnah yang dijadikan landasan pendidikan. Untuk itu, kajian dalam makalah
ini akan memaparkan dan membahas mengenai pengertian dan ruang lingkup kajian
filsafat pendidikan islam.
Secara formal filsafat masih bersifat umum,
lahirnya filsafat yang khusus seperti filsafat sejarah, filsafat hukum,
filsafat sosial, filsafat kebudayaan, filsafat agama, filsafat politik,
filsafat pendidikan dan lain sebagainya.semua ini merupakan bagian dari
filsafat khusus yang kajian dan pandangannya mengkhususkan diri pada disiplin
ilmu atau cabang-cabng ilmu tertentu. Dengan demikian bisa jadi filsafat ada
dimana-mana.
Maka dari itu sangat
diperluhkan untuk mempelajari tentang pengertian filsafat pendidikan Islam
serta Ruang lingkup filsafat pendidikan islam guna untuk menambah wawasan
mengenai perihal tersebut.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian filsafat
pendidikan islam ?
2.
Bagaimana kajian ruang
lingkup pendidikan islam ?
3.
Apa fungsi filsafat
pendidikan islam ?
C. Tujuan Penulisan
Agar dapat memahami dan memperjelas pengertian
pendidikan islam, ruang lingkup kajian pendidikan islam serta fungsi filsafat
pendidikan islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Filsafat
Pendidikan Islam
Istilah filsafat pendidikan islam mengandung
tiga unsur yang saling berkaitan yaitu filsafat, pendidikan dan islam. Dalam
bentuk kesatuan, filsafat pendidikan islam memiliki pengertian tersendiri.untuk
memberi gambaran dan pemahaman tentang pengertian filsafat pendidikan islam,
berikut akan diuraikan makna ketiga uraian tersebut.[1]
Kata filsafat baru dikenal oleh ilmuan muslim
setelah pertemuan peradapan islam dan hellanisme (yunani). Orang arab
memindahkan kata yunani philosophia kedalam bahasa arab menjadi falsafah.
Karenanya, untuk memahami makna falsafat, perlu ditelusuri kesumber asalnya,
yakni bahasa yunani.[2]
Menurut Nasution (1983, Hal. 9) dalam Ali
Mmurtopo (2016, Hal. 1) menyatakan bahwa Perkataan philosophia merupakan
perkataan yunani yang dipindahkan oleh
orang arab dan disesuaikan dengan tabiat susunan kata-kata arab, yaitu falsafah
dengan pola falala dan fi’la yang kemudian menjadi kata kerja falsafah dan
filsaf. Adapun sebutan filsafat yang diucapkan oleh orang indonesia kemungkinan
besar merupakan gabungan kata arab falsafah dan bahasa inggris philosophia yang
kemungkinan menjadi filsafat.[3]
Para pengamat mengungkapkan, bahwa filsafat
terbentuk dari kata philos dan sophia. Berarti cinta, dan shophia artinya
kebenaran. Dengan demikian secara etimologi, filsafat berarti cinta kebenaran
(Ensiklopedi Indonesia, 1990). Sementara Derdri (1986) menyebut kata “filsafat”
berasal dari kata philos atau philein, atau philia yang berarti “cinta” dan
sophia berarti ”kebijaksanaan”, atau “kearifan” atau “pengetahuan”. Dengan
demikian, orang yang mencintai kebijaksanaan atau kearifan, atau pengetahuan
disebut dengan philosophos atau “filsuf”.[4]
Dalam pendekatan filsafat, yang dimaksud dengan
“kebenaran” itu adalah kebenaran yang didasarkan atas penilaian menurut nalar
manusia. Plato dan aristoteles bahwa “kebenaran” adalah apabila “pernyataan
yang dianggap benar itu bersifat koheren dan konsisten dengan pernyataan
sebelumnya.”[5]
Teori pragmatis yang dicetuskan oleh carles s.
Peirce yang kemudian dikembangkan oleh william james, mengungkapkan bahwa
kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut
bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Artinya, suatu pernyataan benar,
jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan
praktis dalam kehidupan manusia.[6]
Dengan demikian, kebenaran berfungsi sebagai
tolak ukur antara suatu peristiwa yang terjadi sebelum dan sesudahnya.
Kebenaran yang sedemikian cendrung mengandung pengertian relatif, sebab
tergantung dengan ruang dan waktu. Walaupun demikian, dari segi etimologi
filsafat adalah cinta kebenaran, cinta kebijaksanaan, cinta terhadap
kearifandan cinta terhadap pengetahuan.[7]
Sementara itu dari segi istilah, filsafat
mengandung pengertian berbeda-beda. Hal ini tentu berdasarkan sudut pandang
keilmuan dari para ahli masing-masing. Sebagai mana yang telah dipahami bahwa
filsafat berasal dari yunani. Oleh karena itu, fulsuf selazimnya mengawali
pengertian filsafat dengan merujuk ketokoh-tokoh filsuf negeri asalnya antara
lain pendapat plato dan aristoteles yang diangap sebagai perintis fisafat
yunani. Dalam bukunya republic, plato mengambarkan sosok para filsuf adalah
orang-orang yang mencari kebenaran mutlak, kekal dan abadi. Mereka mencintai kebenaran dalam segala hal.[8]
Berikut akan dikemukakan pengertian filsafat
dari para ahli, yaitu:
1.
Socrates menyatakan bahwa
berfilsafat merupakan cara berpikir radikal, menyeluruh dan mendasar.
2.
Plato menyatakan bahwa
filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada, ilmu yang berminat untuk
mencapai kebenaran yang asli.
3.
Aristoteles menyatakan
bahwa filsafat adalah ilmu yang meliputi kebanaran yang terkandung didalamnya
ilmu-ilmu metafisika, logika, etika, ekonomi, politik dan estetika.
4.
Marcus tullius cicero
menyebut filsafat sebagai the mother is
all the arts (ibu dari semua seni) juga sebagai arts vitae yaitu sebagai
seni kehidupan.
5.
Al-farabi berpendapat
bahwa filsafat adalah ilmu yang menyelidiki hakikat yang sebenarnya dari segala
yang ada ( al-ilmu bi al-maujudat bi ma hiya al-maujudat).
6.
Rene decrates menyatakan
bahwa filsafat merupakan kumpulan segala pengetahuan, dimana tuhan, alam dan
manusia menjadi pokok penyelidikannya.
7.
Immaanuel kant
mengatakan bahwa filsafat adalah pangkal segala pengetahuan dan pekerjaan.
8.
Prancis bacon
berpendapat bahwa filsafat merupakan induk agung dari ilmu-ilmu, dan ia
menangani semua pengetahuan sebagai bidangnya.
9.
Fichte menyebut filsafat
sebagai wissenschaftslehre: ilmu dari ilmu-ilmu, yakni ilmu yang umum, yang
menjadi dasar dari segala ilmu.
10. Menurut beerling, filsafat adalah pemikiran-pemikiran bebas,
diilhami rasio, mengenai segala sesuatu yang timbul dari pengalaman-pengalaman.
11. Corn verhoven menyatakan bahwa filsafat meradikalkan
keheranan kesegala jurusan.
12. Walter kufmann mengungkapkan bahwa filsafat adalah pencarian
akan kebenaran dengan pertolongan fakta-fakta dan argumentasi-argumentasi,
tanpa memerlukan kekerasan dan tanpa mengetahui hasilnya terlebih dahulu.
13. Harun nasution menyatakan bahwa inti sari dari filsafat itu
sendiri adalah berpikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak
terkait tradisi, dogma dan agama ) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai
kedasar-dasarnya.
14. Jujun s. Suriansmantri. Menurutnya berfikir filsafat
merupakan cara berfikir yang mendasar, menyeluruh dan spekulatif.
Cukup
banyak pengertian tentang filsafat. Setiap filsuf bisa secara bebas untuk
mengemukakan pendapat masing-masing. Jelas akan berbeda, karena setiap filsuf
memiliki sudut pandang yang berbeda. Hal ini menunjukan betapa sulitnya
merangkum pengertian filsafat dalam sebuah definisi yang lengkap. Usaha yang
seperti itu bakal mustahil terwujud. Meskipun demikian, sepertinya pengertian
tentang filsafat dapat terlihat dari karakteristrik yang dimilikinya. Atau
setidaknya dalam ruang lingkup pengertian yang lebih luas yang mencakup
karakteristrik filsafat itu sendiri.[9]
Sementara itu,A.Hanafi, M.A. mengatakan
bahwa pengertian filsafat telah mengalami perubahan-perubahan sepanjang
masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang pertama yang
mengunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan diatas dapat diketahui
bahwa pengertian filsafat dari segi kebahasaan atau semantik adalah cinta
terhadappengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah suatu
kegiatan atau aktivitas yang menepatkan pengetahuan atau kebijaksanaan sebagai
sasaran utamanya.[10]
Gambaran yang lebih jelas mengenai
pengertian filsafat dapat disimak pendapat hororld h. Titus, marilyn s. Smith
dan richart t. (1984) berikut ini:
1.
Filsafat adalah
sekompulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya
diterima secara kritis.
2.
Filsafat adalah suatu
proses kritik dan pemikiran terhadap kepercyaan dan sikap yang sangat kita
junjung tinggi.
3.
Filsafat adalah usaha
untuk mendapatka gambaran keseluruhan.
4.
Filsafat adalah sebagai
analisis logis dari bahasa dan penjelasan tentang artikata dan konsep.
5.
Filsafat adalah
sekumpulan problema-problema yang langsung yang mendapat perhtian dari semua
manusia dan dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.
Jadi, menurut penulis filsafat dapat diartikan
sebagai pola berpikir dengan ciri-ciri tertentu, kritis, sistematis, logis,
radikal, dan spekulatif. Filsafat merupakan semacam kritik penuh dengan
pemikiran estetik yang tidak pernah mau membatasi diri serta orang yang
encintai kebenaran.[11]
Filsuf adalah ahli pikir radikal, yang berusaha
mencapai radix, akarnya. Akar kenyataan, dunia, wujud, akan pengetahuan tentang
diri sendiri. Bila ditemukan akar itu, maka semuanya, berpikir radikal
ditunjukan pada “kedalaman” (diepte). Sekiranya “kedalaman” itu dapat
dipastikan. Disamping itu, berpikir radikal juga melingkupi yang
universal(semiawan, 1988 ) dalam ali murtopo.[12]
Sejalan apa yang dikemukakan oleh conny r.
Semiawan, dalam pandangan jujun s. Sariasumantri, berfikir filsafat memiliki
ciri-ciri atau karakteristrik khusus. Karakterrisrtik yang dimaksud jujun s.
Sariasumantri adalah menyeluruh, mendasar, dan spekulatif ( Sariasumantri,
1990). Spekulatif menandakan bahwa “kebenaran” yang dihasilkan oleh pemikiran
filsafat tidak bersifat mutlak adanya, bisa dan bisa saja salah.[13]
Pendidikan berasal dari kata dasar didik,
mendapat awalan pe- dan sisipan huru –n- dan ditambah akhiran –an. Pendidikan
telah didefinisikan secara berbeda-beda oleh pakar. Pemikiran mereka banyak
dipengaruhi oleh pandangan dunia masing-masing.[14]
Pendidikan adalah
ikhtiar atau usaha manusia dewasa untuk mendewasakan peserta didik agar menjadi
manusia mandiri dan bertanggung jawab baik terhadap dirinya maupun segala
sesuatu di luar dirinya, orang lain, hewan dan sebagainya. Ikhtiar mendewasakan
mengandung makna sangat luas, transfer pengetahuan dan keterampilan, bimbingan
dan arahan penguasaan pengetahuan, keterampilan dan pembinaan kepribadian,
sikap moral dan sebagainya. Demikian pula peserta didik, tidak hanya diartikan
manusia muda yang sedang tumbuh dan berkembang secara biologis dan psikologis
tetapi manusia dewasa yang sedang mempelajari pengetahuan dan keterampilan
tertentu guna memperkaya kemampuan, pengetahuan dan keterampilan dirinya juga
dukualifikasikan sebagai peserta didik.[15]
Hadari Nawawi (1988) mendefinisikan pendidikan
sebagai usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia, baik
di dalam maupun di luar sekolah. Dengan redaksi yang berbeda, Hasan Langgulung
(1986) mengartikan pendidikan sebagai usaha untuk mengubah dan memimndahkan
nilai kebudayaan kepada setiap individu dalam suatu masyarakat.[16]
Semua
pandanganyang berbeda tersebut bermuara pada satu kesimpulan awal bahwa
pendidikan merupakan suatu proses untuk menyiapkan generasi muda agar dapat
menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan kehidupan secara lebih baik.
Pendidikan merupakan rangkaian usaha dan cara-cara yang dipersiapkan oleh
pelaku pendidikan (pendidik/guru) dengan
persiapan yang matang dan penekanan-penekanan menuju kearah proses trasformasi
nilai dan bentuk kepribadian. Jika dihubungkan dengan islam sebagai sistem
keagamaan istilah pendidikan menimbulkan pengertian-pengertian baru dengan
penekanan dan karakteristrik yang berbeda-beda sesuai dengan cara pandang yang
digunkan oleh para ahli. Kata “islam” berfungsi sebagai sifat, penegas dan
pemberi ciri khas kata pendidikan. Pendidikan islam adalah pendidikan yang
secara khas memiliki ciri islami. Berbeda dengan konsep atau model pendidikan
yang lain, konsep pendidikan yang tidak sesuai dengan ajaran islam bukan
pendidikan islam. Untuk itulah ajaran islam dijadikan sebagai sumber filosofi
paling utama, sebagai mana yang ditulis oleh omar mohammad al-toumy al-syaibani
(1979, hal. 39) dalam Ali Murtopo (2016, Hal. 9) :
Siapa saja yang meneliti ajaran islam dengan
berbagai sumber dari al-qur’an dan sunnah, qiyas syar’i, ijma’ yang diakui,
ijtihat dan tafsir yang benar yang dibuat oleh ulama-ulama kita yang saleh
sepanjang zaman, akan terdapat pada setiap hal itu akan membentuk pemikiran
yang menyeluruh dan berpadu tentang alam jakat, manusia, masyarakat dan bangsa,
pengetahuan kemanusiaan dan akhlak.[17]
Islam menurut Harun
Nasution (1979) adalah segala agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan
kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul. Islam adalah agama yang
seluruh ajarannya bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadis dalam rangka mengatur
dan menuntun kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Allah, sesama manusia
dan dengan alam semesta.[18]
Menurut Zakiyah darajat (1992) dalam Ali Murtopo
(2016, Hal. 10) mendefinisikan pendidikan islam sebagai “usaha dan kegiatan
yang dilaksanakan dalam rangka menyampaikan seruan agama dengan berdakwa,
menyampaikan ajaran, memberi conto, melatih keterampilan berbuat, memberi
motivasi dan menciptakan lingkungan sosial yang mendukung pelaksanaan ide
pembantukan pribadi muslim”. Sementara jalaluddin (2001) dalam ali murtopo
menuliskan bahwa pendidikan islam merupakan usaha untuk membimbing dan
mengembangkan potensi peserta didik secara optomal agar mereka mampu menopang
keselamatan dan kesejeteraan hidup di dunia sesuai dengan perinta syari’at
islam. Kehidupan yang konsisten dengan syari’at ini diharapkan akan memberi
dampak yang sama dalam kehidupan diakhirat, yaitu keselamatan dan kesejateraan.
Sejalan dengan pandangan tersebut, marmba (1989) dalam ali murtopo memberi
titik pokus usaha pendidikan usaha yaitu “terletak pada bimbinagan jasmani dan
rohani menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran
islam”.[19]
Menurut Azyumardi Azra (2000, Hal. 10) dalam Ali
Murtopo (2016, 10) pendidikan islam adalah sebagai sebuah usaha dan cara kerja
yang paling sedikit memiliki tiga karakter. Pertama, pendidikan memiliki
karakter penekanan pada pencarian ilmu penguasa dan pengembangan atas dasar
ibadah kepada Allah SWT. Kedua, pendidikan islam merupakan sebuah pengakuan
akan potensi dan kemampuan seseorang untuk berkembang dalam suatu kepribadian.
Ketiga pendidikan islam merupakan sebuah pengamalan ilmu atas dasar tangung
jawab kepada tuhan yang maha esa.[20]
pendidikan
Islam adalah pendidikan yang memiliki empat macam fungsi, yaitu:
1.
Fungsi edukatif, artinya mendidik dengan tujuan memberikan ilmu pengetahuan
kepada peserta didik agar terbebas dari kebodohan.
2.
Fungsi pengembangan kedewasaan berpikir melalui proses transmisi ilmu
pengetahuan.
3.
Fungsi pengetahuan keyakinan terhadap kebenaran yang diyakini dengan
pemahaman ilmia.
4.
Fungsi ibadah, sebagai bagian dari pengabdian hamba kepada sang pencipta
yang telah menganugrahkan jasmani dan rohani kepada manusia.
Pendidikan islam artinya mentaransformasikan
nilai-nilai islam terhadap peserta didik dilingkungan sekolah, lingkungan
keluarga, dan dilingkungan masyarakat. Ilmu pendidikan islam adalah akumulasi
pengetahuan yang bersumber dari Al-qur’an dan sunnah, yang diajarkan,
dibinakan, dan dibimbingkan kepada
manusia sebagai peserta didik dengan menerapkan metode dan pendekatan yang
islami yang bertujuan membentuk peserta didik yang berkepribadian muslim.[21]
Dengan demikian pendidikan islam sebagai sebuah
usaha manusia dewasa menepati posisi yang yang mulia sebagai tugas kemanusiaan
dan kehambaan, karena terjalin dalam
karangka hubungan antara manusia, sekaligus bernilai ibadah kepada tuhan yang
maha esa. Umat islam sendiri mengakui bahwa sesunggunya kegiatan pendidikan
merupakan sebuah sarana untuk melaksanakan sebuah kewajiban menuntut ilmu
pengetahuan (thullab al-ilm).[22]
Dari uraian diatas dapatlah dirangkaikan bahwa
filsafat pendidikan islam adalah pemikiran mendalam, universal dan sistematis
yang berkaitan dengan masalah-masalah pendidikan islam.[23]
Dalam buku Filsafat Pendidikan Islamkarya
Zuhairini dkk, disebutkan dan diuraikan bahwa aliran-aliran dalam filsafat
pendidikan terdiri atas lima, yakni ; aliran progressivisme, aliran
esensialisme, aliran perennialisme, aliran rekontruksionalisme, dan aliran
eksistensialisme.[24]
Aliran pertama ialah Aliran progressivisme
adalah aliran filsafat yang berbicara tentang hakikat manusia, dan inti
ajarannya adalah tentang minat dan kebebasan dalam teori pengetahuan. Aliran
ini sangat berpengaruh dalam abad ke-20.Pengaruhnya sangat terasa di seluruh
dunia, terutama di Amerika Serikat.Aliran progressivisme ada yang bersifat
negatif dan ada pula yang positif.Sifat negatif dalam arti, progressivisme
menolak otoritarsisme dan absolutisme dalam segala bentuk.Sedangkan sifat
positif dalam arti, progressivisme menaruh kepercayaan terhadap kekuatan
alamiah pada diri manusia. Istilah filsafat yang biasanya dipakai untuk
menggambarkan pandangan hidup yang demikian disebut pragmatisme, dan dalam
lapangan pendidikan lebih lazim dipakai istilah “intsrumentalisme” dan
“experintalisme”.[25]
Menurut teori aliran progressivisme bahwa
manusia sanggup untuk mengendalikan hubungannya dengan alam.Akan tetapi di
samping keyakinan-keyakinan ini ada juga kesangsian.Dapatkah manusia
menggunakan kecakapan-nya dalam ilmu-ilmu pengetahuan alam, juga dalam ilmu
pengetahuan sosial ? Jawabnya adalah, bahwa pragmatisme dan atau progressivisme
yakni bahwa manusia mempunyai kesanggupan itu, akan tetapi manusia dalam
memperguna-kan kesanggupannya itu sedikit ada kesangsian. Meskipun demikian,
paham progressivisme tetap bersikap optimis, tetap percaya bahwa manusia dapat
menguasai seluruh lingkungan alam dan sosialnya.Dengan demikian, tugas
pendidikan menurut progressivisme adalah meneliti dan menguji sejelas-jelasnya
berbagai kesanggupan manusia, oleh karena pendidikan menurut aliran ini adalah
alat kebudayaan yang paling baik.[26]
Aliran yang ke-dua ialah Aliran esensialisme
adalah aliran filsafat yang berpendapat bahwa hal-hal yang esensial dari
pengalaman manusia yang memiliki nilai untuk dibimbing. Semua manusia dapat mengenal hal-hal yang esensial,
apabila ia berpendidikan. Jadi aliran esensialisme memandang bahwa pendidikan
harus berpijak pada dasar nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama,
sehingga memberikan kestabilan dan arah yang jelas.Esensialisme didasari atas
pandangan humanisme yang merupakan reaksi terhadap hidup yang megarah pada
keduniawian, serba ilmiah dan materialistik, juga diwarnai oleh
pandangan-pandangan dari paham penganut aliran idealisme dan realisme.
Adapun tokohnya ialah Desiderius Ersamus (abad ke-15 dan awal abad ke-16) yang
berusaha agar kurikulum sekolah bersifat humanistis dan bersifat internasional,
sehingga bisa mencakup lapisan menenah dan kaum aristokrat.[27]
Aliran yang ke-tiga ialah Aliran perennialisme
dalam aliran filsafat, berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat
kekal abadi. Aliran ini memandang bahwa betapa pentingnya pendidikan dalam
proses mengembalikan keadaan manusia zaman modern ini kepada kebudayaan masa
lampau, karena pendidikan dianggap cukup ideal dan telah teruji
ketangguhannya.Asas yang dianut perennialisme bersumber pada filsafat kebudayaan
yang berkiblat dua aspek.Pertama, teologis yang bernaung pada ajaran
agama, dan kedua adalah sekuler yang berpegang pada ide dan cita
filosofis Plato dan cita filosofis Aristoteles.Kedua tokoh ini, dan termasuk
Thomas Aquinas memiliki pengaruh terhadap aliran perennialisme.Menurut Plato,
Manusia secara kodrati memiliki tiga potensi, yaitu nafsu, kemauan, dan
pikiran. Pendidikan hendaknya berorientasi pada potensi itu dan kepada
masyarakat, agar kebutuhan yang ada pada tiap lapisan masyarakat bisa
terpenuhi. Ide-ide Plato tersebut, dikembangkan oleh Aristotelss dengan lebih
men-dekatkan kepada dunia kenyataan. Menurut Aristoteles, Tujuan pendidikan
adalah “kebahagiaan”. Untuk mencapai tujuan pendidikan itu, maka aspek jasmani,
emosi dan intelek harus dikembangkan secara seimbang.Selanjutnya, menurut
Thomas Aquines, Pendidikan adalah sebagai usaha mewujudkan kapasitas yang ada
dalam individu agar menjadi aktualitas aktif dan nyata.Dalam hal ini, peranan
guru adalah mengajar, memberi bantaun pada anak diri untuk mengembangkan
potensi-potensi yang ada padanya.[28]
Prinsip-prinsip pendidikan aliran perennialisme
yang telah diuraikan, kelihatannya telah mempengaruhi sistem pendidikan modern,
seperti pembagian kurikulm untuk sekolah dasar, menengah, perguruan tinggi dan
pendidikan orang dewasa.[29]
Aliran yang ke-empat ialah Aliran
rekonstruksionalisme dalam aliran filsafat berusaha membina suatu konsensus
yang paling luas dan paling mungkin tentang tujuan utama dan tertinggi dalam
kehidupan manusia. Untuk mencapai tujuan tersebut, aliran rekonstruksionalisme
berusaha mencari kesepakatan semua orang mengenai tujuan utama yang dapat
mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan baru seluruh lingkungannya.
Karena itu, melalui lembaga dan proses pendidikan, rekonstruksionalisme ingin
“merombak tata susunan lama, dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang
sama sekali baru.[30]
Para penganut aliran rekonstruksionalisme
berkeyakinan bahwa bangsa-bangsa di dunia mempunyai hasrat yang sama untuk
menciptakan satu dunia baru, dengan satu kebudayaan bari di bawah satu
kedaulatan dunia, dalam pengawasan mayoritas umat manusia. Pikiran-pikiran
rekonstruksionalisme inilah yang kemudian menjiwai pandangan pemuka-pemuka
dunia dalam upaya menciptakan kelestarian dunia, dan dalam rangka menanggulangi
kesenjangan yang melanda kehidupan umat manusia dewasa ini.[31]
Aliran yang ke-lima ialah Eksistensialisme
adalah filsafat yang memandang segala gejala dengan berpangkal kepada
eksistensi. Dengan demikian, eksistensialisme pada hakikat-nya bertujuan
mengembalikan keberadaan umat manusia sesuai dengan keadaan hidup asasi yang
dimiliki dan dihadapinya.[32]
Paham eksistensialisme bukan hanya satu,
melainkan terdiri atas berbagai pandangan yang berbeda-beda.Menurut Kierjegaard
eksistensialisme adalah suatu penolakan terhadap suatu pemikiran abstrak, tidak
logis atau tidak ilmiah.Jadi eksistensialisme menurutnya adalah segala bentuk
kemutlakan rasional. Dari sini dipahami bahwa aliran ini hendak memadukan hidup
yang dimiliki dengan pengalaman, dan situasi sejarah yang ia alami, dan tidak
mau terikat oleh hal-hal yang sifatnya abstrak.
Mengenai pandangannya tentang pendidikan,
disimpulkan bahwa aliran eksistensialisme tidak menghendaki adanya
aturan-aturan pendidikan dalam bentuk. Oleh sebab itu, eksistensialisme dalam
hal ini menolak bentuk-bentuk pendidikan
sebagaimana yang ada sekarang. Berdasar pada pandangan aliran eksistensialisme
tersebut, maka banyak kalangan ahli pendidikan yang tidak setuju terhadaonya,
sehingga aliran eksistensialisme tidak banyak dibicarakan dalam filsafat
pendidikan.[33]
B. Ruang LingkupKajian Filsafat Pendidikan Islam
1.
Ruang lingkup filsafat
pendidikan islam
Secara spesifik
ruang lingkup yang mengindikasikan bahwa filsafat pendidikan Islam adalah
sebagai sebuah disiplin ilmu. Pendapat Muzayyin Arifin yang berkenaan dengan
hal ini menyatakan bahwa mempelajari filsafat pendidikan Islam berarti memasuki
arena pemikiran yang serba mendasar, sistematik, terpadu, logis dan menyeluruh
(universal) tentang pendidikan, yang tidak hanya dilatar belakangi oleh
pengetahuan agama Islam saja, juga berdasarkan mempelajari ilmu-ilmu lain yang
relevan. Konsep-konsep tersebut mulai dari perumusan tujuan pendidikan,
kurikulum, guru, metode, lingkungan dan seterusnya.[34]
Dalam
pandangan omar mohammad al-touny al-syaibany (1979) Ali Murtopo (2016, Hal. 10)
menyatakan filsafat pendidikan ialah pelaksanaan pandangan filsafat dan kaidah
filsafat dalam bidang pendidikan. Titik berat filsafat pendidikan adalah pada
pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan- kepercayaan yang menjadi dasar
filsafat dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan secara praktis.[35]
SelanjutnyaOmar
Mohammad Al-Touny Al-Syaibany (1979) dalam Ali Murtopo (2016, Hal. 20)
mengemukakan lima prinsip dasar-dasar filsafat pendidikan islam. Kelima prinsip
dasar tersebut mencakup:[36]
a.
Pandangan islam terhadap
jakat raya, meliputi pemikiran, bahwa:
1.
Pendidikan dan tingkah
laku manusia, serta akhlaknya selain dipengaruhi oleh lingkungan sosial, juga
dipengaruhi oleh lingkungan fisik (benda-benda alam)
2.
Lingkungan dan termasuk
jakat raya adalah segala yang diciptakan oleh allah, baik makhluk hidup maupun
benda-benda alam.
3.
Setiap wujud (kebenaran)
memiliki dua aspek, yakni materi dan ruh. Dasar pemikiran ini mengarahkan
filsafat pendidikan islam menyusun konsep alam nyata dan alam gaib, alam materi
dan alam ruh, alam dunia dan alam akhirat.
4.
Alam senintiasa
mengalami perubahan menurut ketentuan-ketentuan dan penciptanya (sunnah allah).
5.
Keterana arah gerak alam
merupakan bukti bahwa alam ditata dalam suatu tatanan yang tunggal sebagai
sunnah allah (sunnahtullah).
6.
Alam merupaka sarana
yang disediakan bagi manusia untuk meningkatkan kemampuan dirinya.kemaslahatan
manusia termaksud bagian dari tujuan syari’at islam.
7.
Penciptaan alam (allah)
adalah wujud yang berada diluar alam, dan memiliki kesempurnaan, serta sama sekali
terhindar dari segala cacat cela. Dengan demikian wujud pencipta (khalliq)
berbeda dan tidak sama dengan wujud ciptaannya (makhluk)
b.
Pandangan islam terhadap
manusia, memuat pemikiran bahwa:
1.
Manusia adalah (ciptaan)
allah yang paling mulia, sesuai dengan hakikat kejadiannya.
2.
Manusia diberi beban
amanat sebagai khalifah (mandataris) allah dibumi guna memakmurkannya.
3.
Manusia memiliki
kemampuan untuk berkomunikasi, kemampuan belajar, dan kemampuan untuk
berkomunikasih untuk mengembangkan diri.
4.
Manusia adalah makhluk
yang memiliki dimensi jasmani, rohani (mental) dan ruh (spiritual).
5.
Manusia bertumbuh dan
berkembang sesuai dengan potensi genetika (faktor keturunan ) dan lingkungan
yang mempengaruhinya.
6.
Manusia memiliki faktor
perbedaan individua (individual diferencies).
7.
Manusia memiliki sifat
fleksibilitas (keluesan) dan memiliki kemampuan untuk mengubah, serta
mengembangkan diri.
c.
Pandangan islam terhadap
masyarakat berisi pemikiran, bahwa:
1.
Masyarakat merupan
individu yang terikat oleh kesatuan dari berbagai asperk seperti tanah air,
bufaya, agama, tradisi, dan lain-lain.
2.
Agama itu adalah akidah,
ibadah dan muamalah.
3.
Masyarakat islam
memiliki identitas tersendiri yang secara prinsip berbeda dari masyarakat lain.
4.
Dasar pembinaan
masyarakat islam adalah akidah, keimanan tentang wujud dan keesaan allah.
5.
Ilmu adalah dasar yang
terbaik bagi kemajuan masyarakat.
6.
Pentingnya individu dan
keluarga dalam masyarakat.
7.
Segala aktifitas yang
diarahkan bagi kesejateraan bersama, keadilan, dan kemaslahatan kemanusiaan
termasud bagian dari tujuan syari’at islam.
d.
Pandangan islam terhadap
pengetahuan manusia, memuat pemikiran, bahwa:
1.
Pengetahuan adalah
potensi yang dimiliki manusia dalam upaya untuk meningkatkan kehidupan individu
dan masyarakat.
2.
Pengetahuan terbentuk
berdasarkan kemampuan nlar manusia dengan bantuan pengindraan. Sumber
pengetahuan adalah wahyu dan nalar.
3.
Penmgetahuan manusia
memiliki kadar dan tingkatan yang berbeda sesuai dengan objek tujuan dan
metodenya. Pengetahuan yang paling utama adalah pengetahuan yang berhubungan
dengan allah., perbuatan dan makhluknya.
4.
Pengetahuan manusia pada
hakikatnya adalah hasil penafsiran dan mengungkapkan kembali terhadap
masalah-masalah yang berkaitan denagn ciptaan allah. Dengan demikian pengetahuan
bukanlah hasil dari proses pemikiran manusia yang optimal secara murni.
5.
Pengetahuan dapat
diperoleh dengan berbagai cara sepertilangsung, penelitian kajian terhadap
peristiwa, rangkuman dari berbagai pendapat, atau melalui bimbingan ilahi.
6.
Pengetahuan hakiki
adalah pengetahuan yang didasari oleh akidah, karena dapat memberikan
ketentraman batin. Di dalamnya terkandung keyakinan dan kesesuaian dengan
agama.
e.
Pandangan islam terhadap
akhlak, mengandung pemikiran bahwa:
1.
Pentingnya akhlak dalam
kehidupan serta dapat dibentuk melalui upaya pembiasaan yang baik.
2.
Akhlak termaksud faktor yang diperoleh dan
dipelajari.
3.
Akhlak dipengaruhi oleh
sebagai faktor seperti waktu, tempat, situasi dan kondisi, masyarakat adat
istiadat, sisitem dan cita-cita (pandangan hidup). Dengan demikian akhlak tidak
selalu terpelihara dari pengaruh keburukan dan kesalahan.
4.
Akhlak sesuai dengan
pitra dan akal sehat manusia (commons sense).
5.
Akhlak mempunyai tujuan
akhir yang identik dengan tujuan akhir ajaran islam, yaitu untuk mencapai
kebahagiaan hidup didunia dan akhirat.
6.
Ajaran islam merupakan
sumber nilai-nilai akhlak, karna pada hakikatnya akhlak merupakan realisasi
dari ajaran islam itu sendiri, yakni sebagaiman hidup beriman dan bertakwa
kepada allah.
7.
Akhlak berintikan
tangung jawab terhadap amanat allah yang keabsahannya dinilai dari tingkat
kemampuan untuk mengaplikasikan hubungan yang sebaik mungkin antara sesama
manusia, seluruh makhluk ciptaan allah atas dasar ridha allah, karena sesuai
ketentuan dan perintahnya akhlak mulia ( terpuji) merupakan tujuan akhir dari
sikap hidup yang diinginkan.
Kajian filsafat pendidikan islam bertitik tolak
dari kelima prinsip yang jadi dasar pemikiran tersebut kajian ini kemudian
dikembangkan dalam kontek pendidikan islam. Digunakan dalam penyusunan
teori-teori pendidikan islam, rumusan dasar dan tujuan baik tujuan jangka
pendek menengah, maupun tujuan akhir yang akan dicapai dalam kaitan dengan
sistem, maka ruang lingkup kajian mencakup seluruh komponen sistem pendidikan
islam.[37]
Ruang lingkup kajian filsafat pendidikan islam
juga meliputi masalah-masalah yang berhubungan dengan sistem pendidikan islam
itu sendiri. Adapun komponen-komponen yang tetrmaksud dalam sistem pendidikan
islam itu, antara lain dasar yang melandasi pembentukan sistem tersebut. Lalu
tujaun yang akan dicapai oleh pendidikan islam untuk mencapai tujuan maksud,
maka perlu ada rumusan mengenai siapa yang dididik, siapa pelaksananya,
bagaimana cara penyelenggaraannya, sarana dan prasarana apa yang diperlukan,
materi apa yang diberi, bagaimana caranya, kondisi apa yang perlu diciptakan,
serta bagai mana mengukur tingkat pencapaianya.[38]
Pemikiran-pemikiran mengambarkan cakupan teori
maupun rumusan mengenai peserta didik, pendidik, manajemen, institusi, kurikulum,
metode, alat dan evaluasi pendidikan, semua komponen ini tergabung kedalam
sistem. Sebab sistem dapat diartikan sebagai proses aktivitas yang didalamnya
tersusunm, komponen-komponen yang saling menentukan, saling tergantung, dan
hubungan antara sesamanya, dalam pencapaian tujuannya.[39]
Ruang lingkup kajian filsafat pendidikan islam
mengacu pada semuaaspek yang diangap mempunyai hubungan dengan pendidikan dalam
arti luas. Tidak terbatas pada lingkungan institusi pada pendidikan formal
saja. Lapangan pendidikan diluar lembaga peribadatan, masyarakat maupun terdisi
sosiokultural juga termaksuk dalam kajian filsafat pendidikan islam bahkan
secara lebih rinci, pendidikan pre-natal menjadi kajian khusus dalam pilsafat
pendidikan islam.[40]
Dengan demikian ruang lingkup kajian filsafat
pendidikan islam boleh dikatakan identik dengan kajian keislaman itu sendiri.
Mencakup semua aspek kehidupan manusia secar menyeluruh yang terkaitan dengan
masalah pendidikan. Adapun dalam pendekatan proses ruang lingkup kajian
filsafat pendidikan meliputi rentang kehidupan manusia itu sendiri, yakni dari
sejak dilahirkan hingga akhir hayatnya. Namun yang jelas kajian ini sama sekali
tidak dapat dilepaskan dari status manusia sebagai makhluk ciptaan allah.[41]
C. Fungsi Filsafat Pendidikan Islam
Sementara fungsi filsafat pendidikan islam,
sebagaimana juga filsafat pendidikan umum, juga harus mampu membuat suatu
pedoman kepada perancang dan orang-orang yang bekerja dalam bidang pendidikan
dan pengajaran (al-syaibany, 1973). Menurut al-syaibany, dalam Ali Murtopo
(2016, Hal. 23)merincikan, filsafat pendidikan islam setidak-tidaknya harus
mampu memberi manfaat bagi pendidikan islam dalam hal-hal sebagai berikut:[42]
a.
Membantu para perancang,
maupun para pelaksana pendidikan islam dalam membentuk pemikiran yang benar
bagi pengajian proses pendidikan.
b.
Memberi dasar bagi pengajain
pendidikan islam secara umum dan khusus.
c.
Menjadi dasar penilain
pendidikan islam secara menyeluruh.
Artinya Memberi sandaran intelektual, serta
bimbingan bagi pelaksanaan pendidikan islam untuk menghadapi tantangan yang
muncul dalam bidang pendidikan, sebagai jawaban dari setiap permasalahan yang
bakal timbul dalam bidang pendidikan, serta memberikan pendalaman pemikiran
tentang pendidikan dalam hubungannya
dengan faktor-faktor spiritual, kebudayaan, sosial, ekonomi, politik dan
berbagai aspek kehidupan lainnya
e. Untuk memahami sistem pelajaran.
f. Menganalisis
konsep-konsep dan istilah-istilah.
g. Mengkritik
asumsi-asumsi dan fakta-fakta.
h. Membimbing
asas-asas pendidikan.
i. Menerima
perubahan-perubahan dasar.
j. Membimbing
sikap para guru dan pengajar.
k. Membangkitkan
dialog dan persoalan.
l.
Menghilangkan pertentangan pendidikan serta meneruskan rencana-rencana baru.
Dengan demikian dapat diambil
pengertian bahwa harus ada pembaharuan dan inofasi pendidikan agar sesuai
dengan kebutuhan dari esok, sebab pendidikan pada dasarnya menyiapkan
generasi-generasi masa depan.
Berdasarkan pada kutipan diatas
terdapat kesan bahwa kegunaan dan fungsi filsafat pendidikan islam ternyata
amat strategis. Ia seolah-olah menjadi acuan dalam memecahkan berbagai
persoalan dalam pendidikan. Hal ini disebabkan karena yang diselesaikan
filsafat pendidikan itu adalah bidang filosofinya yang menjadi akar dari setiap
permasalahan pedidikan. Dengan pedoman pada filsafat ini setiap masalah akan
dapat dipecahkan secara komprehensif, intergratix dan tidak Persial, tambal
sulam atau sepotong-potong.
D. Manfaat
Mempelajari Filsafat Pendidikan
Manfaat untuk mempelajari filsafat dalam
kehidupan sehari-hari di sebuah masyarakat sangatlah penting antaranya sebagai
berikut:
a. Hidup dan kehidupan akan selalu bergerak,
baik kearah positif maupun negatif, dan selalu menyeret manusia. Apa lagi bagi
individu yang hidup dalam masyarakat yang mengalami transisi dan pergeseran
nilai-nilai kehidupan. Dalam hal seperti ini, individu yang sudah memiliki
filsafat hidup, akan dapat mengantisifasinya dengan damai, sehingga terhindar
dari hal yang negatif dalam hidup dan kehidupannya. Al-qur’an menjelaskan
betapa pentingnya adanya pegangan yang mantap dalam hidup ini, seperti yang
dijelaskan didalam al-qur’an surat ra’d ayat 28:
artinya orang-orang yang beriman dan hati mereka
menjadi tenteram dengan mengingat allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat allah
hati menjadi tenteram (QS Ar ra’d ayat:28).
b. Tiap peribadi mempunyai pandangan hidup atau
filsafat hidup sendiri-sendiri yang menentukan perilakunya hal ini memberi
indikasi bahwa setiap orang setidaknya mempunyai pandangan hidup yang
benar-benar diyakini kebenaran dan kebaikannya sehingga menghasilkan perilaku
yang bermanfaat bagi diri dan lingkungannnya.
c. Setiap individu punya hak dan kebebasan untuk
menentukan padangan hidup yang dipilih hal ini memberi arti, bahwa setiap
perilaku yang dilakukan, merupakan keputusan batin sendiri dan demikian juga
memberi arti manusia telah mempunyai kebebasan dan keperibadian sendiri.
d. Perlu memahami filsafat, bagaimanapun tingkat
kemampuan yang ada. Walaupun seseorang yang tau tentang ilmu filsafat dalam
kadar yang sedikit, itu pun dapat digunakan sebagai pedoman dalam kehidupan
sehari-hari, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
BAB
III
SIMPULAN
Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam
mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan
pengetahuan tentang bagaimana hakekatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia
dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mengetahui pengetahuan itu.
Pendidikan adalah ikhtiar atau usaha manusia dewasa untuk mendewasakan
peserta didik agar menjadi manusia mandiri dan bertanggung jawab baik terhadap
dirinya maupun segala sesuatu di luar dirinya, orang lain, hewan dan
sebagainya. Islam adalah agama yang seluruh ajarannya bersumber dari Al-Qur’an
dan Al-Hadis dalam rangka mengatur dan menuntun kehidupan manusia dalam
hubungannya dengan Allah, sesama manusia dan dengan alam semesta.
Filsafat Pendidikan Islam adalah suatu aktifitas befikir menyeluruh dan
mendalam dalam rangka merumuskan konsep, menyelenggarakan dan/atau mengatasi
berbagai problem Pendidikan Islam dengan mengkaji kandungan makna dan
nilai-nilai dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa filsafat pendidikan islam ialah sebagai pola berfikir yang mendalam kritis, sistematis, logis, universal dan sistematis yang berkaitan dengan masalah-masalah pendidikan islam. Dalam buku Filsafat Pendidikan Islamkarya Zuhairini dkk, disebutkan dan diuraikan bahwa aliran-aliran dalam filsafat pendidikan terdiri atas lima, yakni ; aliran progressivisme, aliran esensialisme, aliran perennialisme, aliran rekontruksionalisme, dan aliran eksistensialisme.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa filsafat pendidikan islam ialah sebagai pola berfikir yang mendalam kritis, sistematis, logis, universal dan sistematis yang berkaitan dengan masalah-masalah pendidikan islam. Dalam buku Filsafat Pendidikan Islamkarya Zuhairini dkk, disebutkan dan diuraikan bahwa aliran-aliran dalam filsafat pendidikan terdiri atas lima, yakni ; aliran progressivisme, aliran esensialisme, aliran perennialisme, aliran rekontruksionalisme, dan aliran eksistensialisme.
Ruang lingkup kajian
filsafat pendidikan islam meliputi 5 prinsip dasar yaitu: pandangan islam
terhadap jagat raya, pandangan islam terhadap manusia, pandangan islam terhadap
masyarakat, pandangan islam terhadap pengetahuan dan pandangan islam terhadap
akhlak.
Adapun fungsi dari
filsafat pendidikan islam ialah mampu membuat suatu pedoman kepada perancang
dan orang-orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran.
DAFTAR
PUSTAKA
Murtopo, Ali. 2016. Filsafat Pendidikan Islam. Palembang: Noerfikri Offset.
Ali, Hery Nur. 2000. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Pepara.
http://anshar-mtk.blogspot.co.id/2013/03/pengertian-dan-ruang-lingkup-filsafat.html.
[2]Ibid.
[4]Ibid.
[5]
Ibid.
[7]Ibid.
[8]Ibid.
[12]Ibid.
[13]Ibid.
[15]http://Anshar-mtk.blogspot.co.id/2013/03/pengertian-dan-ruang-lingkup-filsafat.html, diakses 16
Maret 2017 pukul 19:30 WIB.
[16]Ibid.
[18]Anshar, Op.cit.
[20]Ibid.
[21]http://www.academia.edu/28546966/FILSAFAT_PRNDIDIKAN_ISLAM.doc, diakses 16
Maret 2017 pukul 20:30 WIB.
[22]Ali Murtopo,Op.cit. Hal. 11
[23]Ibid.
[24]http://www.kumpulanmakalah.com/2016/11/filsafat-pendidikan-islam.html, diakses 17 Maret
2017 pukul 14:00 WIB.
[25]Ibid.
[26]Ibid.
[27]Ibid.
[28]Ibid.
[29]Ibid.
[30]Ibid.
[31]Ibid.
[32]Ibid.
[33]Ibid
[35]AliMurtopo, op.cit., Hal. 14
[37]Ibid.
[39]Ibid.
[41]Ibid.